Kukar yang Mengakar
Saat itu, sekitar 300-an Masehi, cukup “jauh” dari 2018. Kira-kira 1718 tahun yang lalu berdirilah satu kerajaan Hindu di Kutai. Raja pertamanya bernama Kudungga. Ia memiliki cucu yang bernama Mulawarman. Generasi ketiga dari Sang Kudungga itu meninggalkan tugu peringatan. Tugu itu diberikan oleh para Brahmana, sebagai “penanda” sifat kedermawanan Sang Mulawarman.
Tugu yang dihadiahkan dari para Brahmana itu kini seolah menjadi akar sejarah. Sejarah mengenai kerajaan Hindu tertua yang pernah ada di Indonesia. Masa berdiri kerajaan ini memang belum pasti. Ada yang mengatakan pada empat Masehi. Ada pula yang menetapkannya pada lima Masehi. Mana yang benar, tak jadi masalah, karena tugu itu tetap yang tertua.
Tugu-tugu itu berupa batu tegak seperti tiang bernama Yupa. Di permukaannya terpahatkan pesan-pesan berbahasa Sanskerta. Dipahatkan dengan aksara Pallawa awal. Pesan-nya begitu mendalam. Terukir pula silsilah kerajaan dan keagungan Sang Mulawarman hingga kedermawanannya.
Kini, tempat ditemukannya prasasti ini telah berkembang begitu pesat. Di Desa Muara Kaman Hulu, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur lah tempat yupa-yupa tersebut ditemukan. Yupa yang ditengarai merupakan Yupa ke-8 juga masih berada di sini, dan telah diberi penutup berupa cungkup. Ketujuh Yupa lainnya sekarang berada di Museum Nasional. Semuanya telah berstatus sebagai Cagar Budaya peringkat Nasional.
Raja pun berganti menjadi sultan
Seiring waktu berjalan, empat abad setelah kerajaan Hindu pertama runtuh, Kerajaan Kutai Mulawarman diambil alih oleh Kerajaan Kutai Kartanegara. Melalui pertempuran yang terjadi pada abad XVII. Tepatnya pada masa pemerintahan Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa. Ia adalah Raja Kutai Kartanegara yang ke-8. Lokasi kerajaan ini begitu strategis, karena terletak di tepi Sungai Mahakam. Kerajaan Kutai Kartanegara berkembang pesat karena mendapat dukungan Kerajaan Majapahit.
Sebenarnya sempat terjadi pemindahan pusat pemerintahan. Perpindahan itu dilakukan pada masa kepemimpinan Aji Muhammad Parikesit sebagai Sultan Ke-19. Ia adalah Raja Kutai Kartanegara terakhir. Di tempat baru ini dibangunlah Istana Kerajaan Kutai Kartanegara bergaya Eropa Klasik.
Bagunan istana itu masih berdiri kokoh hingga kini. Begitu juga dengan dermaganya, yang menjadi pusat pelabuhan transportasi air pada masa itu. Kerajaan Kutai Kartanegara runtuh pada Desember 1959. Seiring dengan adanya Peraturan Pemerintah tentang menghapuskan swapraja. Istana bergaya Eropa Klasik itu kini telah berubah menjadi museum provinsi. Saat ini gedung museum itu dalam kondisi baik dan berpotensi menjadi Cagar Budaya Nasional.
Rangkaian panjang sejarah di Kutai Kartanegara memang mengakar pada tugu-tugu batu itu. Akan tetapi, ada pula tinggalan-tinggalan lainnya. Salah satunya kubur tempayan yang berada di Gunung Selendang Sanga-sanga. Tepatnya berada di Kelurahan Sanga-Sanga, Kecamatan Sanga-Sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Kubur tempayan yang disebut tajau itu berisi jasad manusia. Berdasarkan hasil penelitian diperkirakan berasal dari sekitar 1470 Masehi. Usai penelitian, kubur tempayan ini ditutup kembali. Informasi mengenai kubur tempayan itu sekarang dapat dilihat di Pusat Informasi Wadah Kubur. (Rucitra Deasy Fadila-Subdit Registrasi Nasional)
Baca juga: