You are currently viewing Emporium Para Raja Kepulauan Indonesia

Emporium Para Raja Kepulauan Indonesia

1511, Portugis merebut Malaka dan menjadikan Malaka sebagai koloninya. Maka berakhirlah kejayaan Malaka sebagai Emporium. Sejak awal abad 16, muncullah Emporium baru di Kepulauan Indonesia menggantikan Malaka. Kemunculan emporium-emporium ini juga dibarengi dengan ekspansi Negara-negara Eropa Barat ke seluruh penjuru dunia.

Aceh

Komoditi yang menarik pedagang asing ke Aceh adalah lada, emas, timah, dan gading gajah. Selain itu, para pedagang juga mencari kayu manis, cengkeh, pala, fuli, kayu cendana yang didatangkan dari luar Aceh: kayu manis dari Jawa, cengkeh dari Kepulauan Maluku, pala dan fuli dari Kepulauan Banda, dan kayu cendana dari Timor.

Sunda Kelapa dan Banten pada abad IX – XV merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Sunda. Peranannya sangat besar dalam menunjang perekonomian kerajaan, karena merupakan pusat perdagangan yang bersifat lokal, interlokal, dan internasional. Jatuhnya Banten Girang ke tangan penguasa Islam (1527), menjadi titik awal memudarnya bandar Sunda Kelapa sebagai pusat perniagaan untuk Kerajaan Sunda. Status kedudukan bandar ini beralih menjadi wilayah taklukan Kesultanan Banten. 

Banten

Kesultanan Banten memperkuat otoritas politik di Selat Sunda dengan menjaga keloyalan para pemimpin lokal dan mendorong mereka untuk menganut Agama Islam. Perdagangan di Kesultanan Banten sangat berkembang dikarenakan para pedagang Cina dan India yang bemukim di Banten yang menfasilitasi kegiatan perdagangan komoditas dari Asia Barat dan Asia Timur dan juga komoditas dari Kepulauan Indonesia. Dengan banyaknya komoditi yang diperdagangkan di Banten, pelabuhan ini menjadi daerah tujuan bagi para pedagang dari seluruh penjuru dunia.

Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf (1570 – 1580), perdagangan di Kesultanan Banten sudah sedemikian maju. Banten menjadi tempat penimbunan barang-barang dari seluruh penjuru dunia, yang nantinya disebarkan ke kerajaan-kerajaan di Nusantara. Situasi di Pelabuhan Karangantu, sebagai pelabuhan Banten, digambarkan dalam Babad Banten pupuh XXII sebagai berikut: pedagang-pedagang dari Cina membawa uang kepeng yaitu uang yang terbuat dari timah, porselen, sutra, beludru, benang emas, kain sulaman, jarum, sisir, payung, selop, kipas, kertas, dan sebagainya. Pulangnya mereka membeli lada, nila, kayu cendana, cengkeh, buah pala, kulit penyu, dan gading gajah. Orang Arab dan Persia membawa obat-obatan dan permata. Orang Gujarat membawa kain dari kapas dan sutra, kain putih dari Coromandel. Pulangnya mereka membeli rempah-rempah. 

Makassar

Jika Emporium Aceh dan Banten muncul dikarenakan kejatuhan Malaka, Emporium di Makassar tumbuh dikarenakan perdagangan Cengkeh dan Pala. Makassar berfungsi menjadi titik simpul jaringan perdagangan Indonesia Timur. Cengkeh dari Maluku Utara, Pala dari Banda, dan komoditi lainnya dari berbagai wilayah Timur Indonesia. Para penguasa Makassar, yaitu Kerajaan Gowa, menyadari bahwa wilayahnya bukanlah penghasil komoditi seperti Aceh dan Banten, dengan demikian mereka mengembangkan kebijakan kerjasama dengan para penguasa yang memiliki wilayah penghasil komoditi unggulan, seperti dengan Kesultanan Ternate, Tidore, Banda dan Ambon.

Kebiajakan yang menjamin kebebasan perdagangan telah menyebabkan Makassar banyak didatangi oleh para pedagang asing, dari Eropa seperti Spanyol, Portugis, Denmark, Prancis. Sebagai bentuk dukungan, Kerajaan Gowa memberikan dukungan dengan mengizinkan para pedagang Eropa tersebut membuka kantor dagang mereka di Makassar, yaitu Belanda pada tahun 1607, Inggris 1613, Spanyol pada 1615 dan Denmark pada 1618.

 

*artikel tentang rempah telah dipublikasikan pada Pameran Jalur Rempah di Negeri Para Raja (Makassar, Oktober 2018)

Judul artikel selanjutnya:VOC dan Runtuhnya Emporium Para Raja