Perbedaan paling jelas antara museum umum dengan museum universitas adalah museum universitas bergerak dalam lingkungan akademis. O’Connor menguraikan kajian yang dilakukan oleh Carin Jacobs tentang dua belas tahapan untuk memanfaatkan museum universitas dalam proses belajar-mengajar di universitas. Menurut Jacobs ada dua hal sebagai kunci untuk menggunakan museum sebagai media pembelajaran, yaitu content (isi atau kandungan) dan metodologi. Pertama adalah bagaimana mendidik para pendidik, dan kedua adalah menghasilkan banyak literatur tentang museum. Pihak universitas (fakultas) dan mahasiswa harus memiliki cara berfikir bagaimana membaca objek, membaca imej, dan membaca museum. Hal ini akan menambah keterampilan dalam memahami literatur.

O’Connor juga mengutip Holland Cotter yang mempertanyakan “mengapa harus museum universitas?”, Cotter menguraiakan dalam New York time Art Review pada Februari 2009 bahwa museum universitas tidak menghasilkan “powerhouse displays of masterworks”, but are instead “teaching instrument intended for hands-on use by students and scholars”.

Kandungan museum universitas sebagai tempat yang memiliki sumber data alternatif dalam proses perkuliahan. Juga dapat menjadi bahan yang dapat diaplikasikan dalam museum seni, karena museum ini mempunyai staf yang melakukan pekerjaan layaknya akademisi. Selain itu, museum universitas juga merepresetaskan beragam disiplin di antaranya sejarah, pendidikan, bahasa, keseneian, dan antropologi.

Museum universitas harus dapat memberikan nilai masa lalu (konteks sejarah), nilai saat ini, dan nilai masa depan yang didekonstruksi dalam suatu budaya mythmaking dalam dinding museum. Museum universitas juga harus menciptakan kolaborasi di lingkungan kampus. Menurut Mark Grahama dan Denyse Jomphe (2010) museum universitas yang berbasis pada institusi sains memiliki banyak hubungan yang bersifat objektif dengan universitas. Jurusan, departemen atau fakultas dapat memberikan surpervisi bagi mahasiswa, seperti layaknya para pengajar memberikan ilmunya pada saat perkuliahan. Ini akan  membentuk relasi yang sangat baik di antara sivitas akademika.

Referensi:

Mallory McGane O’Connor, 2011, Review of “Future Pathways for the University Museum,” by Carin Jacobs. In Museum History Journal, vol.4, no.1, January 2011

Grahama, Mark dan Jomphe, Denyse, (2010) “A museum and a University Co-staff a Research Rcientist”,  dalam Museum Management and Curatorship, Vo. 25,, No. 1, 107–116.