Pelestarian Situs dan Bangunan Gunung Padang

0
4142
Sket Gunung Padang-Scan
Denah punden berundak hasil menggunakan fotogrametri 3D pada 2012.

Arsitektur

Punden berundak adalah salah satu jenis bangunan yang dikenal di Indonesia. Bangunan ini sudah mulai didirikan sejak masa prasejarah hingga sekarang, khususnya pada bangunan-bangunan tradisional. Bangunan punden yang tertua antara lain adalah Gunung Padang, diperkirakan usianya mencapai 5000 tahun. Bangunan yang tersusun dari undak-undak yang ditempatkan meninggi satu di atas lainnya dihubungkan dengan tangga. Contoh bangunan seperti ini yang disusun mirip piramid misalnya punden Lebaksibedug di Banten atau candi Borobudur di Jawa Tengah. Candi Besakih di Bali atau candi Kendalisodo di gunung Penanggungan, Jawa Timur, mewakili jenis punden yang berbeda tetapi sama-sama dibangun mengikuti kontur seperti halnya Gunung Padang.  Punden yang dibangun pada masa klasik (pengaruh budaya Hindu-Buddha) umumnya sudah menggunakan blok-blok batu persegi sebagai bahan dasar konstruksi, sebaliknya punden dari masa prasejarah lebih memilih batu-batu polos.

Karakter punden yang demikian menyebabkan bangunan memiliki banyak halaman. Dari lima halaman punden, ukuran halaman 1 merupakan yang terbesar. Halaman 2 sampai 5 semakin mengecil ukurannya dan semakin menyempit di bagian puncak (Tabel 5).

Penampang Gunung Padang
Posisi punden di puncak bukit Gunung Padang

Denah yang dibuat Direktorat Sejarah dan Purbakala pada 1979 memperlihatan tepi-tepi bangunan punden relatif masih rata. Pada 2012 keadaannya sudah berubah menjadi tidak lagi rata. Gejala ini terjadi sebelum memasuki 1979, ketika punden mulai dimanfaatkan sebagai kebun. Guna memperoleh ruang lahan yang cukup lebar banyak batu punden dipindah atau dipatahkan oleh petani. Pemulihan arsitektur punden merupakan salah satu prioritas utama sebelum tindakan perbaikan dilakukan terhadap bangunan purba ini karena arsitektur punden berundak Gunung Padang belum seluruhnya dipahami. Berubahnya posisi batu menyulitkan upaya rekonstruksi yang akan ditindaklanjuti pada 2016-2018.

Hasil pengumpulan data yang dihimpun sebelum 2015 menjadi dasar dari dilakukannya pemugaran situs. Upaya pengumpulan data ini sama pentingnya dengan upaya rekonstruksi yang mengawali pekerjaan pemugaran.

Tabel  ukuran bangunan hasil pemetaan pada 1979 (Bintarti), 1985 (Sukendar), 2012 (Bram), dan 2014 (Siswojo).

Tahun Teras 1 Teras 2 Teras 3 Teras 4 Teras 5
Pj Lb Pj Lb Pj Lb Pj Lb Pj Lb
1979 44.00 34.00 28.00 25.00 22.00 22.00 22.00 20.00 22.00 20.00
1985a 40.00 36.00 24.00 22.30 18.50 18.00 ? ? 19.00 17.50
1985b 36.00 32.00 24.00 23.00 21.50 20.00 18.00 19.00 22.00 16.00
1985c 41.80 34.00 29,90 24.10 18.50 19.00 19.00 18.70 20.00 17.30
2012 44.88 27.28 36.68 18.57 17.85 21.40 17.58
2014 32.00 42.30 33.84 30.16 18.76 19.49 18.39 18.21 21.40 17.58

Arsitektur punden berundak Gunung Padang tersusun dari ruangan-ruangan (rooms) berpagar batu sesar kolom yang didirikan tegak. Setiap ruang terhubung dengan pintu, dan ditandai dengan batu tegak berukuran lebih besar atau lebih tinggi dari batu yang digunakan untuk membentuk ruangan. Halaman punden dibagi menjadi beberapa ruang lagi dengan menggunakan lorong yang juga diberi batas menggunakan batu tegak, sehingga bisa diketahui bahwa seluruh halaman punden bukan merupakan tanah lapang terbuka, melainkan terbagi menjadi beberapa ruang (space) yang fungsinya belum diketahui. Jumlah ruangan berpagar batu di halaman 1 terbanyak dibandingkan halaman yang lain.

Sket Gunung Padang-teodolit
Denah punden berundak hasil pemetaan menggunakan theodolit pada 1979

Penelitian untuk menemukan bangunan kayu di atas punden menjadi perhatian khusus selama pemugaran, demikian pula sisa-sisa artefak kayu dan arang yang dapat digunakan untuk memperkirakan usia bangunan punden menggunakan analisis radio karbon C14.

Ekskavasi arkeologis diperlukan untuk mengetahui lapisan tanah di bawah punden yang dipercaya sebagian merupakan timbunan, diharapkan dapat menjelaskan sejarah pendirian punden. Informasi tentang lapisan tanah, sifat, dan komposisinya dari hasil ekskavasi akan melengkapi data tentang susunan tanah bukit Gunung Padang yang masih sedikit diketahui.

Keseluruhan bangunan punden berdiri di atas puncak bukit yang bagian atasnya dipotong untuk mengisi halaman yang seluruhnya berjumlah lima. Batu untuk menyusun punden berasal dari dalam bukit yang sebenarnya merupakan sumbat magma.

Stabilitas Struktur

Permasalahan umum yang dihadapi punden berundak Gunung Padang di antaranya:

  1. merenggangnya hubungan antarbatu dinding-dinding teras, mengakibatkan banyak batu lepas dan jatuh, bahkan menyebabkan struktur dinding teras runtuh;
  2. turunnya permukaan halaman teras akibat erosi dan pemanfaatan halaman di masa lalu sebagai lahan pertanian;
  3. melemahnya fondasi bangunan yang menyebabkan ketinggian dinding menjadi tidak rata;
  4. penetrasi akar pohon yang menyebabkan merenggangnya susunan batu dinding; dan
  5. perilaku pengunjung situs membuang sampah, menggeser atau mendorong batu, memukul-mukul batu, dan mematahkan batu.

Halaman 1 dan Halaman 2 merupakan bagian yang rentan kerusakan, bobot batuan yang sangat besar dikombinasikan oleh susunan batu tanpa perekat mengancam kestabilan dinding penyangga halaman. Kondisi kedua dinding yang saling berhubungan, yang kekuatannya sangat mengandalkan kemiringanan dinding untuk menahan timbunan tanah di belakangnya, menjadi pertimbangan pemugaran punden secara parsial.

Pemugaran akan dimulai dari Halaman 5 dan 4 yang paling mudah pengerjaannya dengan alasan:

  1. konstruksi dinding-dindingnya tidak serumit Teras 1-3;
  2. cukup banyak batu tegak pembatas teras yang masih berdiri, memungkinkan dilakukan penelusuran ulang atas batu yang rebah atau hilang;
  3. terdapat ruangan-ruangan yang masih bisa direkonstruksi bentuk dan ukurannya; dan
  4. ukuran Halaman 4 dan 5 tidak terlalu luas, memudahkan pekerjaan pembongkaran dan pemasangan kembali batu-batu ke tempatnya semula.

Pemilihan kedua teras ini untuk didahulukan turut memperhatikan pertimbangan non teknis, antara lain:

  1. belum dipahaminya konstruksi dan arsitektur bangunan batu Gunung Padang secara keseluruhan;
  2. teknik penyusunan dinding teras; (tanggul) berbeda antara halaman satu dengan lainnya;
  3. banyak batu yang sudah berpindah tempat atau terpisah dari kesatuannya setelah pecah atau patah; dan
  4. butuh waktu untuk menemukan batu-batu yang ada dan mereka ulang pola tata ruang asli melalui pengamatan lapangan yang cermat.

Berdasarkan hasil survei dan penelitian selama 2013-2015 disimpulkan delapan pekerjaan utama yang perlu dilakukan sebagai fokus dari pemugaran, yaitu:

  1. memperkuat struktur dan kedudukan batu-batu dinding teras;
  2. mengembalikan batu-batu punden ke tempat aslinya;
  3. merekonstruski ruangan, pintu, tangga, lantai, dan lorong sesuai rancangan asli berdasarkan kajian;
  4. penyambungan kembali batu-batu yang pecah atau patah;
  5. penanaman rumput (penggebalan) dan penambahan (penimbunan) tanah halaman teras sesuai ketinggian permukaan tanah asli (maaiveld) sekaligus mengatur kemiringannya untuk mengatasi gejala erosi dan terbentuknya cekungan-cekungan yang mampu menampung air di permukaan tanah;
  6. membuat saluran yang memudahkan pengendalian luncuran air menuju ke tempat-tempat yang bisa menghindari terjadinya longsor;
  7. membuat jalan setapak di sekeliling bangunan punden berundak untuk memudahkan kunjungan dan memperkecil terjadinya kecelakaan akibat kemiringan lereng bukit, termasuk memperbaiki kualitas dan kelengkapan jalan setapak yang sudah ada; dan
  8. perkuatan lereng bukit.

Stabilitas Tanah dan Bukit

Penurunan permukaan tanah halaman punden diantisipasi dengan menambah material baru supaya kembali rata, mencegah terbentuknya cekungan, mengendalikan jalannya air, mengurangi resiko rembesan air dan terbentuknya lumpur di dalam tanah. Untuk mempertahankan tanah di atas bukit dilakukan dengan cara reboisasi, pengendalian vegetasi, penyaliran air, dan penguatan tebing-tebing bukit.

Penyaliran dan Pengendalian air

Tata kelola air dikerjakan bersamaan dengan pemugaran dinding-dinding punden dan penimbunan tanah baru di halaman punden. Penambahan sistem drainase di halaman punden tersambung dengan saluran air menuju ke bawah bukit. Bak kontrol disiapkan sepanjang drainase untuk memperlambat laju turunnya air dari atas bukit sebelum diteruskan ke sungai Cipanggulaan dan Cikuta.

Air yang berasal dari lingkungan bukit yang lebih tinggi dari Gunung Padang ditampung dalam bak air (tandon) di sisi barat sebagai persiapan untuk mengantisipasi musim kering, sekaligus sebagai wadah penampung air yang dapat disalurkan ke peturasan dan pasokan sistem distribusi air di halaman punden.

Saluran air di dalam bangunan atau berada dekat dengan bangunan disembunyikan dari pandangan mata tanpa mengurangi efektifitasnya. Pemasangan saluran air menghindari lereng-lereng bukit yang terjal.

Pengendalian vegetasi

Kekuatan bukit turut dipengaruhi oleh vegetasi. Terjadinya tanah longsor di sekitar Gunung Padang membuktikan bahwa struktur tanah daerah bekas gunung purba belum stabil. Akar tanaman besar pengaruhnya untukmempertahankan kestabilan bukit-bukit yang terjal, oleh karena itu perlu dipertahankan keberadaannya.

Keberadaan tanaman di tempat yang kurang tepat jika tidak ditangani dengan benar dapat semakin membahayakan struktur bangunan maupun bukit secara keseluruhan. Termasuk sisa pohon mati yang jika tergesa-gesa diangkat akan menyebabkan kedudukan batu di seputar akar menjadi terbongkar.

