Pemetaan/pengukuran Situs Cagar Budaya di Kabupaten Polewali Mandar

Makam-makam tua periode islam di Nusantara tersebar diseluruh pelosok seperti Aceh, Pasai, Barus, Banten, Demak, Kudus, Rembang, Cirebon, Jogjakarta, Gowa, Tallo, Somba Opu, Jeneponto, Majene, Polewali Mandar dan masih banyak lagi kota lainnya. Di kota-kota tersebut terdapat berbagai macam tipologi-tipologi makam, seperti makam berjirat, tak berjirat dan berjirat semu. Sedangkan dari bentuk nisan, paling tidak terdapat tipe-tipe yang sekaligus memperlihatkan wilayah sebaran dan pertanggalannya, yaitu: tipe Aceh, tipe Demak, tipe Bugis-Makassar dan tipe Ternate-Tidore.

Selain itu dalam keyakinan agama islam, bangunan makam hanyalah sebagai tanda bagi orang yang telah meninggal. Maka dari itu pada makam orang muslim diberi tanda berupa dua buah nisan yang berada disebelah utara dan selatan. Adapun pembedaan antara makam perempuan dan laki-laki dapat diliat pada bentuk nisan yang ada. Makam laki-laki menggunakan nisan tipe gada sedangkan makam perempuan menggunakan nisan tipe pipi.

Di Sulawesi Selatan makam-makam islam sudah mendapat perhatian lebih dalam hal pengelolaan, pengembangan dan pelestariannya. Hal yang menarik pada makam-makam islam yang ada di Sulawesi Selatan khususnya makam-makam islam yang berada di Kabupaten Polman adalah bentuk dan ukuran jirat maupun nisannya yang sangat bervariasi. Begitu pula dengan ragam hias yang ada memiliki motif dan makna tersendiri. Namun sampai saat ini keberadaan situs tersebut belum memiliki data yang lengkap mengenai keletakan situs dalam bentuk peta situasi serta denah lokasi. Kegiatan pemetaan/pengukuran cagar budaya merupakan langkah awal dari upaya pelestarian situs tersebut maka perlu dilakukan kegiatan pemetaan/ pengukuran guna memperoleh gambaran situasi dan sekitarnya yang selanjutnya diharapkan menjadi acuan dalam kegiatan pelestarian berikutnya adalah; zonasi, pemugaran, pemeliharaan dan sebagainya. Kegiatan ini akan dilaksanakan pada 3 situs cagar budaya yang berada di Kabupaten Polewali Mandar yaitu, Kompleks Makam Tosalama Lampoko, Kompleks Makam Tosalama Beluwu dan Kompleks makam Pallabuang.

Maksud dan tujuan

Pemetaan/pengukuran situs cagar budaya yang berada di Kabupaten Polewali Mandar ini dimaksudkan untuk menghimpun data tentang keletakan dan kondisi situs maupun kawasan cagar budaya beserta lingkungannya serta gelombang tanah (kontur), dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keberadaan suatu situs dalam bentuk gambar peta dengan skala tertentu.

Sasaran Kegiatan

Adapun sasaran kegiatan pemetaan/pengukuran diKabupaten Polewali Mandar ini meliputi 3 situs yang berupa Kompleks Makam Tosalama Lampoko, Kompleks Makam Tosalama Beluwu dan Kompleks Makam Pallabuang.

Lingkup Kegiatan

Pemetaan/Pengukuran yang dilaksanakan di tigaKompleks Makam yang adadi Kabupaten Polewali mandar ini meliputi beberapa rangkaian kegiatan antara lain:

–    Survei lapangan/observasi;

–    Pemetaan dan Pengukuran;

–    Pendokumentasian;

–    Penggambaran (sketsa);

–    Pembuatan laporan pertanggung jawaban kegiatan.

Sarana

Bahan dan peralatan yang digunakan untuk kegiatan pemetaan/pengukuran dilapangan adalah :

1. Pesawat Ukur Top Con Tl 6 G               : 1 unit

2. GPS ( Global Posision Sistem )            : 1 unit

3. Kompas                                                         : 2 unit

4. Rool Meter 50 m                                       : 2 unit

5. Rool meter 7,5 m                                      : 4 unit

6. Kelip Board                                                  : 4 unit

7. Kamera Digital                                           : 3 unit

Alat tulis menulis serta bahan lainnya untuk kepentingan dokumentasi serta penggambaran.

