Andong, Warisan Budaya Tak Benda D.I. Yogyakarta (4-habis)

0
1672
Andong, Warisan Budaya Tak Benda D.I. Yogyakarta
Cirikhas dari andong adalah memiliki 4 roda dengan ukuran roda depan lebih kecil daripada roda belakang.

 

 

BPNB DIY, Maret 2019 – (lanjutan dari bagian ketiga…)
Andong secara ekonomi berfungsi dalam memberikan penghasilan bagi pemilik dan/atau pengemudinya. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa penghasilan mereka rata-rata berkisar antara Rp. 100.000,00 – Rp. 200.000,00 per hari. Penghasilan tersebut sebagian digunakan untuk membeli pakan kuda yang memerlukan biaya sekitar Rp. 40.000,00 – Rp. 50.000,00 per kuda. Adapun pakan kuda yang dimaksud berupa dedag dan daun kacang yang saat ini tidak bisa hanya dengan mengandalkan dari kebun sendiri. Pengadaan pakan kuda tersebut harus dilakukan dengan cara membeli. Maka dapat dikatakan dalam keadaan paling pahit, setiap hari harus diupayakan memperoleh penghasilan sekitar Rp. 100.000,00 yang dapat digunakan separuhnya untuk membeli pakan kuda dan sisanya untuk pendapatan keluarga.

Yogyakarta memiliki 15 kelompok kusir andong yang terdiri dari: 1) kelompok Kotagede yang terdiri dari 3 kelompok; 2) kelompok Bantul yang terdiri dari 4 kelompok; 3) kelompok Gamping yang terdiri dari 3 kelompok; 4) kelompok Plered yang terdiri dari 1 kelompok; 5) kelompok Piyungan yang terdiri dari 1 kelompok; 6) kelompok Jejeran yang terdiri dari 1 kelompok; 7) kelompok Umbulharjo yang terdiri dari 1 kelompok; dan 8) kelompok Gembiraloka yang terdiri dari 1 kelompok. Tiap kelompok kusir andong tersebut terdiri dari 30 – 40 kusir andong, dan jumlah total kusir andong aktif di Yogyakarta menurut keterangan informan adalah 460 orang atau sama dengan 460 andong.

Adapun yang dimaksud dengan kusir andong aktif adalah mereka yang mengemudikan andong sekaligus sebagai pemilik andong. Masing-masing kelompok kusir andong memiliki seorang ketua kelompok yang membawahi per kelompok andong, dan di atas kelompok terdapat ketua paguyuban yang membawahi semua kelompok. Ketua Paguyuban Kusir Andong Yogyakarta saat ini dijabat oleh Bapak Purwanto yang beralamat kantor di Dalem Yudonegaran.

Di jaman sekarang di mana modernisasi merambah semua bidang kehidupan saat ini, Yogyakarta masih melestarikan andong yang keberadaannya cukup mudah ditemukan di kawasan wisata Malioboro maupun di ruas jalan lainnya. Andong saat ini berfungsi untuk mengantarkan para wisatawan baik domestik maupun manca negara menikmati sebagian Kota Yogyakarta. Kawasan Malioboro merupakan salah satu tempat di mana transportasi umum tidak bermotor seperti andong dan becak diperbolehkan melintas. Di kawasan Malioboro, andong dan becak masih diminati oleh sebagian kalangan masyarakat. Hal tersebut didukung dengan keberadaan tempat wisata dan pusat oleh-oleh yang tersebar di sekitar kawasan Malioboro yang tidak dilalui oleh rute perjalanan transportasi umum bermotor.

Hal tersebut di atas memperkuat keberadaan andong yang tidak begitu saja hilang dari sistem transportasi, melainkan beralih fungsi menjadi moda transportasi wisata. Penataan transportasi yang baik, termasuk di dalamnya andong sebagai tranportasi umum maupun wisata, sudah menjadi keharusan. Keberadaan andong sebagai kendaraan klasik nan cantik dapat memperkuat jatidiri Jogja sebagai Kota Budaya. Keberadaannya harus dilestarikan melalui fasilitas-fasilitas dari pemerintah seperti regulasi, sarana dan prasarana, maupun penyuluhan dan pengarahan pada komunitas / kelompok kusir andong. Sehingga kelak generasi muda akan mengenal, mencintai, dan melestarikan andong sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta.

 

Lestari Budayaku Lestari Negeriku,
Salam Budaya ??

 

sumber : pencatatan WBTB, dokumentasi BPNB D.I. Yogyakarta
(bpw)