IMG_9046-Goa HarimauGoa Harimau terletak di lereng Bukit Karang Sialang, Desa Padangbindu Kecamatan Semidangaji, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan. Sebenarnya untuk mencapi tempat ini hanya sekitar 1,5 kilometer atau tidak sampai 1 jam dengan berjalan kaki dari desa terdekat. Tetapi memerlukan waktu tempuh 7 jam dari Palembang. Lama perjalanan juga disebabkan kondisi jalan yang sangat rusak.

Di bawah kawasan kars yang terdapat sungai kecil bernama Ayakamanbasah, terdapat banyak gua, di antaranya Goa Karang Pelaluan, dan Goa Karang Beringin. Yang paling dekat dengan Goa Harimau adalah Goa Selabe dan Goa Putri.IMG_9039-Lukisan Goa Harimau

Di situs ini terdapat gambar atau seni cadas (rock art) dan komplek pemakaman purba terbanyak dan terlangka di Asia Tenggara. Oleh karena jumlah kerangka yang ditemukan dalam satu gua sangat banyak. Kerangka hewan seperti awam, anjing, dan babi juga ditemukan dalam dua ini. Fosil manusia tersebut berumur sekitar 3.500 dan 2.000 tahun.

Menurut Dr. Harry Widianto—ahli Paleoantropologi yang saat ini menjabat sebagai Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman—seluruh rangka manusia dari Goa Harimau yang umumnya dikubur dengan orientasi timur (kepala) dan barat (kaki), merupakan ras Mongoloid. Salah satu kerangka yang masih utuh memiliki panjang (tinggi badan) sekitar 2 meter.

Ciri-ciri morfologis yang mengarah pada Ras Mongoloid adalah dari bentuk Tengkorak yang meninggi dan membundar (brachycephal), tulang tengkorak bagian belakang (occiptal) yang datar, morfologi gigi seri, bentuk orbit mata, kedalaman tulang hidung (nasal), serta dari postur tulang dan tubuh mereka yang khas Mongoloid.

Diduga gua ini  merupakan pemukiman petani pada masa prasejarah di Nusantara. Jadi artinya gua ini tidak hanya sekadar tempat untuk tinggal, tetapi untuk aktifitas lain, di antaranya untuk perkuburan. Di bagian dalam gua masih ada jejak okupasi yang belum diekskavasi.

Gambar cadas di Goa yang salah satunya merupakan bagian dari kepercayaan masyarakat purba ternyata telah ‘’menyentuh” Sumatera. Cara melukisnya, menurut Pindi Setiawan, ahli lukisan gua dari Fakultas Seni Rupa ITB, dengan menggunakan jari yang seolah-olah sebagai “kuas”. sebagian besar lukisan itu didominasi warna merah dengan motif duri ikan, lingkaran, kotak-kotak dan zig zag, serta guratan-guratan tak beraturan yang sudah mulai pudar warnanya.

Penemuan ini menjadi bahan untuk dapat mengkritisiteori “Out of Taiwan”, yang menjelaskan bahwa penduduk Sumatera awal adalah ras Mongoloid yang berasal dari daratan Asia melalui Taiwan-Filipina-Sulawesi. Selanjutnya ke Madagaskar melalui Kalimantan, Sumatera, dan Jawa. Maka dari itu dapat diciptakan teori baru tentang alur migrasi manusia prasejarah pendukung budaya Austronesia ke Nusantara.

Temuan di situs ini menunjukkan usia yang sama dengan temuan di Ulu Tijanko, Jambi, yaitu sekitar 3.500 tahun. Begitu juga dengan budaya Austronesia di Sulawesi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sejak awal persebaran ras Mongoloid tidak hanya terjadi di bagian tengah Nusantara (jalur Taiwan-Filipina-Sulawesi), tetapi juga di bagian barat melalui daratan Asia Tenggara ke Sumatera-Jawa. Menurut Dr. Harry Widianto “Sisa-sisa kerangka manusia di Goa Harimau, juga di Pondok Selabe dan Goa Putri yang masih dalam satu kawasan, adalah bukti dari pergerakan ’jalur baru’ tersebut”.

IMG_8880-Museum Si Pahit Lidan dan Goa PutriPada 2015 ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direkorat  Jenderal Kebudayaan akan membangun satu museum yang dinamakan Museum Situs Goa Harimau. Masterplan dan DED Museun Situs Goa Harimau ini telah dibuat pada 2014. Museum Situs ini rencananya akan didirikan di dekat Museum Si Pahit Lidah dan Goa Putri. (Ivan Efendi)