Pada Mei 2015 lalu Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengirimkan surat kepada Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi. Surat itu berisi permohonan perihal rekomendasi lokasi calon Museum Budaya Merapi yang berada di Dusun Boyong, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman.
Atas dasar surat permohonan tersebut, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi melakukan survei di lokasi yang direncanakan akan dibangun museum tersebut.
Survei dilakukan di lokasi yang berkoordinat 7037’12.01″ S dan 110025’11.75″, dengan ketinggian 676-690 mdpl. Berjarak 9,2 kkm dari puncak Gunung Merapi, dan masuk dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) II Gunung Merapi di antara alur Kali Boyong dan Kali Kuning. Berdasarkan analisis GIS, lokasi tersebut berjarak 885 m dari Kali Kuning di sisi Timur dan berjarak 554 m dari Kalo Boyong di sisi barat. Lokasi terebut ternyata berada di luar Area Terdampak Langsung I dan II letusan Gunung Merapi 2010.
Berdasarkan hasi survei di lapangan dan analisis terhadap ancaman bahaya primer dan sekunder Gunung Merapi, lokasi tersebut berada pada area Kawasan Rawan Bencana II Gunung Merapi yang berpotensi terlanda aliran awan panas, bila terjadi erupsi Merapi pada skala VEI 3-4. Oleh sebab itu Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi melalui surat tertanggal 1 Juni 2015 tidak merekomendasikan untuk meneruskan pembangunan Museum Budaya Merapi di lokasi tersebut, dan mencari lokasi yang lebih aman dari ancaman bahaya erupsi Gunung Merapi.
Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Drs. Umar Priyono, M.Pd. menjelaskan bahwa dapat menerima rekomendasi tersebut, dan di lokasi yang sempat dibangun fondasi untuk Bangunan Museum Budaya Gunung Merapi akan digunakan untuk kepentingan masyarakat. Di antaranya untuk kemah budaya, jambore, dan untuk tempat parkir mobil jip. Perlu diketahui saat ini ada sekitar 60 mobil jib yang menjadi alat transportasi di Gunung Merapi.
