Istilah Yupa digunakan untuk prasasti yang dipahatkan pada tugu atau tiang batu. Penemuan ketujuh prasasti tersebut diawali oleh penemuan empat prasasti pada tahun 1879 di bukit Beubus, Muara Kaman, pedalaman sungai Mahakam di kabupaten Kutai, Kalimantan timur. Pada tahun berikutnya keempat prasasti tersebut dibawa dan ditempatkan di Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Museum Nasional sekarang). Keempat prasasti batu andesit tersebut diinventarisasi dengan nama D.2a, D.2b, D.2c, dan D.2d.
Tiga prasasti lainnya baru ditemukan pada tahun 1940, masih di situs yang sama. Ketiga Yupa tersebut kemudian disimpan di Museum Nasional dengan nomor inventaris D.175, D.176, D.177.
Ketujuh Yupa tersebut ditulis dengan aksara Pallawa Awal dalam bahasa Sansekerta. Prasasti tersebut kemungkinan didirikan oleh kaum Brahmana untuk memperingati jasa-jasa dan perbuatan mulia Mulawarman, raja kerajaan Kutai. Ketujuh prasasti ini merupakan bukti tertulis tertua dalam sejarah kebudayaan Indonesia.
Berikut informasi yang lebih lengkap mengenai ketujuh Yupa tersebut.
D.2a (Muarakaman I)
Yupa Muarakaman I berpahatkan 12 baris di salah satu sisinya. Isinya mengenai silsilah Raja Mulawarman. Pada bagian awal prasasti disebutkan bahwa Sri Maharaja Kundungga berputra Aswawarman memiliki tiga orang anak. Yang terkemuka di antara ketiganya adalah Mulawarman, raja yang berperadaban baik, kuat, dan berkuasa.
Disebutkan pula bahwa Mulawarman telah mengadakan upacara selamatan yang dinamakan bahusuwarnnakam (“emas amat banyak”). Sebagai tanda peringatan selamatan tersebut, tugu batu (yupa) ini didirikan oleh para Brahmana.
Keadaan prasasti saat ini terawat baik, hanya terdapat bercak hitam pada baris ke-8 hingga baris 10. Meski demikian, aksara masih terbaca dengan baik. Selain bercak hitam, pada bagian belakang batu ada bagian yang telah aus. Saat ini Prasasti Yupa Nomor Inventaris D.2a disimpan di lantai 1 gedung baru Museum Nasional.
Alih aksara:
srimatah srinarendrasya
kundunggasya mahatmanah
putro ‘svavarmmo vikhyatah
vansakartta yathangsuman
tasya putra mahatmanah
trayas traya ivagnayah
tesan trayanam pravarah
tapo bala damanvitah
sri mulavarmma rajendro
yastva bahusuvarnnakam
tasya yajñasya yupo ‘yam
dvijendrais samprakalpitah
D.2b (Muarakaman II)
Prasasti Muarakaman II terdiri dari 8 baris tulisan yang dipahat pada sisi depan. Keadaan prasasti saat ini terawat baik dan masih dapat dibaca. Hanya saja terdapat bercak putih pada baris ke-6 hingga ke-7. Bercak putih juga terdapat pada bagian belakang prasasti.
Saat ini Prasasti Yupa D.2b disimpan di lantai 2 gedung baru Museum Nasional, Jakarta. Isinya bercerita tentang Sri Mulawarman sebagai raja mulia dan terkemuka, telah memberikan sedekah berupa 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana yang seperti api di tanah yang suci Waprakeswara. Sebagai tanda kebajikan Sang Raja, tugu peringatan ini dibuat oleh para Brahmana yang datang ke tempat tersebut.
Prasasti Muarakaman II adalah yupa yang paling tinggi di antara ketujuh prasasti kerajaan Kutai.
Alih aksara:
srimato nrpamukhyasya
rajñah sri mulavarmmanah
danam punyatame ksetre
yad dattam vaprakesvare
dvijatibhyo ‘gnikalpebhyah
vinsatir ggosahasrikam
tasya punyasya yupo ‘yam
krto viprair=ihagataih
D.2c (Muarakaman III)
Prasasti Muarakaman III terdiri dari 8 baris tulisan. Meski saat ini prasasti dalam keadaan terawat baik dan aksaranya terbaca jelas, namun ada bercak-bercak putih yang menyebar pada bagian bawah prasasti.
Saat ini Prasasti Yupa Nomor Inventaris D.2c berada di lantai 1 gedung baru Museum Nasional, Jakarta. Isi prasasti menyebutkan tentang kebaikan budi dan kebesaran Raja Mulawarman, raja besar yang sangat mulia. Kebaikan tersebut ditunjukkan dengan pemberian sedekah yang berlimpah. Atas dasar kebaikan itulah para Brahmana mendirikan tugu (yupa) ini sebagai tanda peringatan.
Alih aksara:
srimad viraja kirtteh
rajñah sri mulavarmmanah punyam
srnvantu vipramukhyah
ye canye sadhavah purusah
bahudana jivadanam
sakalpavrksam sabhumidanañ ca
tesam punyagananam
yupo yam sthapito vipraih
D.2d (Muarakaman IV)
Prasasti terdiri dari 11 baris tulisan yang dipahat di bagian sisi depan. Hurufnya sudah tidak terbaca lagi karena telah aus, namun masih terlihat bekas kepala hurufnya. Pada bagian bawah prasasti banyak bercak putih, sedangkan di bagian belakang ada beberapa bercak berwarna kekuningan dan putih.
