Museum Samparaja-BimaKoordinasi dengan dinas terkait serta pemilik Museum Samparaja telah dilakukan dalam rangka persiapan pelaksanaan kegiatan revitalisasi museum Samparaja melalui program tugas pembantuan.

Dari kegiatan koordinasi ini dapatkan beberapa hal yang penting, yaitu:

  1. Lahan Museum Samparaja berada di dalam batas kota, sehingga secara administratif masuk di wilayah Kota Bima. Kota ini hanya berpenduduk kurang dari 300 ribu orang. Kota Bima ini baru terbentuk pada 2002 sebagai hasil dari pemekaran dari Kabupaten Bima.
  2. Pemilik dan pendiri Museum Samparaja, Dr. Siti Maryam, sangat mengapresiasi perhatian dari Direktorat Peletarian Cagar Budaya dan Permuseuman (Dit. PCBM) atas rencana revitalisasi Museum Samparaja. Namun, secara teknis beliau menyerahkan pelaksanaan revitalisasi kepada Pemerintah Kota dan secara konten dan substansi akan membantu Pemerintah Kota agar tujuan revitalisasi museum dapat tercapai dengan optimal.
  3. Aset-aset pemerintah Kota, yaitu yang termasuk dalam wilayah Kota termasuk beberapa Cagar Budaya, banyak yang masih dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten. Sehingga Pemerintah Kabupaten masih banyak terlibat dalam pelestarian Cagar Budaya di wilayah Kota. Di antara kegiatan yang masih dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten adalah pendaftaran Cagar Budaya, sebab Kabupaten telah memiliki tim pendaftar dan peralatan yang diberikan sebagai fasilitas yang diberikan oleh Pemeritah Pusat. Sedangkan Pemerintah Kota belum memiliki keduanya, baik tim maupun peralatan pendaftaran Cagar Budaya.
  4. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bima juga akan turut membantu dalam menyukseskan revitalisasi Museum Samparaja, sebab Dinas tersebut telah memiliki tenaga permuseuman yang baru saja lulus dari program Master Permuseuman di Universitas Indonesia.

Museum Samparaja

Museum “Samparaja” Bima merupakan salah satu usaha dari Yayasan Museum Kebudayaan “Samparaja” Bima yang diketua oleh Hj. Siti Maryam R. Salahuddin, SH., puteri dari Sultan Salahuddin Sultan Bima terakhir.

Museum Samparaja-Bima-Siti Mariam
Ibu Hj. Siti Maryam R. Salahuddin, SH. (tengah) saat memperlihatkan naskah kuna koleksi Museum Samparaja.

Yayasan ini didirikan dengan Akte Notaris Nomor: 493 pada Sabtu 17 Agustus 1985, dengan tujuan untuk sejauh mungkin bisa menyelamatkan benda-benda budaya bersejarah dari kepunahan, melestarikan nilai-nilai budaya daerah yang adi luhung dan mengadakan usaha penelitian serta pembahasan menyangkut kebudayaan daerah Bima untuk memperkaya khasanah budaya bangsa Indonesia.

Khusus mengenai peninggalan Kesultanan Bima yang berupa naskah-naskah lama yang tertulis dalam aksara Arab berbahasa Melayu yang jumlahnya cukup banyak, dilakukan tindakan penyelamatan terhadap fisik maupun isi naskah yang mengandung berbagai macam jenis ilmu, sejarah pemerintahan di Bima, Hukum Adat dan Hukum Islam yang diterapkan, ilmu pertanian, kelautan, perbintangan, hubungan interaksi dengan daerah-daerah lain mauoun hubungan perdagangan dengan negara asing.

Oleh karena itu, pada 1987,1988, 1989, usaha Ketua Yayasan adalah menyelamatkan naskah-naskah yang ada dengan cara mengawetkan atau dilaminasi atas bantuan dan kerjasama dengan Arsip Nasional R.I di Jakarta. Sehingga, hampir seluruh naskah secara bertahap sudah bisa diselamatkan dari kepunahan, termasuk kitab-kitab Al Qur’an tulis tangan peninggalan kesultanan (La Nonto Gama) pun sudah diawetkan. Kurang lebih jumlah naskah yang sudah dikerjakan sebanyak 2.500 lembar dilaminasi bisa bertahan 50-100 tahun lagi berarti bisa dibaca dan dipelajari oleh generasi sekarang dan akan datang.

Karena tujuan pertama dari Yayasan Museum Kebudayaan menyediakan sarana khusus untuk naskah-naskah tersebut, maka rencana mendirikan museum sebagai wadah untuk menghimpun berbagai corak dan ragam karya budaya mulai dirintis. Setelah diadakan konsultasi dengan Direktorat Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayan di Jakarta, disarankan untuk membuat museum, tidak hanya untuk naskah saja, tetapi juga etnografi atau museum khusus benda-benda budaya termasuk di dalamnya naskah-naskah.

Pada 1990, oleh Hj. Siti Maryam R. Salahuddin, SH, mendirikan suatu gedung museum berarsitektur tradisional Bima “Uma Ceko” dan diresmikan pembukaannya oleh Bupati Bima Adi Haryanto, dan dihadiri oleh wakil dari Direktorat Permuseuman Direktorat Jenderal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta pada 10 Agustus 1995, di Bima.

