Kompleks Candi Muarajambi

0
1436
Sebaran Candi di Muaro Jambi.
Sebaran Candi di Muaro Jambi.

Penemuan

Perhatian terhadap tinggalan arkeologi di Muarajambi telah dimulai oleh Kapten S.C. Crooke pada 1820. Kemudian oleh Adam pada 1920, dan Schnitger pada 1936. Situs Percandian Muarajambi mempunyai luas sekitar 11 km2. Hingga kini terdapat 82 sisa bangunan bata, namun belum semua dapat dibuka untuk dipugar. Beberapa di antaranya mengelompok, misalnya Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Koto Mahligai, dan Candi Kedaton. Sebagian berdiri terpisah-pisah, di antaranya Candi Astano. Candi-candi tersebut dibuat dari bata

Berdasarkan berita dalam prasasti Karang Berahi (abad ke-7 Masehi), daerah Jambi (Melayu) telah diduduki oleh Śrīwijaya. Hal itu diperkuat oleh berita Cina yang disampaikan oleh musafir Cina, yang datang ke Mo-lo-yeu (Malayu/Jambi) dalam perjalanannya dari Cina ke India pada abad ke-7, mengatakan bahwa Melayu telah menjadi Śrīwijaya (Mo-lo-yu telah menjadi Śriboga).

Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhadi Magetsari (1985), menyatakan bahwa agama Buddha yang berkembang di Śrīwijaya dan juga di Jawa pada sekitar abad ke-7 mirip dengan agama Buddha di Nālandā pada waktu pemerintahan Dinasti Pala. Hal itu disebabkan oleh adanya hubungan yang erat antara Nalanda dengan Śrīwijaya dan Jawa, bahkan di dalam prasasati Nālandā disebut adanya satu vihara yang dibangun di Nālandā pada masa pemerintahan Dinasti Pala, adalah agama Buddha Mahāyana yang dikenal pula dengan nama Paramitayana, dan agama Buddha Tantrāyana dalam perkembangan terakhir, yaitu Vajrayana, yang didukung oleh ajaran Yogacara yang mementingkan yoga. Sintese ketiga aliran agama itu oleh E.Conze (1953) disebut Pala Synthesis.

Dari hasil penelitian, yang menfokuskan pada latar belakang keagamaan berikutnya di Muarajambi, khususnya di Candi Gumpung, ternyata yang berkembang masa itu adalah sintese ketiga aliran agama tersebut.

Baca juga: Kawasan Muarajambi

Sumber:

Wiwin Djuwita Sudjana Ramelan (ed.), 2014, Candi  Indonesia Seri Sumatera, Kalimantan, Bali, Sumbawa, Jakarta: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hlm. 121–123.