Peuyeum Bandung merupakan salah satu kuliner khas yang ada di Kota dan Kabupaten Bandung. Nama kuliner ini terdiri dari dua kata, yaitu “Peuyeum” atau dalam bahasa Indonesia artinya tapai singkong. “Bandung” merupakan nama kota tempat produksi peuyeum tersebut, yaitu Kabupaten Bandung.
Asal mula keberadaan kuliner tradisional peuyeum di Bandung yaitu dari Kecamatan Cimenyan (Kabupaten Bandung). Singkong sebagai dasar pembuatan peuyeum memang sejak zaman penjajahan sudah dikenal oleh masyarakat Bandung sebagai pengganti nasi yang kala itu sangat sulit diperoleh. Produksi singkong yang berlimpah terkadang membuat sebagian yang belum dikonsumsi atau diolah menjadi busuk. Antisipasi agar jangan sampai busuk salah satunya adalah melalui upaya pengolahan dan pengawetan singkong. Di Cimenyan, pengolahan singkong dilakukan melalui proses fermentasi menggunakan bahan ragi. Dari hasil olahan tersebut kemudian menghasilkan kuliner yang dikenal dengan nama peuyeum. Rupanya proses pengawetan tersebut telah berlangsung cukup lama, yaitu sudah sejak tahun 1800-an. Kualitas singkong yang diproses sedemikian rupa membuat peuyeum Cimenyan dikenal dengan kelezatannya tidak saja oleh warga sekitar tetapi juga sudah sudah meluas hingga ke Kota Bandung dan beberapa kota di Provinsi Jawa Barat (metrum.co.id, 2019).
Animo pembeli yang cukup tinggi membuat industri Peuyeum semakin berkembang. Hingga tahun 1950-an, jumlah pengrajin peuyeum di Kecamatan Cimenyan mencapai 200 orang. Namun, ketenaran tersebut sedikit demi sedikit mengalami penurunan. Hingga tahun 2013, jumlah produsen peuyeum tinggal 14 orang saja. (Ridwanto, 2013: 4).
Proses pembuatan Peuyeum cukup mudah. Menurut penuturan Rokhmat, bahan yang dibutuhkan hanyalah singkong, air, dan ragi. Proses pertama adalah mengupas kulit singkong, kemudian dicuci bersih. Biasanya, singkong untuk membuat peuyeum adalah singkong utuh yang hanya dipotong pada bagian ujung atas dan bawah saja. Setelah bersih semua, singkong kemudian direndam sebentar lalu ditaruh dalam 3 dandang berisi air untuk direbus sebanyak dua kali hingga setengah matang. Rebusan pertama selama 1,5 jam, sedang yang kedua selama 1 jam. Selesai direbus, singkong ditiriskan kemudian ditaburi ragi (kecamatan-cimenyan.wordpress.com, 2010). Singkong yang sudah diberi ragi disusun dalam keranjang bambu yang diberi alas daun pisang. Diamkan selama 2-3 hari hingga proses fermentasi selesai dan menghasilkan Peuyeum yang manis serta empuk (namun tidak lembek).
Fungsi peuyeum selain sebagai salah satu cemilan juga diyakini dapat menghangatkan tubuh. Ragi sebagai bahan fermentasi memang menjadi faktor utama yang menimbulkan efek hangat pada tubuh setelah menyantap peuyeum.
Hingga saat ini, Peuyeum Bandung biasa dikirim ke Kota/Kab. Bandung, Garut, Cianjur untuk diperjualbelikan sebagian besar sebagai oleh-oleh dan sebagai bahan utama untuk membuat kuliner colenak (dicocol enak).
Sumber:
metrum.co.id, 2019. “Peuyeum, Makanan Khas Kota Kembang”, dalam https://metrum.co.id/peuyeum-makanan-khas-kota-kembang/ 18 Mar 2019
kecamatancimenyan.wordpress.com, 2010. “Peuyeum Cimenyan Kamashur”, dalam https://kecamatancimenyan.wordpress.com/2010/11/22/hello-world/ 22 November 2010.
Dewi, Tertia Lusiana, 2018. “Peuyeum dan Tape, Dua Makanan Hasil Fermentasi Singkong yang Punya Beragam Perbedaan”, https://travel.tribunnews.com/2018/04/03/peuyeum-dan-tape-dua-makanan-hasil-fermentasi-singkong-yang-punya-beragam-perbedaan. Selasa, 3 April 2018 11:02
Ridwanto, Muhamad, 2013. “Eksistensi Sentra Industri Peuyeum Di Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung”. Skripsi, Bandung: Pendidikan Geografi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia.
Kusno, Kuswarini (dkk), 2018. “Analisis Penentuan Persediaan Singkong Sebagai Bahan Baku Tape Singkong Pada Agroindustri Peuyeum Abas Sawargi, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung”, Artikel dalam Jurnal Ilmiah Pertanian PASPALUM Volume. 6 No. 1 Bulan Maret Tahun 2018
Rengganis, Dewi (dkk), 2018. “Model Bisnis Olahan Singkong pada Usaha Peuyeum Abbas Sawargi Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung”, Artikel dalam Mimbar Agribisnis: Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis 2018. (Irvan Setiawan)