Ketika keping-keping batu sirap terungkap

Empat puluh tujuh tahun lalu kepingan-kepingan batu pipih itu ditemukan oleh seorang petani di Desa Cipari, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Lokasinya berjarak sekitar 4 kilometer dari pusat kota Kuningan, atau 35 kilometer dari Pusat Kota Cirebon. Situs yang merupakan tanah milik penduduk setempat bernama Wijaya itu, berada di lereng gunung Ciremai, pada ketinggian 661 meter di atas permukaan laut. Mengawali berdirinya Museum Situs Taman Purbakala Cipari.

Satu tahun setelahnya ditemukan kepingan yang lebih lebar. Membentuk susunan persegi panjang. Seperti peti kubur yang terbuat dari batu. Tempat jenazah disemayamkan. Kemudian pada 1975 dilakukan penelitian dengan cara penggalian. Penelitian ini berhasil menemukan satu peti kubur batu lainnya. Di dalam peti batu itu ditemukan kapak batu, gelang batu, dan gerabah. Artefak-artefak kuna itu biasa disebut dengan bekal kubur.

Antara Masa Neolitik, atau Paleometalik dan tradisi Megalitik

Dalam penelitian ini juga ditemukan altar batu, dolmen, lumpang batu dan batu dakon. Benda-benda itu dibuat dari batu dengan ukuran besar dan tunggal atau monolit. Mengindikasikan bahwa situs ini berasal dari sekitar 1000 sampai 500 tahun sebelum masehi. Satu masa bercirikan neolitik dengan tradisi megalitik. Ada juga yang mengatakan bahwa masa ini disebut dengan masa perundagian (paleometalik atau perunggu-besi) dengan tradisi megalitik.

Museum situs

Pada 1976 dibangunlah satu museum sederhana. Berdenah oval memanjang baradaya-timurlaut. Sejumlah jendela kaca berbentuk persegi berderet di sekelilingnya. Pintu utama museum berada di tengah dinding sisi tenggara. Atapnya terbuat dari ijuk berbentuk seperti perahu terbalik. Ada sedikit bentuk meruncing di bagian ujung. Di bawahnya terdapat teras yang mengikuti bentuk atap, dengan tiga trap tangga yang berada percis di depan pintu

Satu tahun kemudian, tepatnya pada 23 Februari 1978 situs ini dikelola menjadi taman purbakala, dan dibuka untuk umum. Diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Prof. Dr. Syarif Thayeb.

Memasuki museum ini seolah seperti berada dalam perahu yang terbalik. Kesan ini semakin kuat saat pandangan diarahkan ke plafon yang mulai rusak. Beberapa vitrin kaca berderet sepanjang dinding. Di dalamnya terpajang artefak prasejarah hasil penelitian di situs ini. Foto-foto lama pun terpampang di papan putih yang menempel pada dinding. Sebagian lagi dipajang di bagian plafon bagian bawah.

Kondisi interior Museum Situs Taman Kepurbakalaan Cipari.
Kondisi interior Museum Situs Taman Purbakala Cipari.

Saat ini

Museum Situs Taman Purbakala Cipari tidak lagi semenarik seperti saat dibangun dulu. Gedungnya tampak kusam. Kayu-kayunya sudah lapuk. Plafonnya tampak menganga. Atap ijuknya sudah tidak layak melindungi koleksi di dalamnya. Alur ceritanya tidak menarik. Tata pamernya pun tidak memberikan informasi yang baik.

Sudah saatnnya museum ini mendapatkan penyegaran. Agar menjadi museum yang dapat menjalankan perannya untuk mengomunikasikan koleksi kepada masyarakat dapat terwujud dengan baik. Oleh karena itu, diharapkan rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman untuk merevitalisasi museum ini pada 2018 dapat terwujud dengan baik.

baca juga:

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpcbm/pemanfaatan-sumberdaya-laut-dalam-lintas-budaya-prasejarah-di-gua-pawon/