You are currently viewing Jalur Rempah dan Ajatappareng

Jalur Rempah dan Ajatappareng

Salah satu wilayah yang menarik dalam konteks Jalur Rempah (JR) adalah Ajatappareng. Namun wilayah ini teramat jarang disebut atau disinggung dalam perbincangan yang dikaitkan dengan perdagangan rempah. Dalam naskah Atturiolong ri Sidenreng, menjelaskan tentang perkawinan antara To Manurung, seorang pria yang bernama La Bangenge dari Bacukiki dengan seorang perempuan yang bernama We Tipulinge, To Tompoee dari Lawarangparang, Suppa. Dari perkawinan itulah kemudian menurunkan raja-raja (ruler) pada daerah Ajatappareng (persekutuan lima kerajaan kecil: Sidenreng, Suppa, Sawitto, Rappang dan Alitta)

Sebelum ditaklukkan oleh kerajaan Gowa, Bacukiki dan Suppa’ wujud menjadi sebuah kerajaan besar. Pada masa itulah pelabuhan Lawaramparan dan Soreang menjadi destinasi pelayaran dan perdagangan yang sangat ramai. Tempo kemegahan Suppa’ dan Bacukiki sebagai kerajaan yang berasaskan ekonomi maritim dengan dua pelabuhan kembar itu diperkirakan bersamaan dengan wujudnya kejayaan Siang dan Bantaeng.

Berangkat dari kisah ini, tim inventarisasi Situs Jalur Rempah Kota Parepare dan Pinrang, menelusuri toponim yang ada disebutkan dalam Lontaraq tersebut. Situs atau lokus seperti Lawaramparang dan beberapa pelabuhan menjadi saksi mengenai adanya perniagaan di masa lalu. Kemudian situs Kompleks Makam Datu Lacincing menandakan bahwa salah satu tokoh yang cukup terkenal dalam memimpin tiga kerajaan yaitu Arung Matoa di kerajaan Wajo, menjadi Datu di daerah Sidenreng dan Datu di daerah Bacukiki.

Sedangkan situs seperti sekolah Tionghoa, Hotel Siswa dan Rumah Asisten Residen menandakan bahwa bangsa asing sudah berada di Kota Parepare sejak dulu. Keberadaan bangsa asing tersebut merupakan hasil dari perdagangan yang dilakukan kerajaan lokal dengan bangsa luar.

Diharapkan kegiatan inventarisasi ini dapat membuka tabir perdagangan rempah di masa lampau.