Selain sebagai sarana untuk menyimpan benda-benda budaya dan bersejarah, Museum “Samparaja” juga memperagakan berbagai pakaian adat lama semasa Kesultanan Bima dari pakaian adat pangkat-pangkat adat, pakaian upacara upacara-upacara adat, pakaian penganten dan pakaian adat anak-anak. Peragaan menggunakan boneka-boneka manequin laki-laki/perempuan yang ditempatkan dalam vitrin. Selain dari pada itu, tersimpan pula benda-benda hasil karya tradisional berupa ukiran dari kayu dan perak serta barang-barang keramik lama.

Benda-benda budaya yang tersimpan dari Museum “Samparaja” merupakan koleksi pribadi dari Hj. Siti Maryam R. Salahuddin, SH di luar benda-benda pusaka dan atribut Kesultanan Bima yang disimpan di Museum “Asi Mbojo” . Dengan demikian, Museum Kebudayaan “Samparaja” Bima berstatus sebagai museum pribadi.

Museum Kebudayaan “Samparaja” juga berfungsi sebagai sumber informasi dan penelitian/pengkajian kebudayaan Bima dengan terkumpulnya naskah-naskah bersejarah dan tulisan-tulisan yang mengungkap masalah budaya.

Sementara itu, pada 1990 diterbitkan Katalog Naskah Bima dengan judul Katalogus Naskah Melayu-Bima Jilid I yang disusun oleh Hj. Siti Maryam R. Salahuddin, SH (Ketua Yayasan Museum “samparaja” Bima) bersama seorang ahli philoloog, Dosen Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jakarta, DR. Wulan Rujiati Mulyadi, dan pada 1992 diterbitkan jilid ke II-nya.

Dari naskah Museum “Samparaja: yang sudah ditransliterasi ke dalah Huruf Latin (karena naskah asli tertulis dalam aksara Arab berbahasa Melayu) telah diterbitkan satu buku berjudul “Bo Sangaji Kai” (catatan-catatan Kerajaan Bima) setelah lebih kurang 700 halaman, disusun bersama oleh DR. Henri Chambert Loir. Ahli Philoloog Perancis dari Lembaga Kebudayaan Perancis EFEO (Ecole Francaise di Extrime Orient) dan Hj. Siti Maryam R. Salahuddin, SH yang diluncurkan pada 3 Februari 2000 di Perpustakaan Nasional RI Jakarta. Buku ini telah menjadi salah satu Dokumen Nasional.

Bersyukur ada perhatian Pemerintah Daerah Propinsi NTB dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bima yang membantu pembiayaan percetakan. Dalam hal ini, Drs. H. Warsito da. Drs. Harun Alrasyid M.Si serta Bupati Bima Adi Haryanto.

Bantuan juga diperoleh dari Museum Negeri NTB Mataram berupa vitrin-vitrin kaca dan beberapa buah boneka peragaan untuk ruangan pameran.

Pada 2004 Pemerintah Daerah Kota Bima telah membentu Museum “Samparaja” dengan biaya untuk menambah ruangan yang akan menjadi ruangan perpustakaan/ruang baca.

Museum “Samparaja” telah terdaftar namanya dalam buku “Khasanah Naskah” panduan koleksi naskah-naskah Indonesia sedunia Word Guide To Indonesia Collections“. Sejalan dengan itu, agar sejarah Kebudayaan Bima dikenal oleh generasi muda dan dunia luar, Museum “Samparaja” membuka kesempatan dan memupuk perhatian cendekiawan/ilmuwan untuk melakukan studi penelitian naskah-naskah yang mengandung ilmu agama Islam yang diimplementasikan ke dalam kehidupan berpemerintahan dan bermasyarakat di daerah Bima pada zaman kesultanan.

Untuk menambah pengetahuan, Museum “Samparaja” mengirim petugas dan/atau peminat ke setiap kesempatan penataran pelestarian dan pemeliharaan naskah (konservasi naskah) dan lain-lain.

Pada Maret 2007, oleh Perpustakaan Nasional Jakarta dilakukan konsevasi, digitalisasi dan mikro film terhadap kurang lebih 2200 lembar naskah kuno (manuskrip) yang lepas maupun yang dijilid bertempat di Museum “Samparaja” di Bima. Pekerjaan tersebut dilakukan oleh sembilan orang petugas dari Perpustakaan Nasional Jakarta dalam waktu tiga hari. Juga dilakukan digitalisasi dan mikro film dari naskah-naskah yang sudah dikonservasi sebelumnya.

Dengan demikian, Museum “Samparaja” Bima sampai saat ini menyimpan naskah-naskah kuno (manuskrip) yang sudah dilaminasi, didigitalisasi dan mikrofilmkan sejumlah lebih kurang 5000 lembar naskah lepas dan yang dijilid.

Saat ini Museum “Samparaja” Bima mendapat tugas sebagai penyelenggara Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara XI, di Bima pada 26-28 Juli 2007, dan Kepala Museum “Samparaja” Bima ditugaskan sebagai Ketua Panitia Pelaksanasimosium tersebut. (Khanifudin Malik)