Kapitan Sungai Musi
Rumah berdinding tembok itu bersebalahan dengan bangunan utama milik seorang Kapitan masa Hindia Belanda. Satu dari beberapa bangunan bergaya Cina klasik yang berada di tepian sungai Musi. Atapnya berbentuk limas, seperti rumah adat Palembang. Menggunakan genting terakota berwarna coklat kemerahan. Jendelanya berdesain indah, dan hiasan bunga memperindah tiang-tiang kayu. Bangunan yang menghadap ke sungai Musi ini dinamakan Rumah Abu.
Rumah Abu adalah salah satu bangunan dari Rumah Kapitan yang berada di Jl. KH. Azhari, Dermaga 7 Ulu, Seberang Ulu I, Kota Palembang, Sumatera Selatan. Dinamai Kampung Kapitan karena seorang Kapitan Cina Terakhir bernama Tjoa Ham Hin pernah tinggal di kampung ini. Keturunan Tjo Kie Tjuan ini dipilih oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk menjadi pemimpin di wilayah ini saat itu. Tugasnya mengurus kependudukan, pernikahan, perceraian, serta pajak ia lakukan sejak 1880 hingga 1921. Keistimewaan ini menyebabkan seorang Kapitan harus tinggal di tempat yang berbeda dengan penduduk lainnya.
Sebagian besar telah rusak
Rumah Abu terdiri atas tiga bagian. Bagian depan, bagian tengah dan bagian belakang. Bagian depan berupa teras terbuka. Tiang-tiang kokoh berjajar di sisi depan. Dihubungkan dengan susunan batang kayu membentuk pagar. Pintu dan jendelanya berhiaskan ornamen Cina. Bagian atas terasnya dihiasi lentera-lentera Cina. Dinding putihnya sebagian terkelupas. Lantai kayunya sebagian terlepas dari susunannya.
Bagian tengah merupakan ruang utama rumah ini. Di dalamnya ada altar kayu berusia lebih dari 300 tahun. Lebih tua dari bangunan itu. Kayu-kayu penyusun atap dan lantainya sudah lapuk. Sebagianya telah runtuh. Cahaya matahari dan air hujanpun dengan mudah masuk. Menjadikan bilik ini seperti “ruang terbuka”. Lantainya terbuat dari tanah liat berbentuk persegi panjang. Di bagian bawahnya terdapat kolong yang berfungsi sebagai gudang. Terlihat juga tiang kayu penyangga berukuran besar.
Di sampingnya terdapat empat ruang. Dua di kiri dan dua di kanan. Akan tetapi tidak lagi menunjukkan keasliannya. Tampaknya pemilik rumah ini melakukan perbahan untuk memenuhi kebutuhan ruang. Terlihat lantai ruang-ruang itu telah rusak. Begitu juga dengan plafon dan atapnya.
Bagian belakang menghubungkannya dengan Rumah Utama Sang Kapitan. Di bawahnya terdapat saluran pembuangan. Terlihat di dalam got yang tidak terlalu dalam itu menggenang air berwarna hitam dan kental. Menebarkan bau yang tidak enak.
Arsitektur Cina
Arsitektur Cina memang lebih mengutamakan pola melebar. Memperlihatkan kesan visual yang luas dan lapang. Semakin luas suatu kompleks suatu bangunan, menunjukan semakin kaya pemiliknya. Karakternya terutama terlihat pada anatomi struktur tiang dan balok kayu.
Secara umum ciri khas arsitektur bangunan Cina adalah adanya penekanan pada artikulasi dan simetri bilateral (keseimbangan). Menggunakan konsep kosmologi Cina seperti feng shui (geomansi) dan taoisme. Umumnya diwujudkan dalam pola dua sayap, yang diletakkan pada kedua sisi elemen struktur utama bangunan. Kolom strukturnya berjumlah genap. Pintu berada di tengah sisi bagian depan. Ada halaman atau ruang terbuka yang dikelilingi bangunan. Ruang tertutupnya memiliki dua jenis layout, yaitu courtyard dan sky well. Penataan massa bangunan rumah tinggal mengikuti hirarki tertentu. Ada cerminan kepercayaan di setiap bagian bangunannya.
Revitalisasi
Kini Rumah Abu tidak lagi berdebu. Tidak tampak lagi kayu-kayu lapuk dan dinding kusam. Cahaya matahari dan air hujan pun tidak lagi leluasa masuk ke dalamnya. Bukan karena persiapan Asian Games yang dilaksanakan pada Agustus 2018. Akan tetapi karena rumah ini telah saatnya mendapatkan haknya untuk diperlakukan layaknya Bangunan Cagar Budaya. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman lah yang melakukannnya. Tindakan pelestarian ini dilaksanakan dengan menggunakan APBN 2017 dengan mekanisme Tugas Pembantuan.
Baca juga:
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpcbm/4249/