 Metode

Sesuai dengan maksud dan tujuan yang ingin dicapai dan mengingat perlingkupannya sebagai batasan dalam kegiatan Pemetaan/pengukuran ini, maka diperlukan metode dan tehnik sebagai strategi dalam tahapan pelaksanaan agar mampu menjembatani antara input dan output yang diharapkan dapat tercapai. Dalam hal ini langkah-langkah kerja tersebut dilaksanakan secara bertahap sebagai berikut :

 –  Tahapan Pengumpulan Data

Tahapan awal pelaksanaan suatu kegitan adalah studi pustaka yaitu pengumpulan bahan-bahan yang menjadi acuan berupa artikel, buku-buku, gambar sebaran cagar budaya, serta hasil laporan penelitian yang berhubungan dengan potensi cagar budaya yang ada di Kabupaten Polewali Mandar. Kemudian dilanjutkan dengan observasi lapangan bertujuan untuk memperoleh gambaran aktual tentang bentuk karakteristik struktur dan arsitektur serta lingkungan dan kondisi keterawatan cagar budaya tersebut. Hal lain yang dilakukan dalam tahapan pengumpulan data ini adalah melakukan wawancara bebas dengan beberapa informan guna memperoleh data yang ada hubungannya dengan potensi cagar budaya serta lingkungan di sekitar Kompleks makam Tosalama Lampoko, Kompleks Makam Tosalama Beluwu dan Kompleks Makam Pallabuang yang ada di Kabupaten Polewali mandar.

–  Tahapan Pengolahan Data

Semua data yang telah terkumpul kemudian diintegrasikan sehingga dapat menentukan bobot rencana selanjutnya.

–  Tahapan Penarikan Kesimpulan

Langkah terakhir yang ditempuh dalam prosedur kerja kali ini adalah melakukan penyusunan laporan yang dilaksanakan secara deskriptif dan analisis dalam kerangka kerja logis serta mengusulkan rekomendasi untuk perlakuan dimasa yang akan datang.

Latar Sejarah

Bertolak dari semangat Allamungan Batu di Luyo yang mengikat Mandar dalam perserikatan Pitu Baqbana Binanga dan Pitu Ulunna Salu dalam sebuah muktamar yang melahirkan Sipamandar” (saling memperkuat) untuk bekerja sama dalam membangun Mandar, dari semangat inilah maka sekitar tahun 1960 oleh tokoh masyarakat Mandar yang ada di Makassar yaitu antara lain : H. A. Depu, Abd. Rahman Tamma, Kapten Amir, H. A. Malik, Baharuddin Lopa, SH. dan Abd. Rauf mencetuskan ide pendirian Provinsi Mandar bertempat di rumah Kapten Amir, dan setelah Sulawesi Tenggara memisahkan diri dari Provinsi Induk yang saat itu bernama Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara (Sulselra).

Ide pembentukan Provinsi Mandar diubah menjadi rencana pembentukan Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar)dan ini tercetus di rumah H. A. Depu di Jl. Sawerigading No. 2 Makassar, kemudian sekitar tahun 1961 dideklarasikan di Bioskop Istana (Plaza) Jl. Sultan Hasanuddin Makassar dan perjuangan tetap dilanjutkan sampai pada masa Orde Baru perjuangan tetap berjalan namun selalu menemui jalan buntu yang akhirnya perjuangan ini seakan dipeti-es-kan sampai pada masa Reformasi barulah perjuangan ini kembali diupayakan oleh tokoh masyarakat Mandar sebagai pelanjut perjuangan generasi lalu yang diantara pencetus awal hanya H. A. Malik yang masih hidup, namun juga telah wafat dalam perjalanan perjuangan dan pada tahun 2000 yang lalu dideklarasikan di Taman Makam Pahlawan Korban 40.000 jiwa di Galung Lombok kemudian dilanjutkan dengan Kongres I Sulawesi Barat yang pelaksanaannya diadakan di Majene dengan mendapat persetujuan dan dukungan dari Bupati dan Ketua DPRD Kab. Mamuju, Kab. Majene dan Kab. Polmas.

Tuntutan memisahkan diri dari Sulsel sebagaimana di atas sudah dimulai masyarakat di wilayah Eks Afdeling Mandar sejak sebelum Indonesia merdeka. Setelah era reformasi dan disahkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 kemudian menggelorakan kembali perjuangan masyarakat di tiga kabupaten, yakni Polewali Mamasa, Majene, dan Mamuju untuk menjadi provinsi.

Sejak tahun 2005, tiga kabupaten (Majene, Mamuju dan Polewali-Mamasa) resmi terpisah dari Propinsi Sulawesi Selatan menjadi Propinsi Sulawesi Barat, dengan ibukota Propinsi di Kabupaten Mamuju. Selanjutnya, Kabupaten Polewali-Mamasa juga dimekarkan menjadi dua kabupaten terpisah (Kabupaten Polewali  Mandardan Kabupaten Mamasa). Untuk jangka waktu cukup lama, daerah ini sempat menjadi salah satu daerah yang paling terisolir atau yang terlupakan di Sulawesi Selatan.Ada beberapa faktor penyebabnya, antara lain, yang terpenting: Jaraknya yang cukup jauh dari ibukota propinsi (Makassar); kondisi geografisnya yang bergunung-gunung dengan prasarana jalan yang buruk; mayoritas penduduknya (etnis Mandar, dan beberapa kelompok sub-etnik kecil lainnya) yang lebih egaliter, sehingga sering berbeda sikap dengan kelompok etnis mayoritas dan dominan (Bugis dan Makassar) yang lebih hierarkis (atau bahkan feodal).

Pada awal tahun 1960an, sekelompok intelektual muda Mandar pimpinan almarhum Baharuddin Lopa (Menteri Kehakiman dan Jaksa Agung pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, 1999-2000, dan sempat menjadi ikon nasional gerakan anti korupsi karena kejujurannya yang sangat terkenal) melayangkan Risalah Demokrasi menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap beberapa kebijakan politik Jakarta dan Makassar; serta Fakta sejarah daerah ini sempat menjadi pangkalan utama tentara pembelota (Batalion 710 pimpinan Kolonel Andi Selle), pada tahun 1950-60an, yang kecewa terhadap beberapa kebijakan pemerintah dan kemudian melakukan perlawanan bersenjata terhadap Tentara Nasional Indonesia (TNI); selain sebagai daerah lintas-gunung dan hutan untuk memperoleh pasokan senjata selundupan melalui Selat Makassar- oleh gerilyawan Darul Islam (DI) pimpinan Kahar Muzakkar yang berbasis utama di Kabupaten Luwu dan Kabupaten Enrekang di sebelah timurnya. Pembentukan daerah kabupaten baru di wilayah Sulawesi Barat masih dalam proses dan dalam prosesnya masih sering diiringi oleh permasalahan-permasalahan yang merupakan efek penyatuan pendapat yang belum memiliki titik temu.

Dalam konteks Kabupaten Polewali Mandar, sebelum daerah ini bernama  Polewali Mandar, daerah ini dulunya bernama  Kabupaten Polewali Mamasa disingkat Polmas yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 29 Tahun 1959 yang secara administratif pada saat itu berada dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan . Setelah daerah ini dimekarkan dengan berdirinya Kabupaten Mamasa sebagai kabupaten tersendiri, maka nama Polewali Mamasa pun diganti menjadi Polewali Mandar. Nama Kabupaten ini resmi digunakan dalam proses  administrasi Pemerintahan  sejak tanggal 1 Januari 2006 setelah ditetapkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2005 tanggal 27 Desember 2005 tentang perubahan nama Kabupaten Polewali Mamasa menjadi Kabupaten Polewali Mandar.

Pada masa penjajahan, wilayah Kabupaten Polewali Mandar adalah bagian dari 7 wilayah pemerintahan yang dikenal dengan nama Afdeling Mandar yang meliputi empat onder afdeling, yaitu:

1.   Onder Afdeling Majene beribukota Majene;

2.   Onder Afdeling Mamuju beribukota Mamuju;

3.   Onder Afdeling Polewali beribukota Polewali;

4.   Onder Afdeling Mamasa beribukota Mamasa.

Onder Afdeling Majene, Mamuju, dan Polewali yang terletak di sepanjang garis pantai barat pulau Sulawesi mencakup 7 wilayah kerajaan (Kesatuan Hukum Adat) yang dikenal dengan nama Pitu Baqbana Binanga (Tujuh Kerajaan di Muara Sungai) meliputi:

1.   Balanipa di Onder Afdeling Polewali;

2.   Binuang di Onder Afdeling Polewali;

3.   Sendana di Onder Afdeling Majene;

4.   Banggae/Majene di Onder Afdeling Majene;

5.   Pamboang di Onder Afdeling Majene;

6.   Mamuju di Onder Afdeling Mamuju;

7.   Tappalang di Onder Afdeling Mamuju.

Sementara Kesatuan Hukum Adat Pitu Ulunna Salu (Tujuh Kerajaan di Hulu Sungai) yang terletak di wilayah pegunungan berada di Onder Afdeling Mamasa, yang meliputi:

1.   Tabulahan (Petoe Sakku);

2.   Aralle (Indo Kada Nene);

3.   Mambi (Tomakaka);

4.   Bambang (Subuan Adat);

5.   Rantebulahan (Tometaken);

6.   Matangnga (Benteng);

7.   Tabang (Bumbunan Ada).

Kabupaten Polewali Mandar adalah salah satu diantara 5 (lima) Kabupaten  yang berada dalam wilayah  Provinsi Sulawesi Barat. Provinsi Sulawesi Barat  sendiri adalah pemekaran dari Provinsi Sulawesi Selatan yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004.  Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran ex-Daerah Swatantra (Afdeling) Mandar yang menjadi 3 kabupaten atau daerah tingkat II, yang dimekarkan berdasarkan Undang Undang Nomor 29 Tahun 1959  yaitu:

1. Kabupaten Majene, meliputi bekas Swapraja Majene, Swapraj Pamboang, dan Swapraja Cenrana (sendana);

2.   Kabupaten Mamuju, meliputi bekas Swapraja Mamuju dan Swapraja Tappalang;

3.  Kabupaten Polewali Mamasa, yang meliputi Swapraja Balanipa dan Swapraja Binuang yang termasuk dalam Onder Afdeling Polewali dan Onder Afdeling Mamasa.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pembentukan 22 Kabupaten/kota Baru yang terbesar di seluruh wilayah propinsi, dua diantara kabupaten/kota itu adalah Kota Palopo dan Kabupaten Mamasa. Mamasa merupakan hasil pemekaran dari Daerah Tingkat II Polewali Mamasa, sehingga kedua onder afdeling Polewali dan Mamasa dimekarkan menjadi dua kabupaten terpisah: Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa.

 Observasi Lapangan

Sebelum kegiatan pemetaan/pengukuran dilaksanakan terlebih dahulu tim melakukan pengamatan (survei) ketiga kompleks makam tersebut untuk mendapatkan gambaran tentang situasi dilapangan, sehingga dapat dengan mudah dalam menentukan penempatan pesawat ukur dan titik-titik detail serta luas jangkauan pengukuran yang akan dilaksanakan dengan didasarkan pada maksud dan tujuan pemetaan itu sendiri yaitu untuk kepentingan perlakuan terhadap situs tersebut yang berkaitan dengan upaya perlindungan, pelestarian dan rencana pengembangan serta pemanfaatannya. Observasi dimulai di kompleks makam Pallabuang di Kecamatan Tinambung, setelah itu dilanjutkan ke kompleks makam Tosalama Beluwu dan terakhir di kompleks makam Tosalama Lampoko.

Pemetaan/pengukuran             

Pelaksanaan pemetaan/pengukuran pada tiga kompleks makam yang ada di Kabupaten Polewali Mandar ini dilakukan dengan menggunakan tiga jenis alat ukur yaitu pesawat ukur GPS (Global Position Sistem) untuk mendapatkan titik koordinat disetiap lokasi situs yang dipetakan dengan menempatkan titik koordinat pada titik pokok sementara. Sedangkan pesawat ukur Theodolith TL 6 G fungsinya untuk mendapatkan data secara detail pada bangunan cagar budaya dan bangunan/ benda yang ada dalam kawasan pemetaan dengan cara membaca jarak, azimuth (sudut horizontal dan sudut vertikal). Adapun rol meter digunakan untuk mengukur secara manual panjang dan lebar bangunan cagar budaya dan pagar lokasi situs yang telah dipetakan sebagai kontrol.