Oleh karenanya pengendalian vegetasi harus memperhatikan sifat dan daya cengkeram akar, besaran batang, ketinggian, usia pohon, bentuk kanopi, kerapatan daun, serta kemampuan untuk meredam angin, menahan sinar, menahan air, dan lain-lain.  Sifat akar yang berbeda (serabut, rambat, tunjang) sangat berpengaruh terhadap keberadaan bebatuan, struktur dan permukaan tanah yang menjadi media tumbuh.

Tabel kategori tanaman

Tinggi

(cm)

Kekerasan batang Kategori
0-10 Lunak Rumput-rumputan dan lumut-lumutan
10-1,5 Lunak Semak
1,5-4 Lunak dan keras Perdu
>4 Keras Pohon

Pengendalian vegetasi dengan cara pemangkasan dahan, pengurangan cabang, penebangan dan penanaman pohon, selain mempertimbangkan lokasinya (di halaman punden, dekat dinding halaman,  dinding halaman, dan lereng sekitar bangunan), juga  disesuaikan dengan fungsi yang diharapkan dari keberadaan pepohonan itu sendiri. Misalnya untuk menahan angin dan hujan, menahan sinar matahari, menutupi pandangan, memperkuat tanah dan mencegah erosi, pembatas jalan setapak, mengarahkan pengunjung, maupun estetika lingkungan situs.

Pengendalian pengunjung

Minimnya jumlah pemandu wisata diantisipasi oleh Juru Pelihara yang bekerja rangkap sebagai penyampai informasi kepada pengunjung situs. Di masa depan akan dipisahkan antara tugas Juru Pelihara dengan pemandu wisata.

Pengendalian pengunjung menjadi tugas pemandu wisata yang mengutamakan  kenyamanan dan keselamatan pengunjung selama berada di lapangan. Rute dan rambu-rambu disiapkan untuk mengantisipasi peningkatan jumlah wisatawan dan aktivitas mereka.

Sebanyak 30 pemandu PNS maupun non-PNS akan diikutkan pelatihan kompetensi selama 2016-2019, materi dasar panduan disiapkan sebagai bagian dari bahan pelatihan.

Pengendalian pengunjung dilakukan secara integratif antara pemandu, petugas keamanan, dan Juru Pelihara.

Penataan Ruang

Ruang sempit yang sekarang tersedia untuk kepentingan pelestarian dan wisata tidak lagi mencukupi kebutuhan. Penempatan menara pandang, warung, dan akivitas penjaja makanan dan minuman di dalam area situs mempersempit ruang gerak pengunjung maupun petugas pengelola situs.

Penambahan fasilitas baru dibutuhkan untuk mengantisipasi kebutuhan yang terus berkembang, daerah di sisi utara antara bukit dengan sungai Cikuta menjadi lokasi yang ideal bagi pengembangan masa depan dengan pertimbangan:

  • Lokasinya dekat dengan permukiman penduduk
  • Kontur tanah relatif landai
  • Mudah dijangkau kendaraan umum
  • Sudah tersedia fasilitas seperti parkir dan warung-warung untuk memenuhi kebutuhan pengunjung wisata
  • Lebih dekat dengan kawasan Perkebunan Teh Penyairan sebagai atraksi pendukung bagi situs Gunung Padang.

Konsep wisata Gunungpadang tidak lagi terfokus pada puncak bukit melainkan dialihkan ke kaki bukit. Lingkungan bukit akan dibersihkan dari bangunan kecuali fasilitas pelayanan publik dan gedung pengelola. Diperlukan desain pengembangan yang jelas antara puncak bukit dan kaki bukit dengan memanfaatkan permukiman kampung yang ada. Karakter wisata Gunungpadang akan berbasis budaya (cultural tourism) yang memadukan daya tarik warisan (heritage) dengan budaya Sunda (living culture) untuk menghindari pertumbuhan ke arah wisata masal (mass tourism).

Budaya Sunda menjadi unsur kesatuan dengan tinggalan purbakala Gunung Padang. Dalam konteks budaya lokal, punden berundak Gunung Padang dipercaya sebagai warisan leluhur yang menjadi cikal-bakal warga desa setempat yang disucikan. Oleh karena itu suasana pedesaan, kehidupan masyarakat, dan persawahan penduduk dikembangkan sebagai unsur penting dari konsep wisata budaya kawasan Cianjur.

Adapun perkebunan teh Penyairan yang dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara VIII menjadi daya tarik tambahan bertema wisata alam (natural tourism) mengandalkan keindahan panorama alam pegunungan, proses pengolahan teh, dan aktivitas pemetikan daun teh sebagai andalan.

Maka bangunan punden berundak Gunung Padang akan diposisikan sebagai atraksi sekunder bukan lagi primer. Pendirian museum situs (site museum) dan pusat informasi diharapkan bisa mencukupi kebutuhan informasi pengunjung tentang kesejarahan situs. Replika dari unsur-unsur punden akan ditempatkan di dekat museum sebagai bentuk pengalihan perhatian agar apresiasi terhadap warisan budaya purbakala situs dapat dinikmati semua orang di bawah bukit. Aktivitas pengunjung dipantau dan dikendalikan oleh pusat informasi di bawah Lembaga Pengelola situs.

Relokasi Penduduk, Bangunan, dan Sarana Umum

Untuk mengurangi kepadatan pengunjung di kaki bukit sisi utara, bangunan warung dan rumah penduduk perlu direlokasi keluar dari situs. Pembebasan tanah merupakan alternatif terbaik yang menguntungan pemerintah dan masyarakat. Lokasi yang dikosongkan akan diisi dengan bangunan permanen untuk pendirian Lembaga Pengelola dan Museum Situs, menggunakan bangunan yang sudah ada sekarang.

Relokasi penduduk dan bangunan dari kaki bukit Gunung Padang diarahkan tidak berdekatan dengan Situs Cagar Budaya Gunung Padang yang telah diatur melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 2014. Dukungan pemerintah kabupaten Cianjur dibutuhkan untuk mempermudah proses.

Penambahan fasilitas umum berupa peturasaan (WC), tempat berteduh, dan pelataran pandang seluruhnya ditempatkan jauh dari punden. Peturasan yang sudah ada di sisi barat-daya punden dekat pemakaman umum dipertahankan dan diperbaiki. Bak air berukuran besar akan dibuat dan ditanam di tempat ini, airnya dapat dialirkan ke punden untuk berbagai keperluan. Sanitasi dari peturasan dialirkan ke bawah bukit menggunakan pipa yang dibenamkan ke dalam tanah.

Mushola dan lapangan pendaratan helikopter (helli-pad) di atas bukit akan dibongkar dan dipindahkan ke dekat lapangan bola di desa Campaka. Pada 2017 lingkungan punden diharapkan tidak lagi menjadi tempat berkumpulnya wisatawan.

Fasilitas umum bagi pengunjung situs akan ditempatkan di sekitar lapangan parkir kampung Cikuta dan desa-desa sekitar bukit Gunung Padang, selain di lingkungan kantor pengelola.

Manajemen Situs

Penetapan Gunungpadang sebagai Situs Cagar Budaya Nasional pada 2014 belum ditindaklanjuti dengan pembentukan Lembaga Pengelola. Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Serang sebagai UPT Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang bertanggungjawab atas pelestarian cagar budaya ternyata bukan satu-satunya pengelola, dinas yang membidangi sektor kebudayaan di tingkat Kabupaten Cianjur dan Provinsi Jawa Barat memasukkan situs Gunungpadang sebagai bagian dari tugas pelestarian. Meskipun demikian biaya rutin pemeliharaan sebagian besar masih dibebankan kepada BPCB Serang. Adapun perolehan dana dari hasil penjualan tiket seluruhnya dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur. Dualisme pengelolaan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dijembatani dengan pembentukan Lembaga Pengelola yang dibiayai dan dibina secara bersama. (Albert&Tim)