Pada Selasa (21/04/2015) Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman (Dit. PCBM), Dr. Harry Widianto, didampingi Kepala Subdirektorat Program dan Evaluasi, Judi Wahjudin, M.Hum. bertemu Plt. Bupati Ogan Komering Ulu (OKU), Drs. H. Kuryana Azis di Rumah Dinasnya. Tujuan pertemuan ini adalah untuk mengoordinasikan kegiatan yang akan dilakukan Dit. PCBM di Kabupaten OKU, yaitu mengenai Pembangunan Museum Situs Goa Harimau.
Museum Situs ini penting untuk didirikan segera, karena begitu pentingnya temuan yang terdapat di situs ini. Perlu diketahui bahwa Situs yang terletak di lereng Bukit Karang Sialang, Desa Padangbindu Kecamatan Semidangaji, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan. Merupakan kawasan kars yang terdapat banyak gua, di antaranya Goa Karang Pelaluan, Goa Karang Beringin, Goa Harimau adalah Goa Selabe dan Goa Putri.
Di situs ini terdapat gambar atau seni cadas (rock art) dan komplek pemakaman purba yang berumur sekitar 3.500 dan 2.000 tahun. Dr. Harry Widianto dalam kesempatan ini menjelaskan bahwa seluruh rangka manusia dari Goa Harimau, yang umumnya dikubur dengan orientasi timur (kepala) dan barat (kaki), merupakan ras Mongoloid. Ciri-ciri morfologis yang mengarah pada Ras Mongoloid adalah dari bentuk Tengkorak yang meninggi dan membundar (brachycephal), tulang tengkorak bagian belakang (occiptal) yang datar, morfologi gigi seri, bentuk orbit mata, kedalaman tulang hidung (nasal), serta dari postur tulang dan tubuh mereka yang khas Mongoloid.
Temuan di situs ini menunjukkan usia yang sama dengan temuan di Ulu Tijanko, Jambi, yaitu sekitar 3.500 tahun. Begitu juga dengan budaya Austronesia di Sulawesi. Maka dapat disimpulkan bahwa sejak awal persebaran ras Mongoloid tidak hanya terjadi di bagian tengah Nusantara (jalur Taiwan-Filipina-Sulawesi), tetapi juga di bagian barat melalui daratan Asia Tenggara ke Sumatera-Jawa. Menurut Dr. Harry Widianto “Sisa-sisa kerangka manusia di Goa Harimau, juga di Pondok Selabe dan Goa Putri yang masih dalam satu kawasan, adalah bukti dari pergerakan ’jalur baru’ tersebut”. Maka dari itu, penemuan ini menjadi bahan untuk dapat mengkritisi teori “Out of Taiwan“, yang menjelaskan bahwa penduduk Sumatera awal adalah ras Mongoloid yang berasal dari daratan Asia melalui Taiwan-Filipina-Sulawesi. Selanjutnya ke Madagaskar melalui Kalimantan, Sumatera, dan Jawa.
Pada 2015 ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direkorat Jenderal Kebudayaan menargetkan untuk pembangunan fisik gedung Museum Situs Goa Harimau. pada tahun berikutnya direncanaan untuk pengembangan lansekap dan kajian tata pamer museum situs. Diharapkan kegiatan ini dapat diselesaikan pada 2017 dengan tata pamer dan segala kelengkapannya sudah dapat dinikmati oleh pengunjung.
Dr. Harry Widianto juga menekankan bahwa fungsi Museum Situs Goa Harimau, yang masterplan dan DEDnya telah dibuat pada 2014 ini, tidak sekadar untuk memublikasi dan mengomunikasikan segala hal mengenai hasil penelitian di situs ini, tetapi juga sebagai pusat penelitian. Oleh karena masih banyak informasi mengenai “Manusia Goa Harimau” yang harus dan bisa digali dari situs ini.
Pada kesempatan ini juga disempatkan untuk mengunjungi lokasi penggalian di dalam Goa Harimau. Tampak dalam foto (dari kiri ke kanan) Sigit Eko P. (Balai Arkeologi Palembang), Abi Kusn0 (Dit. PCBM), Ruli Fauzi (Balai Arkeologi Palembang), M. Natsir, Judi Wahjudin, M. Rifky Ananda, dan Agung W. (Dit. PCBM). (Ivan Efendi)