Museum Islam Nusantara-1
Museum Islam Nusantara, KH. Hasyim Asy’ari di Jombang

Peran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam pembangunan empat museum di daerah pada 2016, yaitu: Museum Islam Nusantara di Jombang, Museum Situs Semedo di Tegal, Museum Situs Gua Harimau di Sumatera Selatan, dan Museum Batik di Jakarta adalah:

  1. Sebagai lembaga pemerintah yang menganggarkan melalui APBN melalui program pembangunan museum. Museum merupakan pusat dokumentasi dan penelitian ilmiah, pusat penyaluran ilmu untuk umum, pusat penikmatan karyaseni, pusat perkenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa, kemudian sebagai obyek wisata, juga sebagai media pembinaan pendidikan kesenian dan ilmu pengetahuan. Di samping itu museum juga sebagai suaka alam dan suaka budaya, serta cermin sejarah manusia, alam dan kebudayaan suatu bangsa. Di era globalisasi ini museum sebagai lembaga pelestarian budaya dalam menghadapi setiap perubahan baru harus mampu menyesuaikan diri.
  2. Pendidikan memiliki hubungan yang amat erat dengan kebudayaan. Paradigmanya mengandung aspek kebudayaan atau proses budaya. Pendidikan pada dasarnya juga merupakan proses membangun kebudayaan atau membentuk peradaban. Pada sisi lain, pelestarian dan pengelolaan kebudayaan adalah untuk menegaskan jati diri dan karakter bangsa Indonesia. Museum adalah lembaga non profit yang merapakan salah satu tempat pendidikan bagi masyarakat yang nyaman dan menyenangkan.
  3. Museum adalah salah satu dari Pilar 7 dala Renstra Ditjenbud, yaitu mengenai Pengembangan Sarana dan Prasarana Budaya, di dalamnya mencakup Prasarana dan Sarana. Prasarana yang dimaksud adalah: regulasi, standardisasi, dan fasilitasi teknologi. Sedangkan Sarana Budaya yang dimaksud adalah: museum, galeri seni dan budaya, gedung seni pertunjukan, gedung pameran, padepokan, sanggar seni, pasar seni, fasilitas pendidikan formal dan non formal, dan balai pertemuan adat. Untuk mewujudkan Pilar 7 tersebut, perlu didukung dengan upaya atau program-program, antara lain: perencanaan, pembangunan, revitalisasi, fasilitasi, dan penelitian.

 

Keistimewaan museum-museum tersebut sehingga penting untuk dibangun

  1. Museum Islam Nusantara di Jombang

Museum Islam Musantara di Jombang adalah museum yang digagas oleh berbagai elemen masyarakat, di antaranya sejarahwan, budayawan, kalangan pesantren, serta masyarakat secara luas. Pemerintah pusat serta pemerintah dan masyarakat Kabupaten Jombang sangat merespon gagasan tersebut. Museum yang salah satu koleksinya berhubungan dengan Pahlawan Pergerakan Nasional KH. Hasyim Asy’ari, dibangun Lingkungan Pondok Pesantren Tebuireng, Cukir, Diwek Jombang.

Tata pamer museum ini tidak hanya sekadar “exhibition collection” (hanya memamerkan benda-benda koleksi museum), tetapi lebih ke ”Participation and Interactive exhibiton” (partisipatori dan interaktif), agar pengunjung mendapatkan pengalaman yang lebih menyenangkan. Tata pamer seperti ini juga akan memberi kesan adanya keterikatan antara pengunjung, koleksi serta cerita dibalik koleksi.

Museum ini dapat mengabadikan, mengumpulkan, melestarikan, meneliti, mengomunikasikan, dan memamerkan kepada masyarakat tentang benda-benda peninggalan bersejarah tentang perkembangan dan perjuangan agama Islam di Nusantara. Museum yang nantinya akan dinamakan Museum Islam Nusantara “KH. Hasyim Asy’ari” di Jombang ini akan berisi informasi mengenai sejarah masuk dan bekembangnya Islam di Nusantara,  hingga pada zaman perjuangan melawan penjajah, zaman pergerakan nasional dan pada era reformasi.

