Rumah Sakit Panti Rapih, Pantas sebagai Cagar Budaya Nasional

0
3515
Patung dada dan prasasti terpahatkan puisi Panglima Besar Jenderal Soedirman berjudul Rumah Nan Bahagia.
Patung dada dan prasasti terpahatkan puisi Panglima Besar Jenderal Soedirman berjudul Rumah Nan Bahagia.

Satu lagi objek menjadi Cagar Budaya Nasional

Tim Ahli Cagar Budaya Nasional (TACBN) kembali menetapkan 1 objek sebagai Cagar Budaya Nasional. Penetapan ini dilakukan dalam sidang kajian yang dilakukan di Bandar Lampung, pada 13 hingga 16 September 2018. Objek itu adalah Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Penetapan ini berkaitan dengan peristiwa penting yang terjadi di rumah sakit tersebut. Pada Oktober 1948, dua bulan sebelum pecah Agresi Militer II, kondisi Panglima Besar Jenderal Soedirman semakin memburuk. Ia menjalani perawatan di Rumah Sakit Panti Rapih untuk menyembuhkan TBC/Tubercolosis yang dideritanya. Atas saran dokter senior, Prof. Dr. R.D. Asikin Widjayakusuma dan dr. Sim Kie Ay, Panglima Besar Jenderal Soedirman menjalani proses operasi untuk menonaktifkan sebelah paru-parunya.

Panglima Besar Jenderal Soedirman saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta. (foto: koleksi RS Panti Rapih)
Panglima Besar Jenderal Soedirman saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta. (foto: koleksi RS Panti Rapih)

Pascaoperasi penonaktifan sebelah paru-parunya, pada 19 Desember 1948, terjadilah Agresi Militer II. Aksi militer ini memaksa Panglima Besar Jenderal Soedirman menyingkir dari Yogyakarta untuk memimpin gerilya. Padahal saat itu kondisinya belum lah pulih.

Delapan bulan memimpin gerilya, pada Juli 1949, Panglima Besar Jenderal Soedirman kembali ke Yogyakarta dengan kondisi kesehatan yang semakin menurun. Setelah sampai di Yogyakarta, Panglima Besar Jenderal Soedirman kembali dirawat. Ia menjalani perawatan kali kedua di Rumah Sakit Panti Rapih.

Sebelum kesehatannya membaik, pada Oktober 1948, Panglima Besar Jenderal Soedirman keluar dari Rumah Sakit Panti Rapih dan dirawat di sanatorium yang berada di dekat Pakem. Pada Desember 1949, Panglima Besar Jenderal Soedirman meminta untuk kembali ke rumahnya di Magelang. Di rumahnya itulah, pada 29 Januari 1950, Sang Jenderal yang masih muda itu menghembuskan napas terakhirnya.

Kondisi saat ini, kamar 8 di Bangsal Maria, tempat dirawatnya Jenderal Soedirman setalah menjalani operasi penonaktifan sebelah paru-parunya.
Kondisi saat ini, kamar 8 di Bangsal Maria, tempat dirawatnya Jenderal Soedirman setalah menjalani operasi penonaktifan sebelah paru-parunya.

Sepucuk puisi sebagai ungkapan terima kasih

Selain menyimpan nilai penting perjuangan Panglima Besar Jenderal Soedirman dalam memimpin gerilya, Rumah Sakit Panti Rapih menyimpan jejak kepenyairan Sang Jenderal. Saat kali pertama dirawat pada 1949, Panglima Besar Jenderal Soedirman menulis sepucuk puisi. Karya sastra itu ia buat sebagai ungkapan terima kasih kepada Rumah Sakit Panti Rapih.

Puisi yang berjudul Rumah Nan Bahagia itu dipahatkan di permukaan prasasti. Letaknya berada di bawah patung dada Panglima Besar Jenderal Soedirman. Tepatnya di taman di depan ruang perawatan Panglima Besar Jenderal Soedirman di Bangsal Maria. Berikut adalah puisi Rumah Nan Bahagia:

Rumah Nan Bahagia

Seperempat abad lamanya
tegak berdirinya hingga kini
panti rapih rumah nan bahagia
naungan putra pertiwi

Orang sakit nan menderita
gering tiba, sehatlah pergi
berkat kegiatan usaha
beserta kesucian hati

Selama tegak dengan teguhnya
besar jasanya hingga kini
seluruh pengurus pegawainya
ikhlas serta jujur pekerti

Sambil baring aku berdoa
Tuhan Allah Yang Maha Suci
limpahkanlah berkat kurnia
atas rumah bahagia ini

Moga kiranya terus berjasa
dulu, kini dan hari nanti
untuk masyarakat Indonesia
yang tetap merdeka abadi

Rumah Sakit Umum Panti Rapih (difoto sekitar tahun 1956)
Rumah Sakit Umum Panti Rapih (difoto sekitar tahun 1956) (sumber: Wikipedia)

Meski berdiksi sederhana, puisi tersebut sarat akan makna. Mencerminkan ungkapan terima kasih dan doa Panglima Besar Jenderal Soedirman untuk Rumah Sakit Panti Rapih agar selalu mengabdi untuk negeri. (Indrawan Dwisetya Suhendi-Sub Direktorat Registrasi Nasional)