Penetapan Kawasan Cagar Budaya Siak di Riau-Antara Harapan dan Kenyataan

0
2464
Istana “Asserayah Al Hasyimiah” Siak Sri Indrapura, dinamis dengan pola tamannya.
Istana “Asserayah Al Hasyimiah” Siak Sri Indrapura, dinamis dengan pola tamannya.

Siak Sri Indrapura

Siak Sri Indrapura, ibukota Kabupaten Siak, merupakan salah satu kabupaten di wilayah Provinsi Riau, yang menyimpan begitu banyak tinggalan cagar budaya, baik dari zaman Kolonial maupun Islam. Keberadaan cagar budaya di wilayah tersebut tentunya dengan berbagai kondisi, baik terawat, kurang terawat, dan tidak terawat. Kondisi lingkungan dan fisik dari cagar budaya tersebut kerap kali menjadi sorotan dari berbagai pihak seperti pengunjung, masyarakat, ataupun para pemangku kepentingan.

Di sisi lain, nilai penting seperti aspek historis dari cagar budaya tak kalah pentingnya ketika berbicara pelestarian cagar budaya. Salah satu langkah yang ditempuh untuk mempercepat pelestarian cagar budaya dengan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000, bahwa Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan turut serta di dalam kegiatan pemetaan cagar budaya.

Pemetaan cagar budaya yang dilakukan di Kabupaten Siak antara lain (1) Kompleks Makam Koto Tinggi, (2) Kompleks Makam Marhum Mempura, (3) Makam Sultan Syarif Kasim II, (4) Jembatan Istana Kerajaan Siak, (5) Istana Siak Sri Indrapura, (6) Masjid Raya Syahabuddin, (7) Balai Kerapatan Tinggi, (8) Gudang Mesiu Kerajaan Siak, dan (9) Kelenteng Hock Siu Kiong. Secara umum, kondisi fisik cagar budaya dalam keadaan terawat, akan tetapi ada pula yang telah berstatus cagar budaya dan mengalami renovasi secara menyeluruh. Hal tersebut menjadi penting untuk dikaji kembali terkait kelayakan untuk tetap berstatus cagar budaya.

Makam Sultan Syarif Kasim II yang telah direnovasi.

Tidak berhenti dalam pemanfaatan satu cagar budaya

Permasalahan yang perlu penanganan secara cepat terutama pada sebagian cagar budaya yang telah direnovasi secara menyeluruh seperti Kompleks Makam Koto Tinggi, Kompleks Makam Marhum Mempura, dan Makam Sultan Syarif Kasim II. Pijakan besar lainnya yang perlu dipikirkan secara rinci terutama oleh pemerintah daerah setempat mengenai pengajuan Kawasan Cagar Budaya Siak.

Pemerintah daerah tentunya telah memahami potensi cagar budaya yang ada di wilayah tersebut dan belajar untuk melakukan konsep adaptasi cagar budaya. Hal ini tercermin dari penggunaan Gedung Balai Kerapatan Tinggi sebagai Museum Budaya dan Sejarah Siak, Kabupaten Siak. Alangkah lebih baik ketika adaptasi ataupun revitalisasi tersebut tidak berhenti dalam pemanfaatan satu cagar budaya. Langkah lain yang dapat ditempuh dengan mengkaji batas-batas Kota Lama Siak, mempertahankan bahkan jika diperlukan mengembalikan kondisi cagar budaya seperti sedia kala sehingga Kawasan Cagar Budaya Siak segera dapat terwujud. (Betsy Edith Christie)

Baca juga: Kejayaan Kerajaan Siak Sri Indrapura Riau