Kegiatan pemetaan/ pengukuran yang dilaksanakan pada tiga kompleks makam yang ada di Kabupaten Polewali Mandar diawali dari:         

1. Kompleks Makam Tosalama Lampoko

Kegiatan pemetaan/pengukuran pada kompleks makam Tosalama Lampoko diawali dengan menempatkan titik pokok sementara (DP) yang juga berfungsi sebagai titik orientasi keletakan situs pada salah satu pohon kelapa yang berada disebelah barat daya kompleks makam ini dengan pertimbangan untuk sementara diyakini tidak akan mengalami perubahan. Adapun hasil pembacaan titik koordinat pada datum point adalah 3˚ 27’ 01,6” LS dan 119˚ 08’ 36,6” BT. Selanjutnya dari pesawat pertama pengukuran titik detail diarahkan pada keempat sudut batas pagar kompleks makam, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan titik detail pada pintu masuk kompleks makam, sudut cungkup makam, tiang pendopo yang berada di sebelah utara kompleks makam, sudut jalan setapak yang berada di dalam kompleks makam, batas-batas lokasi pemakaman umum, sumur.

Pesawat kedua kemudian dipindahkan ke jalan setapak yang ada di dalam kompleks pemakaman baru dengan pembacaan titik detail pada pintu masuk kedua pada sudut jalan setapak. Kemudian dilanjutkan ke sudut jalan setapak beton, belokan jalan, batas –batas lokasi pemakaman baru, batas kebun masyarakat, dan pohon kelapa. Pesawat ketiga kemudian dipindahkan ke jalan setapak menuju keluar makam dengan pembacaan titik detail pada belokan jalan dan ditutup dengan pembacaan titik pokok 4 di gerbang utama kompleks makam.

2. Kompleks Makam Tosalama Beluwu

Pemetaan/pengukuran pada kompleks makam Tosalama Beluwu diawali dengan menempatkan titik pokok sementara (DP) yang juga berfungsi sebagai titik orientasi keletakan situs pada tugu yang berada di dekat pintu gerbang luar kompleks makam ini dengan pertimbangan untuk sementara diyakini tidak akan mengalami perubahan. Adapun hasil pembacaan titik koordinat pada datum point adalah 3˚ 23’ 06,8” LS dan 119˚ 09’ 29,5” BT. Selanjutnya dari pesawat pertama pengukuran titik detail diarahkan pada pematang sawah, pagar kebun masyarakat setempat, pinggir tebing, batas-batas sawah, pagar, akses jalan dan ditutup dengan pembacaan titik pokok dua pada pematang sawah.

Pesawat dua kemudian dipindahkan ke dekat pagar sebelah timur kompleks makam dengan pembacaan titik detail pada pematang sawah, sudut pendopo 1, sudut pendopo 2, belokan jalan, pohon, sudut pagar batas pemakaman umum, sudut pagar pemakaman umum, setiap sudut cungkup makam, keletakan makam 12, keletakan makam 34 dan ditutup dengan pembacaan titik pokok tiga pada papan penunjuk jalan. Pesawat tiga kemudian dipindahkan ke pinggir jalan dekat sawah dengan pembacaan titik detail pada pinggir jalan beton, pinggir sawah dan ditutup dengan pembacaan titik pokok empat pada belokan jalan. Pesawat empat kemudian dipindahkan ke pinggir jalan dengan pembacaan titik detail pada setiap belokan jalan dan ditutup dengan pembacaan titik pokok lima pada pinggir jalan di dekat rumah kayu milik masyarakat.

Pesawat lima kemudian dipindahkan ke pinggir jalan yang jaraknya tidak jauh dari pesawat empat dengan pembacaan titik detail pada beberapa belokan jalan dan ditutup dengan pembacaan titik pokok enam pada belokan jalan. Pesawat enam kemudian dipindahkan ke pinggir jalan desa dengan pembacaan tiga titik detail pada belokan jalan dan ditutup dengan pembacaan titik pokok tujuh pada belokan jalan. Pesawat tujuh kemudian dipindahkan ke pinggir jalan desa dengan pembacaan titik detail pada belokan jalan, pertigaan jalan dan ditutup dengan pembacaan titik pokok delapan pada pinggir jalan besar.

