Survei dan Pemetaan Cagar Budaya Bawah Air pada 19 hingga 27 Mei 2015 dilakukan di wilayah Desa Teluk Buton, Kecamatan Bunguran Utara, Natuna. Tim berangkat dari Jakarta menuju Batam. Dari bandara Hang Nadim Batam dilanjutan ke Lanud Ranai di Natuna. Sesampainya di Ranai, kami dijemput oleh Pak Deng. Beliau adalah sosok yang sangat peduli dengan tinggalan purbakala yang tersebar hampir di seluruh pantai di Pulau Natuna. Dari Lanud Ranai, yang merupakan Lapangan Udara milik TNI AU, kami melanjutkan dengan perjalanan darat menuju Desa Teluk Buton. Perjalanan ini sangat menyenangkan, karena selain akses jalan sangat bagus, mata seolah dimanjakan dengan pemandangan yang sangat indah. Hanya beberapa ruas dan satu jembatan saja yang belum selesai.
Sebelumnya kami berkesempatan mengunjungi rumah beliau yang juga berfungsi sebagai museum. Di sana kami bertemu dengan Ibu Nanik, soerang ahli keramik dari Pusat Arkeologi Nasional (Pursarnas) yang sedang melakukan analisis terhadap keramik yang berhasil diselamatkan oleh Pak Deng. Berselang sekitar 1 jam, kami melanjutkan perjalanan ke Teluk Buton. Dalam perjalanan itu, Pak Deng menepikan mobilnya ke sisi kanan. Terlihat sekelompok orang sedang berkumpul di bawah tenda terpal. Mereka adalah peneliti dari Pusat Arkeologi Nasional yang dipimpin oleh Bapak Sony. Terlihat bentangan tambang berwarna kuning menyilang dari barat ke timur dan dari utara ke selatan. Di salah satu sisi terlihat satu kotak gali telah tergali sekitar 20 cm.
Ada yang unik dalam penelitian yang dilakukan oleh Pusarnas ini. Mereka memanfaatkan kepandaian salah seorang penduduk di pulau yang sangat cantik dan masih asri ini untuk mencari posisi yang diduga di dalamnya mengandung temuan keramik. Dia adalah Bapak Abas. Bapak yang berusia sekitar 60 tahunan, tetapi masih tampak segar dan kuat itu menusukan alat yang terbuat dari kawat yang berdiameter sekitar 5 mm dengan panjang sekitar 1 m. pada bagian pangkalnya diberi kayu berdiameter sekitar 3 cm dengan panjang sekitar 40 cm. Pada ujungnya diberi kayu dengan panjang sekitar sejengkal orang dewasa, agar mudah menusukan kawatnya ke dalam tanah.
Pak abas ini sangat ahli dalam melakukan pencarian keramik di bawah tanah. Meskipun tidak terlihat, kawat yang ditusukannya itu seolah dapat merasakan jenis temuan apa yang ada di dalam tanah. Seolah kawat itu adalah bagian dari syarat indra pak Abas. Beliau dapat mengetahui yang disentuh kawat itu keramik, tulang atau temuan lain.
Penduduk di Natuna sudah sangat paham dengan karakteristik temuan keramik yang tersebar di pesisir pantai. Jika mereka menemukan pecahan tempayan, maka pasti ada temuan lainnya, karena tempayan erat kaitannya dengan aktifitas bermukim. Jika ditemukan pecahan atau keramik utuh yang berhubungan dengan perilaku makan dan minum, maka dapat diduga tidak jauh dari tempat itu ada temuan lain yang memiliki temuan sejenis, tambah Pak Deng. Bahkan Bapak Abas dengan kawat besinya dapat menduka bahwa keramik yang disentuhnya itu keramik untuk aktifitas sehari-hari atau keramik yang digunakan sebagai bekal kubur.
Pukul 13.00 kami melanjutkan perjalanan ke Teluk Buton. Perjalanan ini kami tempuh sekitar 1 jam. Sesampainya di Teluk Buton, kami mendapati kawan-kawan kami yang berangkat pada Selasa, 19 Mei terlihat di Dermaga kecil di depan rumah Kepala Desa yang telah berubah menjadi basecamp. Ternyata arus laut siang ini terlalu besas untuk penyelaman. Dalam diskusi kecil di teras rumah kepala desa ini diputuskan penyelaman akan dilakukan siang hari besok setelah shalat Jumat.