Satu lagi objek menjadi Cagar Budaya Nasional
Tim Ahli Cagar Budaya Nasional (TACBN) kembali menetapkan 1 objek sebagai Cagar Budaya Nasional. Penetapan ini dilakukan dalam sidang kajian yang dilakukan di Bandar Lampung, pada 13 hingga 16 September 2018. Objek itu adalah Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penetapan ini berkaitan dengan peristiwa penting yang terjadi di rumah sakit tersebut. Pada Oktober 1948, dua bulan sebelum pecah Agresi Militer II, kondisi Panglima Besar Jenderal Soedirman semakin memburuk. Ia menjalani perawatan di Rumah Sakit Panti Rapih untuk menyembuhkan TBC/Tubercolosis yang dideritanya. Atas saran dokter senior, Prof. Dr. R.D. Asikin Widjayakusuma dan dr. Sim Kie Ay, Panglima Besar Jenderal Soedirman menjalani proses operasi untuk menonaktifkan sebelah paru-parunya.
Pascaoperasi penonaktifan sebelah paru-parunya, pada 19 Desember 1948, terjadilah Agresi Militer II. Aksi militer ini memaksa Panglima Besar Jenderal Soedirman menyingkir dari Yogyakarta untuk memimpin gerilya. Padahal saat itu kondisinya belum lah pulih.
Delapan bulan memimpin gerilya, pada Juli 1949, Panglima Besar Jenderal Soedirman kembali ke Yogyakarta dengan kondisi kesehatan yang semakin menurun. Setelah sampai di Yogyakarta, Panglima Besar Jenderal Soedirman kembali dirawat. Ia menjalani perawatan kali kedua di Rumah Sakit Panti Rapih.
Sebelum kesehatannya membaik, pada Oktober 1948, Panglima Besar Jenderal Soedirman keluar dari Rumah Sakit Panti Rapih dan dirawat di sanatorium yang berada di dekat Pakem. Pada Desember 1949, Panglima Besar Jenderal Soedirman meminta untuk kembali ke rumahnya di Magelang. Di rumahnya itulah, pada 29 Januari 1950, Sang Jenderal yang masih muda itu menghembuskan napas terakhirnya.
Sepucuk puisi sebagai ungkapan terima kasih
Selain menyimpan nilai penting perjuangan Panglima Besar Jenderal Soedirman dalam memimpin gerilya, Rumah Sakit Panti Rapih menyimpan jejak kepenyairan Sang Jenderal. Saat kali pertama dirawat pada 1949, Panglima Besar Jenderal Soedirman menulis sepucuk puisi. Karya sastra itu ia buat sebagai ungkapan terima kasih kepada Rumah Sakit Panti Rapih.
Puisi yang berjudul Rumah Nan Bahagia itu dipahatkan di permukaan prasasti. Letaknya berada di bawah patung dada Panglima Besar Jenderal Soedirman. Tepatnya di taman di depan ruang perawatan Panglima Besar Jenderal Soedirman di Bangsal Maria. Berikut adalah puisi Rumah Nan Bahagia:
Rumah Nan Bahagia
Seperempat abad lamanya
tegak berdirinya hingga kini
panti rapih rumah nan bahagia
naungan putra pertiwi
Orang sakit nan menderita
gering tiba, sehatlah pergi
berkat kegiatan usaha
beserta kesucian hati
Selama tegak dengan teguhnya
besar jasanya hingga kini
seluruh pengurus pegawainya
ikhlas serta jujur pekerti
Sambil baring aku berdoa
Tuhan Allah Yang Maha Suci
limpahkanlah berkat kurnia
atas rumah bahagia ini
Moga kiranya terus berjasa
dulu, kini dan hari nanti
untuk masyarakat Indonesia
yang tetap merdeka abadi
Meski berdiksi sederhana, puisi tersebut sarat akan makna. Mencerminkan ungkapan terima kasih dan doa Panglima Besar Jenderal Soedirman untuk Rumah Sakit Panti Rapih agar selalu mengabdi untuk negeri. (Indrawan Dwisetya Suhendi-Sub Direktorat Registrasi Nasional)