3. Kompleks Makam Pallabuang

Pemetaan/pengukuran pada kompleks makam Pallabuang (Raja-Raja Balanipa) diawali dengan menempatkan titik pokok sementara (DP) yang juga berfungsi sebagai titik orientasi keletakan situs pada tugu yang berada di dekat pintu gerbang luar kompleks makam ini dengan pertimbangan untuk sementara diyakini tidak akan mengalami perubahan. Adapun hasil pembacaan titik koordinat pada datum point adalah 3˚ 30’ 28,1” LS dan 119˚ 01’ 22,8” BT. Selanjutnya dari pesawat pertama pengukuran titik detail diarahkan pada belokan jalan aspal, sudut jalan aspal, belokan jalan depan pintu gerbang dan pintu gerbang.

Pesawat kedua kemudian dipindahkan ke belokan jalan menuju arah atas kompleks makam dengan pembacaan titik detail pada pinggir jalan menuju atas kompleks makam, belokan jalan menuju atas dan batas beton dan ditutup dengan pembacaan titik pokok 3 pada belokan jalan menuju atas. Pesawat ketiga kemudian dipindahkan kebelokan jalan dengan pembacaan titik detail pada belokan jalan, bukit/pohon kelapa, sudut setapak menuju lokasi, belokan jalan setapak dan ditutup dengan pembacaan titik pokok empat pada jalan setapak menuju lokasi.

Pesawat empat kemudian ditempatkan pada tengah-tengah semak dengan pembacaan titik detail pada pohon kelapa, jalan setapak menuju lokasi kompleks makam, kontur yang berada di kebun jati, kontur yang berupa pohon mangga, belokan jalan setapak, pinggir jurang dan ditutup dengan pembacaan titik pokok lima pada pohon kelapa. Pesawat lima kemudian ditempatkan ditengah jalan setapak dengan pembacaan titk detail pada belokan jalan setapak, beberapa kontur, pagar hidup, sudut pondasi, pinggir jalan setapak, sudut bangunan dalam pendopo dan ditutup dengan pembacaan titik pokok enam di tengah pendopo.

Pesawat enam kemudian dipindahkan di tengah lokasi makam dengan pembacaan titik detail disetiap sudut pagar lokasi kompleks makam, pilar pagar, keletakan makam 1, keletakan makam 2, keletakan makam 31 yang berada diujung sisi selatan, keletakan makam 41, keletakan makam 4, keletakan makam 12, keletakan makam 14, ujung makam duplikat, pohon kelapa, sudut setapak, keletakan makam 60, keletakan makam 69 yang berada di dalam cungkup, keletakan 71, keletakan makam 26, keletakan makam 27, keletakan makam 28, keletakan makam 92, keletakan makam 89, keletakan makam 86, keletakan makam 83, keletakan makam 98, sudut 1 makam 77, sudut 2 makam 77, sudut 1 makam 117, sudut 2 makam 117, keletakan makam 116, sudut makam duplikat 2, keletakan makam 127, keletakan makam 132 dan ditutup dengan pembacaan titik pokok tujuh berupa kontur.

Pesawat tujuh kemudian dipindahkan kebagian luar sebelah selatan makam dengan pembacaan titik detail pada setiap kontur yang ada disisi sebelah selatan kompleks makam. Pesawat delapan kemudian dipindahkan ke sebelah utara kompleks makam dengan pembacaan titik detail pada setiap kontur yang ada disebelah utara kompleks makam.

Dokumentasi

Pendokumentasian foto atau pemotretan di lapangan merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar sebagai salah satu perekaman data situs serta kegiatan yang dilaksanakan dalam kaitannya dengan pemetaan/pengukuran pada kompleks makam Tosalama Lampoko, Kompleks Makam Tosalama Beluwu dan Kompleks Makam Pallabuang yang ada di Kabupaten Polewali Mandar, pemotretan diarahkan pada:

  • Seluruh bangunan makam;
  • Situasi diluar/dalam Lokasi Situs;
  • Batas-batas lokasisetiap kompleks makam;
  • Situasi disekitar lokasi;
  • Kegiatan pengukuran dalam dan diluar lokasi kompleks makam;
  • Sarana dan prasarana.

Penggambaran

Secara umum kegiatan penggambaran adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan bayangan berskala dari suatu obyek/benda sebagian atau keseluruhan dengan tanda dan kode tertentu berdasarkan kebutuhan serta kepentingan gambar yang kita butuhkan.

