Sudah ada sejak 6.500 tahun SM

Beton sudah dikenal dalam kehidupan sehari-hari manusia sejak lama. Seperti pada rumah, gedung, jembatan, atau menara. Teknologi pembuatan bangunan menggunakan beton sudah ada sejak 6.500 tahun SM. Berkembang dalam peradaban Siria. Kemudian menyebar ke wilayah Mesir, Timur Tengah, dan Yunani. Lalu disempurnakan oleh orang Romawi.

Kekuatannya dalam struktur bangunan membuat teknologi beton menjadi material pokok. Pada masa Revolusi Industri, sekitar pertengahan abad ke-19, penggunaan beton semakin masif. Terutama setelah ditemukannya kombinasi struktur bangunan antara logam dan beton. Besi dan baja digunakan sebagai tulang beton untuk memperkokoh bangunan yang lebih besar. Pengaruh teknologi ini tersebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.

Beton dikenal sebagai salah satu elemen penting dalam struktur bangunan. Fungsinya menjadi penting, karena suatu bangunan harus memiliki sistem pembagian beban seluruh elemen bangunan yang didirikan. Beton adalah material komposit yang tersusun atas bahan granular kasar (agregat/pengisi) yang disematkan pada material keras (semen).

Di Indonesia, beton diartikan sebagai campuran antara semen Portland atau semen hidraulik lain, agregat halus, agregat kasar, dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat. Bahan granular kasar yang dalam teknik bangun biasa disebut agregat tersebut merupakan material granular berupa pasir, kerikil, batu pecah, atau kerak tungku pijar yang dipakai bersamaan dengan media pengikat untuk membentuk suatu beton atau adukan semen hidrolik. Agregat terbagi menjadi dua berdasarkan ukuran, yaitu agregat halus berupa pasir alam sebagai hasil pemisahan alami batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 5 mm dan agregat kasar yang berukuran 5 mm sampai 40 mm.

Dikenal sejak masa kolonial

Penggunaan beton di Indonesia dikenal sejak masa kolonial. Setelah beberapa bangsa seperti Portugis, Inggris, dan Belanda memperkenalkannya. Rumah tinggal, gedung pemerintahan, gedung perkantoran, bangunan pertahanan seperti benteng, pabrik, stasiun, hingga jembatan dibuat dengan beton. Kolonialisasi Belanda di Nusantara, yang berlangsung cukup lama, membuat beton menjadi salah satu penanda penguasaan wilayah Hindia Belanda.

Misalnya saja keberadaan bangunan Istana Kepresidenan di Jakarta yang begitu megah. Dahulu dibangun sebagai tempat Gubernur Jenderal Hindia Belanda melangsungkan pemerintahannya. Begitu banyak bentukan arsitektur dengan menggunakan beton seperti menjadi suatu ciri bagi keberadaan Bangsa Belanda di Indonesia. Hal ini berlangsung hingga pertengahan abad ke-20. Fakta sejarah ini membuat kita seolah meyakini bahwa teknik konstruksi menggunakan beton mulai dan berkembang sejak Bangsa Eropa hadir di Nusantara.

Benarkah beton dikenal dari Bangsa Eropa?

Di Kabupaten Karawang bagian utara, terdapat tinggalan purbakala Batujaya. Tinggalan itu berasal dari masa Hindu-Buddha. Terdiri atas lebih dari 30 reruntuhan bangunan bata yang tersebar seluas sekitar 5 km². Seluruh reruntuhannya sudah tertimbun tanah membentuk bukit-bukit kecil. Oleh penduduk setempat bukit-bukit kecil itu disebut unur. Ketinggiannya 1 sampai 4 meter, berdiameter 5 sampai 100 m.

Hasil penelitian arkeologi menyatakan bahwa percandian di Batujaya berkaitan dengan  Kerajaan Tarumanagara. Kerajaan ini berkembang pada abad ke-5 hingga ke-7 Masehi. Menjadikan Batujaya sebagai kompleks percandian tertua di Indonesia.

Beberapa penemuan arkeologis di Batujaya antara lain ornamen, relief, dan arca-arca berukuran kecil (stucco-figurines). Benda-benda itu dibuat dari kapur. Benda dari bahan serupa juga ditemui pada pelapis dinding yang dinaman lepa. Temuan seperti ini juga ada pada bagian fondasi, kaki candi, dan badan candi.

Selain sebagai pelapis dinding, stuko juga digunakan sebagai perkerasan permukaan lantai, dan permukaan halaman candi. Khusus untuk perkerasan permukaan lantai dan permukaan halaman candi digunakan beton stuko (stucco concrete). Kandungannya terdiri atas stuko dan kerikil berdiameter sekitar 2 sampai 3 cm. Jika dilihat sebagai beton dalam pengertian umum, bahan stuko di Percandian Batujaya merupakan ‘semen’ perekat agregat/pengisi berupa kerikil, sehingga menghasilkan adukan beton yang cukup keras.

Batujaya memiliki teknologi konstruksi beton tertua di Nusantara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beton stuko candi Batujaya dibuat pada tahap pembangunan kedua. Pembangunan secara bertahap ini dilakukan karena adanya kerusakan atau untuk perbaikan. Beton stuko digunakan seiring dengan peninggian lantai candi.

Salah satu contohnya adalah beton stuka di Candi Segaran V (Blandongan). Pada bagian ini telah dilakukan uji pertanggalan di laboratorium. Menggunakan sampel arang kulit padi yang terdapat dalam bata penyusun candi. Hasil laboratorium itu menghasilkan pertanggalan antara 710 sampai dengan 980 Masehi.

Hal ini menunjukkan bahwa Batujaya memiliki teknologi konstruksi beton tertua di Nusantara. Artinya, jauh sebelum kedatangan Bangsa Eropa di Nusantara. (Yogi Abdi Nugroho-Sub Direktorat Registrasi Nasional)

Baca juga:

Pengembangan Museum Situs Batujaya

Buni Batujaya Satu Populasi Dua Budaya

Pendukung Kebudayaan Buni Merupakan Cikal Bakal Tarumanagara