Pada 21 Maret 2016 lalu Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, meresmikan Museum dan Pusat Kajian Etnografi, Fakultas ISIP, UNAIR di Surabaya. Museum dan Pusat Kajian Etnografi, Fakultas ISIP, UNAIR adalah museum universitas pertama di Indonesia yang memiliki tema tata pamer “kematian”. Meskipun tema tata pamer museum ini menyeramkan, tetapi disajikan dengan cara populer. Mengapa kematian yang dipilih sebagai tema? Oleh karena kematian adalah bagian dari siklus hidup yang, paling tidak, pernah dibicarakan, dihindari dan ditakuti. Akan tetapi kenyataannya, kematian adalah hal yang paling penting yang dipikirkan manusia. Hal ini dibuktikan dari sangat beragamnya upacara kematian di Nusantara. Tidak hanya bagian penting dalam kehidupan tapi upacara kematian itu memakan biaya yang sangat banyak.
Tata pamer museum didesain sesuai dengan segmentasi remaja (mahasiswa) yang kritis, narsis, serius tapi santai, buat hang out dan selfie dan tidak menggurui. Pembuatan tata pamer ini menggunakan dana APBN 2015 melalui dana Tugas Pembantuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Sebagai bagian dari etnografi, informasi kematian tidak diberikan dalam bentuk yang menyeramkan, melainkan dalam bentuk potret budaya, yaitu bagaimana masyarakat memperlakukan anggotanya yang meninggal. Kemasan lain adalah bentuk informasi mengenai bagaimana nasib raga setelah mati, bagaimana cara mengenalinya kembali (mengidentifikasi kembali) dan bagimana melacak kehidupan masa lampau, perkembangan fisikya dan persebarannya. Semua informasi ini diramu sebagai ekspresi ilmu antropologi budaya dan antropologi ragawai, dengan irisan bidang ilmu lain. Jadi kesan seram dan menakutkan direduksi di museum ini.
Kematian bukan akhir suatu kehidupan, tapi awal suatu kehidupan yang baru. Kematian bukan berarti salam perpisahan, hal ini dapat kita lihat dan alami sendiri dari budaya-budaya Nusantara.Tahun ini direncanakan akan ada kelengkapan yang ditambah, yaitu: Penataan cahaya, laboratorium dan tata pamer temporer film dokumenter. (Judi Wahjudin)
Museum dan Pusat Kajian Etnografi Universitas Airlangga didirikan pada 25 September 2005 di bawah Departemen Antropologi FISIP dan diresmikan oleh Rektor Universitas Airlangga. Museum Etnografi ini telah terdaftar sebagai anggota Asosiasi Museum Daerah (AMIDA) Jawa Timur. Setelah berusia 10 tahun, museum berbenah dengan memiliki konsep baru. Museum ini ingin menjadi pusat informasi dan pendidikan yang dibalut dalam suasana yang menyenangkan, sehingga mempengaruhi keinginan untuk belajar.