Berdasarkan hasil pemetaan/pengukuran yang telah dilaksanakan di Kompleks Makam Tosalama Lampoko, Kompleks Makam Tosalama Beluwu dan Kompleks Makam Pallabuang yang kemudian dilakukan pengolahan data untuk selanjutnya dituangkan dalam gambar peta situasi, denah lokasi serta penampang situs cagar budaya. Adapun gambar atau peta situasi situs cagar budaya yang dihasilkan adalah sebagai berikut :

  • Gambar Peta situasi Kompleks Makam Tosalama Lampoko    Skala 1:
  • Denah lokasi Kompleks Makam Tosalama Lampoko                  Skala 1:
  • Penampang A-A Kompleks Makam Tosalama Lampoko           Skala 1:
  • Penampang B-B Kompleks Makam Tosalama Lampoko            Skala 1:
  • Gambar Peta situasi Kompleks Makam Tosalama Beluwu       Skala 1:
  • Denah lokasi Kompleks Makam Tosalama Beluwu                      Skala 1:
  • Penampang A-A Kompleks Makam Tosalama Beluwu               Skala 1:
  • Penampang B-B Kompleks Makam Tosalama Beluwu                Skala 1:
  • Gambar Peta situasi Kompleks Makam Pallabuang                    Skala 1:
  • Denah lokasi Kompleks Makam Pallabuang                                   Skala 1:
  • Penampang A-A Kompleks Makam Pallabuang                            Skala 1:
  • Penampang B-B Kompleks Makam Pallabuang                             Skala 1:

Kegiatan pemetaan/ pengukuran yang dilaksanakan pada Kompleks Makam Tosalama Lampoko, Kompleks Makam Pallabuang dan Kompleks Makam Tosalama Beluwu di Kabupaten Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat merupakan salah satu rangkaian kegiatan pengembangan dan pelestariancagar budaya, terutama dalam hal penyediaan data Peta yang dapat digunakan untuk kepentingan zoning atau penentuan batas-batas dari situs yang kemudian dapat dilanjutkan untuk penentuan langkah-langkah dan perlakuan yang sesuai untuk pengembangan dan pelestarian.

          Dari hasil pemetaan/ pengukuran tersebut dapat diketahui luas jangkauan pengukuran dan luas masing-masing situs antara lain :

  • Luas jangkauan pengukuran Kompleks Makam Tosalama Lampoko 38,6 Ha.
  • Luas jangkauan pengukuran Kompleks Makam Pallabuang 60,7 Ha.
  • Luas jangkauan Pengukuran Kompleks Makam Tosalama Beluwu 44 Ha.
  • Luas lokasi Kompleks Makam Tosalama Lampoko 273 m²
  • Luas lokasi Kompleks Makam Pallabuang 660 m²
  • Luas lokasi Kompleks Makam Tosalama Beluwu 123,4 m²

Saran-saran

          Melihat kondisi dan keberadaan situs Kompleks MakamTosalama Lampoko, Kompleks Makam Tosalama Beluwu dan Kompleks Makam Pallabuang sebagai situs purbakala yang mempunyai potensi arkeologi dan budaya yang tinggi, maka dalam hal pemanfaatan dan pelestarian situs tersebut disarankan :

  • Perlu adanya kegiatan zonasi dan studi teknis pada tiga Kompleks Makam tersebut;
  • Perlu adanya pemugaran makam, konservasi dan penataan lingkungan pada tiga Kompleks Makam tersebut;
  • Pembuatan pagar batas lokasi pada Kompleks Makam Tosalama Beluwu dan Kompleks Makam Tosalama Lampoko;
  • Penataan lokasi berupa pemasangan tebing dan pertamanan pada Kompleks Makam Pallabuang;
  • Pemasangan papan nama lokasi, papan informasi dan papan petunjuk arah pada tiga Kompleks Makam tersebut.
  • Pada Kompleks Makam Pallabuang terdapat 12 buah makam replika Raja-Raja Balanipa, namun sebaiknya makam-makam replika tersebut dipindahkan dari dalam lokasi Kompleks Makam Pallabuang dan ditempatkan disebelah selatan Kompleks Makam mengingat lahan sekitar masih kosong.