  1. Museum Situs Semedo di Tegal

Situs Semedo adalah situs manusia purba yang ditemukan pada 2005. Hasil penelitian di Situs Semedo yang pernah dilakukan oleh BPSMP Sangiran dan Balai Arkeologi Yogyakarta antara lain himpunan artefak litik berupa alat batu massif dan non-massif. Alat batu massif terdiri atas kapak penetak (chopping), kapak perimbas (chopper), kapak genggam (hand axe), batu berfaset (polyhedral), batu inti (core), dan batu pukul (percutor). Alat batu non-massif berupa alat serpih, serpih, serut, gurdi, serpihan non-intensional. Bahan koral kersikan ini hanya ditemukan di Situs Semedo dan menjadi ciri utama situs ini, karena di situs-situs paleolitik yang lain belum pernah ditemukan bahan alat dari koral kersikan.

Museum ini berdiri di atas tanah seluas 10.582 meter persegi. Museum ini tidak hanya berfungsi sebagai museum saja, tetapi menjadi pusat penelitian dan informasi tentang manusia purba, juga sebagai tempat rekresi. Dengan dibangunnya museum ini akan menjadi titik awal pembangunan di daerah Semedeo. Museum Semedo diharapkan menjadi pemicu tumbuhnya sarana dan prasarana yang baik yang diperlukan masyarakat sekitar, yang kedepannya dapat meningkatkan kesejahteraannya.

Selain itu juga ada jenis fauna yang telah teridentifikasi meliputi Elephantidae (gajah purba), Bovidae(kerbau, sapi, banteng), Cervidae (sejenis rusa), Rhinoceros sp. (badak), Suidae (babi), Hippopotamus sp. (kuda nil), Canidae, Felidae, Hyaenidae, Chelonidae (penyu), Crocodilidae (buaya), dan Lamnidae(ikan hiu). Fosil avertebrata yang berhasil ditemukan adalan phylum CeolenterataEchinodermata, danmolusca. Salah satu temuan lain dari situs Semedo adalah gajah kerdil purba atau Stegodon (pygmy) Semedoensis. Jenis stegodon tersebut diyakini endemik Semedo, tak bisa dijumpai di wilayah lain.

Balai Arkeologi Yogyakarta juga berhasil mengidentifikasi dengan analisis morfometris dua gigi yang diduga kuat adalah fosil kera besar atau kera raksasa (Gigantopithecus blacki). Penemuan fenomenal ini mematahkan konsep para ahli paleontologi yang menyimpulkan bahwa habitat Gigantopithecus hanya berada di sekitar Tiongkok, Vietnam, dan India. Kera ini disebut raksasa karena tingginya mencapai lebih dari 3 meter atau 9–12 kaki. Dilihat dari konteksnya, fosil kera raksasa ini ditemukan pada lapisan tanah berumur sekitar satu juta tahun lalu.

Fosil dari Situs Semedo sebelumnya diselamatkan di rumah Bapak Dakri, warga Desa Semedo yang berada di RT. 05 RW 02. Di rumah yang sederhana, berlantai tanah dan berdinding anyaman bambu itu, tersimpan lebih dari 3.000 koleksi yang terdiri atas artefak, fosil tumbuhan dan hewan, serta fragmen tengkorak Homo Erectus. Pemerintah Daerah membangun pendopo kecil di samping rumah Bapak Dakri agar pengunjung dapat menikmati temuan purbakalan dari situs Semedo.

  1. Museum Situs Gua Harimau di Sumater Selatan

Museum ini terletak di lereng Bukit Karang Sialang, Desa Padangbindu Kecamatan Semidangaji, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan. Sebenarnya untuk mencapi tempat ini hanya sekitar 1,5 kilometer atau tidak sampai 1 jam dengan berjalan kaki dari desa terdekat. Tetapi memerlukan waktu tempuh 7 jam dari Palembang. Lama perjalanan juga disebabkan kondisi jalan yang sangat rusak.

