Sertifikasi Tim Ahli Cagar Budaya Pertama pada 2019 Digelar di Jakarta

0
3311
Sertifikasi Tim Ahli Cagar Budaya Mandiri 25-28 Februari 2019 di Jakarta (26/2)
Sertifikasi Tim Ahli Cagar Budaya Mandiri 25-28 Februari 2019 di Jakarta (26/2)

Subdit Pembinaan Tenaga Cagar Budaya dan Permuseuman telah melaksanakan Sertifikasi Tim Ahli Cagar Budaya Mandiri pada 25 hingga 28 Februari 2019 di Jakarta. Kegiatan ini diikuti 20 peserta dari 4 Kabupaten, yaitu Kabupaten Lamandau (Kalimantan Tengah), Kabupaten Gorontalo (Gorontalo), Kabupaten Tabanan (Bali) dan Kabupaten Karangasem (Bali).

Sertifikasi ini adalah salah satu dari amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, pasal 1 angka 13 juncto pasal 31 ayat (3). Dalam pasal itu dinyatakan bahwa tiap daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) wajib membentuk Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) daerah. Pembentukan Tim Ahli Cagar Budaya Daerah sangat penting dalam upaya mendorong percepatan penetapan Cagar Budaya sebagai Warisan Budaya yang berada di wilayahnya.

Pemerintah Daerah harus membentuk Tim Ahli Cagar Budaya Daerah dan menyertifikasi kompetensinya melalui Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Dalam pembukaan kegitan ini, Ketua LSP Kebudayaan, Sri Hartini, mengatakan bahwa salah satu yang menjadi penilaian asesor adalah motivasi yang harus timbul dari diri sendiri. Keinginan untuk menjadi Tim Ahli Cagar Budaya bukan hanya sekadar perintah dari atasan. Jika hal ini dimiliki setiap peserta, peluang peserta lulus semakin besar. Hal ini juga diamini oleh Kepala Subdit Pembinaan Tenaga Cagar Budaya dan Permuseuman, Yuni Astuti Ibrahim.

Sertifikasi sebagai Investasi untuk Pemerintah Daerah

Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Fitra Arda dalam kesempatan ini mengingatkan bahwa apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah bukanlah biaya (cost), tetapi investasi. Begitu juga mengenai sertifikasi ini. Olah karena, hasilnya nanti bisa dinikmati bersama dengan masyarakat di sekitar Cagar Budaya yang telah ditetapkan dan dikelola dengan baik. Fitra Arda mencontohkan bagaimana Istana Baso Pagaruyung bisa memberikan penghidupan pada masyarakat di sekitarnya.

Jadi yang sekarang harus diperhatikan adalah ekosistem kebudayaan, lanjut Fitra Arda. Kita jangan berfikir mengenai satu bidang saja, tetapi harus mengaitkan dengan bidang-bidang lain. Misalnya dalam pelestarian Bangunan Cagar Budaya yang terbuat dari kayu. Jika bahan kayu sulit didapatkan, maka perhutani wajib menanamnya. Hal ini berlaku juga untuk permasalahan-permasalahan lain. (Subdit PTCBM)

Baca juga:

SKKNI Bidang Pelestarian Cagar Budaya

Sertifikasi Kurator Museum Mandiri 2019

Pemerintah Daerah Wajib Membentuk Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Daerah