Galeri di Cadas Sangkulirang

0
4005

DSC_0251a-SangkulirangSangkulirang, merupakan batuan karst yang sedikitnya terdapat 37 goa prasejarah. Di dalamnya terdapat gambar-gambar, yang merupakan Seni Cadas tertua di Asia Tenggara. Tim Pedokumentasian Lukisan Goa dari Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman (Dit. PCBM) yang terdiri atas Randy Kharisma dan Dimas Arif Primanda pada Jumat 17 april 2015 menuju situs prasejarah ini melalui Balikpapan. Mereka didampingi arkeolog dari Universitas Indonesia, Dr. Karina Arifin, dan juga seorang pakar seni rupa dari Institut Teknologi Bandung. Dr. Pindi Setiawan. Tim ini juga didampingi Fotografer dari National Geographic, Fery Latief, serta Patrick Marbun, Yudha Pratama dari Institut Kesenian Jakarta.

Dari Balikpapan tim pendokumentasian lukisan goa melanjutkan perjalaannya menuju Samarinda untuk berkoordinasi dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Samarinda. Lama perjalanan ini memakan waktu sekitara 4,5 jam.

Sore hari, sekitar pukul 15.00 tim berangkat ke Sangata melalui jalur darat dengan kondisi jalan cukup baik, dan tiba di lokasi pada pukul 19.30. Keesokan harinya, Sabtu, 18 April 2015 sekitar pukul 9 pagi, tim beranjak ke Hamburbatu. Setelah menempuh perjalanan hampir 5 jam dengan jalan yang masih beraspal dengan kondisi cukup baik, pada pukul 14.00 tiba di Hamburbatu. Kemudian dilanjutkan ke Kamp pertama, yaitu Kamp Tewet dengan lama perjalanan sekitar 3 jam. Tim pendokumentasian lukisan goa ini baru dapat beristirahat pada pukul 18.30.

Pada hari ketiga, Minggu 19 April 2015 tim sampai di Goa Karim. Untuk mencapai goa ini tim harus berjalan sekitar 1 jam melalui jalan setapak dan menanjak di antara hutan belantara. Dari Goa yang berada di atas hutan kanopi ini dilanjut ke Goa Pindi dengan lama perjalanan sekitar 40 menit berjalan kaki dengan kondisi yang relatif sama.

Secara administratif Sangkulirang berada di Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur. Berdasarkan Pendekatan DAS Luas Kawasan Karst mencapai 1.800.000 hektar, dan khusus batuan Karst (limestone) mencapai luasan 505.000 hektar. Di sekitarnya terdapat hulu dari 5 Sungai besar, yaitu Sungai Bengalon, Sungai Karangan, Sungai Tabalar, Sungai Lesan dan Sungai Pesab.

Hari keempat, Senin 20 April 2015 tim berangkat ke Goa Tewet yang ditempuh sekitar 40 menit dari kamp dengan berjalan kaki. Untuk mencapai lokasi lukisan goa harus memanjat tebing dengan tinggi sekitar 20 m. Kondisi ini memang menjadi ciri morfologi dari bentang alam karst, yaitu terdapatnya cekungan-cekungan tertutup (doline, uvala), gua, lembah buta, lembah kering, dan bukit sisa yang berbentuk kerucut atau menara. Sementara ciri spesifik dari kondisi hidrologi karst adalah terdapatnya jaringan sungai bawah tanah, telaga, langkanya atau tidak terdapatnya sungai permukaan, dan terdapatnya mata air yang besar.

Hari kelima, Selasa 21 April 2015 tim berpindah ke kamp Indrus melalui sungai dengan lama perjalanan hampir setengah hari. Berangkat sekitar pukul 10.00 pagi, dan sampai sekitar pukul 15.00. Penyebabnya adalah kondisi sungai yang surut, sehingga perjalanan menjadi terhambat, kerena Katinting yang menjadi alat transportasi kandas di dasar sungai. Katinting milik masyarakat ini menjadi salah satu alat transportasi yang digunakan oleh tim. Masyarakat ini memang tinggal di sekitar Sangkulirang. Terdapat lebih dari 100,000 jiwa hidup di sekitar kawasan Karst, yang tersebar di 111 desa/kampung dan 13 Kecamatan di Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur.DSC_0379a