Di situs ini terdapat gambar atau seni cadas (rock art) dan komplek pemakaman purba terbanyak dan terlangka di Asia Tenggara. Oleh karena jumlah kerangka yang ditemukan dalam satu gua sangat banyak. Kerangka hewan seperti awam, anjing, dan babi juga ditemukan dalam dua ini. Fosil manusia tersebut berumur sekitar 3.500 dan 2.000 tahun.

Seluruh rangka manusia dari Goa Harimau yang umumnya dikubur dengan orientasi timur (kepala) dan barat (kaki), merupakan ras Mongoloid. Salah satu kerangka yang masih utuh memiliki panjang (tinggi badan) sekitar 2 meter.Ciri-ciri morfologis yang mengarah pada Ras Mongoloid adalah dari bentuk Tengkorak yang meninggi dan membundar (brachycephal), tulang tengkorak bagian belakang (occiptal) yang datar, morfologi gigi seri, bentuk orbit mata, kedalaman tulang hidung (nasal), serta dari postur tulang dan tubuh mereka yang khas Mongoloid.

Diduga gua ini  merupakan pemukiman petani pada masa prasejarah di Nusantara. Jadi artinya gua ini tidak hanya sekadar tempat untuk tinggal, tetapi untuk aktifitas lain, di antaranya untuk perkuburan. Di bagian dalam gua masih ada jejak okupasi yang belum diekskavasi.

Gambar cadas di Goa yang salah satunya merupakan bagian dari kepercayaan masyarakat purba ternyata telah ‘’menyentuh” Sumatera. Cara melukisnya, menurut Pindi Setiawan, ahli lukisan gua dari Fakultas Seni Rupa ITB, dengan menggunakan jari yang seolah-olah sebagai “kuas”. sebagian besar lukisan itu didominasi warna merah dengan motif duri ikan, lingkaran, kotak-kotak dan zig zag, serta guratan-guratan tak beraturan yang sudah mulai pudar warnanya.

Penemuan ini menjadi bahan untuk dapat mengkritisi teori “Out of Taiwan”, yang menjelaskan bahwa penduduk Sumatera awal adalah ras Mongoloid yang berasal dari daratan Asia melalui Taiwan-Filipina-Sulawesi. Selanjutnya ke Madagaskar melalui Kalimantan, Sumatera, dan Jawa. Maka dari itu dapat diciptakan teori baru tentang alur migrasi manusia prasejarah pendukung budaya Austronesia ke Nusantara.

Temuan di situs ini menunjukkan usia yang sama dengan temuan di Ulu Tijanko, Jambi, yaitu sekitar 3.500 tahun. Begitu juga dengan budaya Austronesia di Sulawesi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sejak awal persebaran ras Mongoloid tidak hanya terjadi di bagian tengah Nusantara (jalur Taiwan-Filipina-Sulawesi), tetapi juga di bagian barat melalui daratan Asia Tenggara ke Sumatera-Jawa. Menurut Dr. Harry Widianto “Sisa-sisa kerangka manusia di Goa Harimau, juga di Pondok Selabe dan Goa Putri yang masih dalam satu kawasan, adalah bukti dari pergerakan ’jalur baru’ tersebut”.

  1. Museum Batik di Jakarta

Batik Indonesia telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda, dan sebagai tindak lanjut dari penetapan tersebut, perlu dibangun suatu wadah yang berbentuk museum. Tujuannya adalah sebagai salah satu tempat pewarisan pengetahuan sekaligus budaya batik yang merupakan salah satu identitas bangsa kita.

Museum Batik adalah dibangun dengan luas sekitar 2.067m2. Pembangunannya akan dilaksanakan dalam 3 tahun (3 tahap). Realisasi Pembangunan Museum Batik pada 2015 ini adalah pekerjaan struktur bangunan gedung Museum sampai dengan Kolom lantai 3 (lantai 4 berupa dak atap); dan Land Clearing (pemindahan kandang kupu-kupu, kijang, plaza belakang dll).