BPNB DIY, Maret 2019 – Serat Centhini sebagai karya besar sastra Jawa lama banyak mengandung berbagai macam pengetahuan meliputi sejarah, pendidikan, geografi, arsitektur, pengetahuan alam, agama, tasawuf, mistik, ramalan, sulapan, ilmu kekebalan, ilmu sirep, ilmu penjahat, perlambang, adat- istiadat, etika, psikologi, fauna, flora, obat tradisional, seni, seksologi, dan makanan tradisional. Karena Serat Centhini isinya sangat bermacam- macam tersebut maka sering disebut Ensiklopedi Kebudayaan Jawa, yaitu tentang segala ilmu yang terdapat di permukaan bumi Pulau Jawa, bukan yang terdapat di benua lain.
Serat Centhini mulai ditulis pada hari Sabtu Paing tanggal 26 Muharam Tahun Je Mangsa VII 1742 AJ dengan sengkalan Paksi Suci Sabda Aji atau bulan Januari 1814 Masehi, dan selesai ditulis pada tahun 1823. Penulisan serat ini atas perintah putera mahkota Kerajaan Surakarta yaitu Adipati Anom Amangkunagara III yang kemudian menjadi raja Kasunanan Surakarta dan bergelar Sunan Pakubuwana V yang bertahta pada tahun 1820-1823. Selain sebagai pemrakarsa beliau juga sebagai ketua tim penulisan Serat Centhini tersebut.
Adapun anggota tim terdiri atas: 1) Kyai Ngabehi Ranggasusastra, adalah ahli bahasa dan Sastra Jawa, ia diberi bekal dan perlengkapan perjalanan yang cukup, diberi tugas untuk mendengarkan, melihat, menyelidiki segala sesuatu yang dijumpai dan mencatatnya. Oleh karena itu ia diberi tugas menjelajahi Pulau Jawa bagian timur. Ia berangkat dari Surakarta melewati Jawa Tengah bagian utara sampai Banyuwangi, dan kembali lewat Jawa Timur bagian selatan. 2) Kyai Ngabehi Yasadipura II, yang merupakan putera Kyai Ngebehi I, dengan diberi bekal dan perlengkapan perjalanan yang cukup ditugaskan untuk menjelajah Pulau Jawa bagian barat. Ia berangkat dari Surakarta melewati Jawa Tengah bagian utara menuju Anyer, dan kembalinya melalui Jawa Barat bagian selatan. 3) Kyai Ngabehi Sastradipura, seorang ahli Bahasa Arab dan Ilmu Agama Islam. Ia juga diberi bekal dan perlengkapan yang cukup ditugaskan untuk naik haji dan memperdalam pengetahuan tentang Agama Islam di Mekah. Setelah kembali dari Mekah Kyai Ngabehi Sastradipura berganti nama Kyai Haji Muhammad Ilhar.
Setelah ketiga orang tim penulis tersebut selesai menjelajah, mereka kemudian bertemu di Kadipaten Putera Mahkota di Surakarta, kemudian dimulailah penulisan Serat Centhini dengan dibantu oleh banyak narasumber sesuai dengan topiknya. Putera Mahkota sebagai ketua tim penulisan menginginkan bahwa penyampaian dongeng, peristiwa dan wejangan supaya menarik harus diselingi dengan cerita atau lakon asmara yang hangat supaya pembaca terkesan. Pada cerita-cerita asmara hangat yang bernafaskan kepornoan yaitu terdapat pada jilid V – IX, konon ditulis sendiri oleh ketua tim, Putera Mahkota.
sumber : buku “Kuliner Jawa dalam Serat Centini (Wahjudi Pantja Sunjata, dkk., 2014)” (Koleksi Perpustakaan BPNB D.I. Yogyakarta)
(bpw)