Ceruk Kars Prasejarah
Kota Takengon terkenal dengan sebutan “negeri di atas awan”, karena letaknya di perbukitan dengan ketinggian 1.200 mdpl. Bukit-bukit menghampar mengelilingi hampir sekeliling kota, kecuali di sisi timur. Di bagian ini terdapat Danau Laut Tawar yang juga dikelilingi perbukitan yang memanjang dari timur ke barat. Kondisi alam seperti ini benar-benar membuat Kota Takengon memiliki pemandangan yang indah.
Takengon dihiasi oleh ceruk-ceruk kars di lereng bukit yang mengelilingi Danau Laut Tawar. Di antara ceruk-ceruk kars itu ada tiga ceruk yang sangat istimewa. Ketiga ceruk itu berada di sebelah baratlaut Danau Laut Tawar, Kecamatan Kebayakan, Kabupaten Aceh Tengah. Kini ketiganya telah dilakukan penelitian oleh Balai Arkeologi Sumatera Utara. Satu bukti kehidupan masa prasejarah pun ditemukan di dalamnya.
Ketiga ceruk ini dikenal dengan nama Loyang Mendale. Situs hunian gua yang berasal dari masa Mesolitik hingga Neolitik. Ceruk-ceruk itu menghadap ke selatan, ke arah Danau Laut Tawar. Pada masa Mesolitik, kelompok manusia yang ada di Loyang Mendale hidup dengan bertumpu pada hasil buruan binatang darat maupun yang hidup di air.
Tempat ideal untuk hunian
Apabila diamati dari bentang alam di sekitar Loyang Mendale, jelas pemilihan lahan itu merupakan strategi adaptasi atas model lingkungan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Lokasi yang relatif datar dengan langit ceruk yang dapat menaungi sekelompok manusia di dalamnya, serta letaknya yang berdekatan dengan Danau Laut Tawar menjadikan Loyang Mendale sebagai tempat yang ideal untuk hunian.
Ceruk yang baru-baru ini dilakukan penelitian adalah ceruk ketiga yang terletak di sebelah barat. Temuan yang paling menonjol dari ceruk ini adalah adanya dua kubur individu yang letaknya di dekat dinding ceruk.
Lantas siapakah penghuni Loyang Mendale ini? Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, aktivitas manusia yang menghuni Loyang Mendale telah ada sejak masa prasejarah Mesolitik, yaitu dari sebelum 8430 ± 80 BP hingga masa Neolitik awal sekitar 5080 ± 120 hingga 3115 ± 30.
Temuan artefak yang ditemukan adalah kapak genggam sumatera, yaitu sejenis kapak yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera dan menjadi ciri pendukung budaya Hoabinh. Temuan kubur individu di Loyang Mendale memiliki kesamaan dengan yang ada di Asia Tenggara daratan. Perlakuan terhadap si mati, yaitu memberi bekal kubur dan melipat tubuh, ditemukan di situs-situs masa mesolitik yang dikaitkan dengan budaya Hoabinh.
Kubur individu pada ceruk barat posisi kepala terletak di barat. Posisi tubuh terlentang dengan kaki terlipat. Bagian dada ditindih dengan bongkahan batu tufa. Di dalam kubur ini juga ditemukan bekal kubur.
Memiliki gen yang sama
Adakah hubungan erat antara manusia yang pernah menghuni Loyang Mendale dengan masyarakat Gayo? Untuk menjawab pertanyaan ini telah dilakukan penelitian genetika mengetahui sejarah gen di masyarakat Gayo. Dengan mengambil sampel pada rangka manusia yang ditemukan di Loyang Mendale serta sampel DNA dari masyarakat Gayo sekarang. Hasilnya cukup mencengangkan, ternyata rangka manusia dari Loyang Mendale memiliki gen yang sama dengan masyarakat Gayo saat ini!
Takengon, indera kita tak hanya dimanjakan dengan pemandangan danau dan perbukitan, serta aroma kopi gayo yang memikat, tempat ini juga menjadi bukti peradaban manusia di masa lalu. Loyang Mendale telah sukses menguak jejak leluhur masyarakat Gayo di Takengon. (Ummi Alifah-Sub Direktorat Registrasi Nasional)
Baca juga:
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpcbm/jejak-kebudayaan-hoabinhian-pedalaman-di-loyang-mendale-aceh-tengah/