You are currently viewing Benteng Ujungpandang

Benteng Ujungpandang

“Sejarah mengenai Benteng Ujungpandang telah hadir lebih dari empat ratus tahun dan Benteng ini masih berdiri kokoh, menjadi saksi kukuhnya perjuangan rakyat Makassar”

Meskipun telah berusia lebih dari 4 abad, benteng ini menjadi salah satu bukti kejayaan dan kebesaran Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan, yang masih berdiri dengan utuh dan megah hingga sekarang. 

Benteng Pertahanan

Benteng Ujung Pandang dibangun pertama kali oleh Raja Gowa ke-9, Daeng Matanre Karaeng Manguntungi Tumapparisi Kalonna, pada tahun 1545. Tujuan pembangunannya adalah untuk memperkuat basis pertahanan Kerajaan Gowa di sepanjang pantai Makassar alam rangka menghadapi ekspansi kekuasaan VOC (Perusahaan Hindia Timur Belanda) yang terus berupaya meluaskan pengaruhnya dalam bidang politik dan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia. Setelah Tumapparisi Kallonna wafat, pembangunannya dilanjutkan oleh Raja Gowa ke-10, I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipallangga Ulaweng dengan menambahkan batu karang dan tanah liat pada dinding benteng.

Selanjutnya Raja Gowa ke 14, I Mangarangi Daeng Manrabia Sultan Alauddin Tumenanga ri Gaukanna memperkuat struktur dinding dengan susunan bata dan batu yang dibentuk persegi empat. Bangunan dalam benteng pada awalnya terdiri dari rumah-rumah panggung bertiang kayu, berdinding bambu dengan atap daun nipah yang ditempati oleh prajurit dan bangsawan Kerajaan Gowa. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, benteng dijadikan pusat persiapan perang dalam menghadapi tentara Belanda.

Setelah Perang Makassar

 

Ketika Belanda menaklukkan Kerajaan Gowa melalui Perang Makassar pada 1667 yang kemudian di kukuhkan dengan Perjanjian Bungayya (Bongaisch Verdrag), sebagian besar benteng-benteng yang dimiliki Kerajaan Gowa dihancurkan kecuali Benteng Somba Opu dan Benteng Ujungpandang. Benteng Ujungpandang kemudian diduduki oleh Belanda dan diganti namanya menjadi Fort Rotterdam. Rotterdam merupakan sebuah kota di Belanda yang merupakan tempat kelahiran Cornelis Speelman, Panglima Perang Belanda yang menaklukkan Kerajaan Gowa. Setelah benteng diduduki, struktur dan disain benteng mulai dirombak dengan menambahkan lima bastion di sisi timur (bastion Amboina dan Mandarsyah) dan sisi barat (Bastion Bacan, Bone dan Buton) sehingga bentuknya tampak menyerupai kura-kura. Kemudian warga Makassar menyebutnya dengan “Benteng Panyyua”.

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, Benteng Ujung Pandang berfungsi sebagai markas komando pertahanan, pusat perdagangan, pusat pemerintahan dan pemukiman pejabat-pejabat Belanda serta tahanan bagi penentang Belanda, seperti Pangeran Diponegoro salah satu pahlawan nasional Indonesia yang diasingkan di dalam Benteng Ujung Pandang pada tahun 1834-1855.

Setelah Jatuhnya Belanda

Tahun 1942-1945 merupakan masa pemerintahan Jepang di Indonesia, Benteng Ujung Pandang dijadikan pusat penelitian pertanian dan bahasa, di dekat bastion Mandarsyah. Jepang membangun gedung yang mirip dengan bangunan yang telah ada sehingga gedung di dalam Benteng Ujung Pandang menjadi 15 gedung.

Setelah Kemerdekaan

Sejak tahun 1945 hingga 1949, KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda) menjadikan benteng sebagai pusat pertahanan untuk melawan TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan pejuang Republik Indonesia. Setelah perang selama tujuh hari, KNIL berhasil dikalahkan. Setelah itu, Benteng Ujungpandang berfungsi sebagai perumahan sipil dan militer hingga tahun 1969.

Pada 1970 benteng dikosongkan dan diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk perawatan dan pelestariannya. Sejak tahun 1974 Benteng Ujung Pandang dijadikan sebagai pusat budaya Sulawesi Selatan, sarana wisata budaya dan pendidikan.

Saat ini benteng Ujung Pandang menjadi salah satu destinasi wisata di Sulawesi Selatan. Selain dapat menikmati arsitektur khas abad ke 17, Anda dapat mengunjungi Museum Lagaligo.

Gedung A tempat menerima tamu dari Bone. Gedung B bagian atas dahulu digunakan tempat perwakilan dagang dan bagian bawah ruang tahanan. Gedung C dahulu adalah wisma bagi tamu-tamu dari Buton. Gedung D Dahulu bagian belakang merupakan rumah sakit bagi orang Belanda kemudian dirubah fungsinya sebagai wisma tentara. Bagian depan gedung ini tempat tinggal Cornelius Speelman, Gedung E dahulu tempat tinggal pimpinan perdagangan dan pendeta.

Gedung F dahulu adalah tempat tinggal dokter Belanda. Gedung G gudang dan bengkel. Gedung H dahulu sebagai tempat menerima tamu dari Ternate. Gedung I dibangun oleh Jepang dengan sebagai kantor penelitian bahasa dan pertanian. Gedung J Kantor pemegang buku germising. Gedung K kantor Balai Kota. Gedung L ruang tahanan.

Gedung M Gudang dan kantor perdagangan Belanda. Gedung N tempat menerima tamu dari Bacan. Gedung O Kantor Gubernur Sulawesi dan daerah sekitarnya. Gedung P tempat peribadatan (gereja).