You are currently viewing Bungker, Tempat Teraman di Masa Perang?

Bungker, Tempat Teraman di Masa Perang?

Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan, mendefinisikan bungker sebagai lubang perlindungan di bawah tanah dan juga ruangan yang dipakai untuk pertahanan dan perlindungan dari serangan musuh. Definisi tersebut sesuai untuk mendeskripsikan Bungker di Pattunuang Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan. Bungker ini diduga dibuat oleh Jepang sebagai pertahanan bawah tanah pada masa Perang Dunia II, sebelum Indonesia merdeka.

Pada tahun 1942 kekuasaan Belanda di Hindia Belanda terpaksa diserahkan kepada Jepang, melalui Perjanjian Kalijati. Jepang sangat ingin menaklukkan dan menguasai Hindia Belanda karena kebutuhan akan sumberdaya untuk menunjang keperluan militernya pada Perang Dunia II.

Dalam catatan sejarah, diketahui bahwa pada 4 Februari 1942, terjadi pertempuran di Selat Makassar (pertempuran laut antara Kalimantan dan Sulawesi). Pada perang tersebut Angkatan laut Jepang membuat sekutu mundur hingga Cilacap dan Jepang berhasil maju hingga Sulawesi. Pada tanggal 10 Februari 1942, Jepang berhasil merebut Makassar. Pada 28 Maret di tahun yang sama, Angkatan Laut Jepang berhasil menguasai Indonesia Timur dengan markas besarnya berada di Makassar. Pendudukan Jepang di Makassar tersebut ditandai dengan pendirian bungker-bungker di beberapa wilayah di Sulawesi Selatan.

Pada tahun 2016, ketika pembangunan jalan layang (elevatedroad) Trans Sulawesi Maros-Bone didirikan, dilaporkan penemuan 3 (tiga) buah bungker. Bungker tersebut berada pada kilometer 19-22 arah Maros-Bone, dengan posisi yang relatif berdekatan. Secara administratif lokasi penemuan termasuk dalam wilayah Kampung Pattunuang Asue, Desa Samangki, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.

Bungker 1 berada pada kilometer 19 arah Maros-Bone pada titik koordinat 05º03’12,1” LS dan 119º43’13,4” BT. Bungker ini harus dipindahkan dari konteksnya akibat pembangunan jalan. Dalam rangka penyelamatannya, bungker disimpan dalam sebuah ruangan yang terletak dibawah beton jalan yang dibuat khusus. Tujuannya adalah untuk memposisikan kembali bungker tepat pada tempat penemuannya yang telah dikonversi, yaitu ditengah jalan layang, meskipun kondisi lingkungan telah berubah.

Bungker 2 berada pada kilometer 21 arah Maros-Bone atau berjarak sekitar 322 M ke arah utara dari bunker 1, tepatnya pada titik koordinat 05º03’02,2” LS dan 119º43’17. Posisi bungker terletak di atas tebing kelokan jalan layang. Posisinya yang diatas tebing yang miring mengakibatkan ketinggian dindingnya berbeda pada setiap sisinya. Hal ini juga membuat kondisi bungker mengalami kerusakan akibat tertutup oleh bebatuan, tanah, dan vegetasi yang tumbuh.

Bungker 3 berada pada kilometer 22 arah Maros Bone atau berjarak sekitar 35 M ke arah barat-laut dari bunker 2. Posisinya hanya dipisahkan oleh badan jalan, tepatnya pada titik koordinat 05º03’01,7” LS dan 119º43’16,1” BT. Berbeda dengan bungker 1 dan 2, bungker 3 berada pada bagian bawah tebing/jurang. Sehingga cukup sulit untuk diakses. Kondisi lingkungan membuat bungker ini tertutup oleh longsoran lereng jalan dan juga vegetasi yang tumbuh disekitarnya.

Diperlukan kajian mendalam tentang upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan yang dapat dilakukan pada bungker ini. Mengingat permasalahan yang cukup kompleks, sejak penemuannya hingga upaya penyelamatannya. Oleh karenanya diperlukan penetapan status sebagai cagar budaya dan juga kajian lanjutan. Bukan hanya untuk mengetahui asal muasal bungker, namun bagaimana upaya pengembangan dan pemanfaatannya kedepan agar dapat mensejahterakan masyarakat sekitar.

Mari bersama-sama kunjungi, lindungi, lestarikan Cagar Budaya disekitar kita!

Penulis : Andini Perdana