Masyarakat Adat Kasepuhan Ciherang
Oleh:
Ria Andayani Somantri
(BPNB Jabar)
Kasepuhan Ciherang meliputi dua wilayah kampung, yakni Kampung Ciherang I dan Kampung Ciherang II. Secara administratif, kedua kampung tersebut masuk dalam wilayah Desa Cibeber, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Ciherang digunakan sebagai nama kampung dan nama kasepuhan tentu ada alasannya. Konon, dahulu di tempat tersebut ada sebuah sungai yang tidak berbatu dan sangat jernih airnya. Dalam bahasa Sunda, air yang jernih sekali disebut herang. Karena alasan itulah, daerah tersebut dinamakan Kampung Ciherang.
Kampung Ciherang I dan Ciherang II dihuni oleh kurang lebih 500 kepala keluarga. Mereka adalah orang Sunda, berbahasa Sunda, serta memeluk agama Islam. Secara turun temurun, mereka dipimpin oleh seseorang yang biasa disapa abah. Dia dan keluarganya tinggal di imah gede, sebuah rumah permanen yang kokoh dan bagus, lengkap dengan perabotan rumah tangga modern. Sebagian besar rumah di sana sudah permanen seperti itu, dan sedikit sekali yang masih mempertahankan rumah panggung khas setempat. Kesulitan bahan baku menjadi salah satu alasan mereka untuk meninggalkan rumah panggung dan menggantinya dengan rumah permanen. Perubahan itu dimulai pada tahun 2000 oleh seseorang yang kemudian menjadi pemimpin masyarakat adat kasepuhan Ciherang, yakni abah.
Abah merupakan pucuk pimpinan dalam struktur lembaga adat yang disebut Kasepuhan Ciherang. Dalam melaksanakan tugasnya, dia dibantu oleh sejumlah pejabat yang terdapat dalam lembaga adat tersebut, yakni juru basa, pembantu juru basa, gurumulan, dan kokolot yang ada di kampung lain. Dia tidak hanya memimpin warga masyarakat yang ada di Kampung Ciherang I dan Ciherang II, melainkan juga sejumlah warga dari kampung lainnya. Mereka di antaranya berada di Kampung Babakan Uyung, Pasir Nasngka, Cidadap, Satong, Pondok Iris, Sunagar, Cisiih, dan Warung Banten. Meskipun mereka berada di luar Kampung Ciherang, mereka setia mengikuti adat istiadat Kasepuhan Ciherang, terutama dalam bidang pertanian.
Pertanian menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat adat Kasepuhan Ciherang. Selain itu, ada juga yang bekerja ngagulundung emas atau menambang emas. Aktivitas pertanian, terutama menanam padi, yang dilakukan masyarakat adat Ciherang masih kaya dengan nuansa tradisi warisan leluhur mereka. Setiap tahapan bertani harus selalu mendapat restu dari abah, melalui acara sedekahan atau salametan yang diselenggarakan bersama-sama di imah gede. Setelah itu, warga masyarakat akan mengawali setiap tahapan aktivitas pertanian, tanpa harus selalu didahului oleh abah. Begitu juga dengan pelaksanaan berbagai upacara tradisonal lainnya selalu dipimpin oleh abah, baik yang dilaksanakan di imah gede maupun di tempat lainnya, seperti di Karamat Parigi.
Di Kasepuhan Ciherang terdapat satu tempat yang dikeramatkan bernama Karamat Parigi, yakni semacam selokan atau jalan air. Lahan yang ada di sekitar Karamat Parigi atau disebut Lebak Parigi, sangat dijaga lingkungannya. Pohon-pohon yang ada di sekitarnya pun tidak boleh ditebang. Setiap tiga tahun sekali, seluruh masyarakat adat Kasepuhan Ciherang bersama-sama menyelenggarakan upacara jarah Lebak Parigi.