Hari keenam, Rabu, 22 April 2015 tim pendokumentasian harus mempersiapkan logistik untuk melakukan pendokumenasian di Goa Saleh dan Goa Ham. Lama pendokumentasian yang akan dilakukan di dua goa ini memakan waktu tiga hari dua malam. Tim memulai perjalanan sekitar pukul 9 pagi dan sampai di Goa Saleh sekitar pukul 18.30 dengan berjalan kaki menelusuri hutan. Oleh karena hari semakin larut, dan cahaya remang semakin menghilang, berganti ke kegelapan malam, akhirnya tim bermalam di Goa Saleh. Keesokan harinya, Kamis, 23 April 2015 tim baru dapat melakukan pendokumentasian di Goa Saleh.DSC_0583a-Bermalam di Sangkulirang

Masih pada hari yang sama, sekitar pukul 14.00 tim berangkat menuju Goa Ham, dengan lama perjalanan sekitar 2 jam. Sore hari sekitar pukul 16.00 tim tiba di Goa Ham dan bermalam di goa ini. Lukisan cadas di goa ini berhasil didokumentasikan pada Jumat, 24 April 2015. Selesai mendokumentasikan di dua goa ini, Jumat sore tim hari kembali ke kamp Indrus dan tiba sekitar pukul 21.00.

Kawasan Sangkulirang ini mempunyai setidaknya tiga nilai penting, yaitu nilai ilmiah yang berkaitan dengan ilmu kebumian, litologi, struktur geologi dan mineral, situs-situs fosil, arkeologi dan plaeontologi, serta tempat berlindung flora dan fauna endemis. Kedua adalah nilai sosial budaya, yang mencakup aspek spiritual keagamaan; terutama menyangkut keberadaan gua kepentingan ritual, bernilai estetika, rekreasi, pendidikan. Ketiga adalah nilai ekonomi yang tinggi, karena menjadi sumber air sungai bawah tanah,  penghasil sarang burung walet, pariwisata dan bahan semen.

Kawasan Karst dengan lukisan cadas ini adalah tanda kehadiran manusia sejak jaman prasejarah. Ber kali-kali berbagai ras dan sub-rasnya bermigrasi. Artefak-artefaknya menggambar-kan proses percampuran budaya yang damai dan cair. Kawasan ini juga mengawetkan peninggalan prasejarah sejak jaman Batu Tua sampai Logam. Juga sangat kaya dengan artefak-artefak jaman bahari. Tembikar dan guci bertebaran di Karst.

Pada Sabtu, 25 April 2015 tim berkempatan untuk beristirahat, dan mengisi waktu dengan mendata perlengkapan pendokumentasian di Kampt Indrus. Kemudian kembali ke Hamburbatu, dan dilanjutkan menuju Desa Merabu. Sampai di desa ini pada Minggu. Tidak terasa sudah sembilan hari tim berada di Kawasan Karst merupakan tempat kubur sakral bagi orang Dayak. Ada Lungun ‘bertungku’, Lungun di puncak batu, ada Lungun di lantai ceruk, ada pula Guci tempat penyimpanan abu atau tulang.

Kawasan ini juga adalah ekosistem yang sambung menyambung membentuk koridor-hayati. Tempat hidup berjuta spesies flora fauna penunjang keseimbangan kehidupan Kalimantan Timur nan damai. Karst mempunyai keanekaragaman hayati dalam dan luar karst serta kehidupan pesisir dan pulau coral.

Senin pagi, dari Desa Merabu, tim beranjak melanjutkan petualangan ke Goa Bloyot sekitar pukul 10 pagi. Pendokumentasian di goa yang dikenal masyarakat sebagai Liang Bloyot dilakukan hingga menjelang magrib. Kemudian dilanjutkan ke Ke Kamp Kepitan, dan tiba di lokasi sekitar pukul 19.00.

Selasa, 28 April 2015 dilakukan pendokumentasian di Goa Caipar. Siang harinya baru bisa kembali ke Desa Merabu. Pada malam hari, sekitar pukul 10.00, tim berangkat lagi ke Tanjut Redep dan tiba di lokasi sekitar pukul 01 dini hari. Pada hari ini, Rabu tim pendokumentasian lukisan goa telah berhasil melaksanakan tugas dan kembali ke Jakarta melalui Tanjung Redep dan Balikpapan.

Kawasan Kars yang sangat penting ini tidak luput dari ancaman. Pertambangan batu gamping (sumber batu kapur dan bahan baku semen); serta penambangan marmer, semen, fosfat, dan guano menjadi ancaman utama. Penambangan di kawasan karst memang menghasilkan keuntungan ekonomi yang besar, namun akan habis dalam jangka waktu terbatas. Akan tetapi, peninggalan masyarakat purba ini akan tetap lestari selama karsnya masih ada. (Ivan Efendi)