Saat ini Prasasti Yupa Nomor Inventaris D.2d berada di sisi selatan dinding gerbang menuju ruang prasejarah bagian belakang gedung lama Museum Nasional.
D.175 (Muarakaman V)
Prasasti terdiri dari 4 baris tulisan yang dipahat di bagian depan prasasti. Aksaranya masih terbaca tetapi ada bercak putih pada salah satu aksaranya. Di bagian bawah prasasti banyak terdapat bercak coklat tua.
Saat ini Prasasti Yupa Nomor Inventaris D.175 berada di sisi selatan dinding gerbang yang menuju ruang prasejarah bagian belakang gedung lama Museum Nasional. Berdasarkan isi prasasti, Yupa ini ditulis sebagai peringatan atas dua sedekah yang telah diberikan oleh Raja Mulawarman, berupa segunung minyak kental dan lampu dengan malai (kelopak) bunga.
Alih aksara:
sri mulavarmmana rajña
yad=dattan=tilaparvvatam
sadipa malaya sarddham
yupo yam likhitas=tayoh
D.176 (Muarakaman VI)
Prasasti dipahatkan pada sisi depan dan terdiri atas 8 baris tulisan. Bagian atas dan sisi kiri prasasti telah pecah sehingga beberapa kata pada akhir baris tertentu hilang. Keadaan prasasti saat ini terawat dengan baik dan aksaranya terbaca jelas.
Bagian atas prasasti pecah sehingga beberapa aksara hilang. Pada sisi kiri prasasti terdapat bercak coklat tua, sedangkan pada bagian belakangnya ada beberapa bercak putih. Secara keseluruhan, kondisinya relatif baik, aksara masih tampak jelas.
Saat ini Prasasti Yupa Nomor Inventaris D.176 berada di sisi selatan dinding gerbang menuju ruang prasejarah bagian belakang gedung lama Museum Nasional.
Prasasti ini dimulai dengan seruan selamat bagi Sri Maha Raja Mulawarman yang termasyhur, yang telah memberikan persembahan kepada para Brahmana berupa air, keju (ghrta), minyak wijen, dan sebelas ekor sapi jantan.
Alih aksara:
jayaty=atiba[lah]
sriman=sri mulavarmma nr[pah]
yasya likhitani
danany=asmin=mahati [sthale]
jaladhenung ghrtadhe[num]
kapiladanan=tath=aiva ti[ladanam]
vrsabh=aikadasam=api yo
datva vipresu rajendra[h]
D.177 (Muarakaman VII)
Prasasti terdiri dari 8 baris tulisan yang dipahatkan pada sisi depan. Kondisinya saat ini kurang baik dan aksaranya sudah aus. Pada baris ke-4, ke-5, dan ke-7 ada beberapa aksara yang tidak terbaca lagi. Selain aus, pada bagian belakang prasasti ada bercak putih dan coklat tua. Saat ini Prasasti Yupa Nomor Inventaris D.177 terletak di selasar bagian barat laut taman gedung lama Museum Nasional.
Inskripsinya menceritakan tentang Raja Mulawarman yang telah menaklukkan raja-raja lain, misalnya Raja Yudhistira (putra tertua Pandawa dalam epos Mahabharata). Raja Mulawarman di waprakeswara mempersembahkan sebanyak 40.000…… (tidak terbaca karena terlalu aus aksaranya) kemudian menghadiahkan lagi 30.000…….. (tidak terbaca karena aksara terlalu aus).
Selain itu disebutkan pula penyelenggaraan upacara-upacara lainnya. Upacara-upacara yang dimaksud sebenarnya disebutkan di dalam prasasti, namun karena aksara telah aus sehingga tidak terbaca tulisannya. Raja juga memberikan berbagai jivadana (persembahan untuk kesempurnaan jiwa). Berdasarkan ukuran fisiknya, prasasti ini merupakan yang terpendek di antara yang lain.
Alih aksara:
sri mulavarmma rajendra[h] sama[re]jitya partthi[van]
karadam nrpatimsa cakre yatha raja yudhistirah
catvarimsat=sahasrani sa dadu vaprakesvare
ba……..trimsat=saharani punar=ddadau
………sa punar=jivadanam prithagvidham
akasadipam dharmmatma partthivendra[h] svake pure
….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. mahatmana
yupo yam sth[apito] viprair=nnana….ih=a[gataih]
Ketujuh prasasti batu di atas adalah tonggak awal mulainya masa sejarah di Indonesia. Mengingat betapa spesialnya ketujuh Yupa Mulawarman, sudah sepantasnya cagar budaya tersebut dijadikan Cagar Budaya Nasional. Dalam segi ilmu pengetahuan dan pendidikan, Yupa adalah bukti pencapaian bangsa di bidang tata ruang, seni pahat dan sistem upacara di masa lalu. Prasasti kerajaan Kutai adalah contoh kemampuan pendahulu menyerap budaya luar (akulturasi) dan wujud contoh hubungan timbal balik antara raja dan Brahmana di Indonesia.