Rumah Tabib itu menyisakan susunan bata merah rapuh
Bangunan yang tidak lagi beratap itu berdenah persegi panjang. Berukuran 12 x 8 meter, melintang tenggara-baratlaut 124,38 derajat. Sebagian besar dindingnya telah terkelupas. Menampakkan susunan bata merah yang terlihat rapuh. Di bagian dinding baratdaya terdapat pintu yang berada tepat di tengah. Di kiri dan kanannya terdapat jendela yang tidak lebih tinggi dari pintu. Di bagian atasnya ada deretan jendela dan pintu yang posisinya sama dengan pintu dan jendela yang berada di bawahnya. Susunan pintu dan jendela seperti ini juga terdapat di dinding timurlaut. Ini adalah Rumah Tabib di Pulau Penyengat yang menyisakan susunan bata marah rapuh.
Di dinding tenggara dan baratlaut terdapat empat jendela yang posisinya sejajar secara vertikal dan horizontal. Sebagian dari jendela-jendela itu masih memerlihatkan kayu-kayu berbentuk persegi panjang, dengan ventilasi di bagian atasnya. Di tengah dindingnya tampak deretan lubang berbentuk persegi. Sepertinya berfungsi sebagai tempat balok-balok kayu penyangga lantai kedua.
Di sudut selatan terdapat akar pohon yang seolah mencengkeram susunan bata merah bangunan itu. Di bagian atas dinding yang masih menyisakan plester yang mulai menghitam itu tumbuh semak belukar dan pohon-pohon kecil. Bahkan sebatang pohon pun tumbuh di dinding sisi timurlaut. Puing-puing bata yang terlepas dari dinding teronggok di dalam bangunan yang ditumbuhi rerumputan.
Riwayat seorang ulama, tabib, dan sastrawan
Itulah sedikit gambaran tentang bangunan yang dulu pernah ditempati seorang tokoh termasyur. Ia adalah Raja Ahmad Thabib bin Raja Hasan bin Raja Ali Haji. Ibunya bernama Maimunah. Putri kandung Raja Abdullah (Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga IX). Ayahnya bernama Raja Hasan, putra Raja Ali Haji yang merupakan penerus Raja Ja’far.
Cicit Raja Ja’far itu tidak hanya sebagai seorang ulama, tetapi juga tabib. Ia lahir di Pulau Penyengat pada 1282 Hijriah, atau 1865 Masehi. Dari situlah maka bangunan itu kini dinamai Rumah Tabib.
Ia mulai diakui sebagai tabib pada 1301 Hijriah atau 1883 Masehi. Meski usianya belum genap 20 tahun, kemampuannya sebagai tabib telah diakui penduduk di pulau itu. Setelah 18 tahun berlalu, tepatnya pada 1319 Hijriah, atau 1901 Masehi ia diangkat menjadi tabib kerajaan dengan gelar Duli Yang Maha Mulia Sultan. Melalui surat keputusan tertanggal 25 Rabiulawal 1319 (1901), nomor 6/8.
Pengabdiannya berlangsung hingga sepuluh tahun. Ia pensiun seiring turun tahtanya Sultan Riau pada 1911 Masehi. Dalam pengabdiannya sebagai seorang tabib ia telah meracik beberapa obat yang terkenal hingga ke daerah Johor. Salah satunya Syarbat Zanjabil. Obat herbal yang dikemas dalam botol ini berbentuk cairan yang diracik dari rempah-rempah dengan aroma harum. Dikisahkan penderita sakit jantung, sakit kuning, dan beberapa penyakit lainnya dapat disembuhkan dengan obat ini.
Selain racikan obat yang ia buat, Ahmad Thabib menghasilkan beberapa karangan, di antaranya adalah:
- Syair Nasihat Pengajaran Untuk Memelihara Diri,
- Syair Tuntutan Kelakuan,
- Risalah Rumah Ubat Raja Haji Ahmad Pulau Penyengat Riau.
Cerita lebih lengkap mengenai tabib ini baca di sini: