Menilik Gaya Hidup Sehat di Masa Lalu: Berkaca Pada Ponten Mangkunegara VII Kestalan

0
1553

Dewasa ini sarana mandi, cuci, kakus (MCK) merupakan satu hal yang penting bagi kehidupan manusia. Di berbagai tempat, dapat dengan mudah kita menemui sarana mandi, cuci, kakus umum untuk menunjang kehidupan manusia sehari-hari. Begitu pentingnya peran MCK umum sehingga keberadaannya tidak dapat dipandang sebelah mata. MCK umum merupakan sarana sanitasi umum yang digunakan bersama oleh beberapa keluarga untuk mandi, mencuci dan buang air di lokasi pemukiman yang berpenduduk dengan kepadatan sedang sampai tinggi (300-500 orang/Ha) (Badan Standarisasi Nasional, 2001). Seringkali bangunan MCK umum identik dengan bangunannya yang kotor, bau, dan sarananya tidak lengkap. Tidak semua mck kondisinya seperti itu, namun kondisi semacam itu yang jamak ditemui. Kondisi mck seperti itu dapat dikatakan mck yang tidak sehat dan tidak sesuai dengan standar yang telah berlaku. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2001), mck harus mempunyai sumber dan sistem air yang bersih, mempunyai sistem pembuangan yang bekerja dengan baik, dan mempunyai sarana yang lengkap.

Sebelum mck umum dikenalkan di Indonesia, masyarakat -umumnya pedesaan- biasa memanfaatkan sungai untuk menunjang kehidupannya sehari-hari. Di beberapa daerah, kondisi seperti itu masih dijumpai bahkan di masa sekarang. Pengenalan MCK sebagai bangunan sanitasi komunal merupakan bentuk perubahan budaya yang sangat mendasar terkait pandangan masyarakat akan kesehatan dan kebersihan lingkungan yang bersifat komunal atau dalam artian harus dijaga dan dimanfaatkan secara bersama.

Salah satu bangunan MCK di Indonesia yang saat ini telah menjadi obyek cagar budaya adalah ponten Kestalan yang berada di Kota Surakarta. Ponten, kemungkinan kata ini merupakan bentuk kesalahan pengucapan Bahasa Jawa yang berasal dari bahasa Belanda fontein yang berarti air mancur, pada kenyataannya di bangunan ini banyak dipasang pancuran. Bangunan ini didirikan di pinggir Kali Pepe dimana banyak warga yang berada di sekitar Kestalan mendapatkan jaminan air bersih dalam kegiatan MCK sehari-hari. Bangunan komunal ini diinisiasi oleh KGPAA Mangkunagoro VII yang secara administratif merupakan Domain Mangkunegaran atau daerah kekuasaan Mangkunegaran. Secara konteks keruangan ponten Kestalan memiliki keterkaitan dengan keberadaan Puro Mangkunegaran, Pasar Legi, Stasiun Balapan dan Kali Pepe. Diketahui bahwa di sisi utara Puro Mangkunegaran merupakan Domain Mangkunegaran yang sepertinya menampakkan penataan tata ruang yang terkonsep. Keberadaan Kali Pepe di sisi utara Puro Mangkunegaran di masa lalu pernah menjadi sumber air utama terpenting bagi Puro baik secara filososfis maupun ketersediaan sumber daya alam. Pada masa pemerintahan Mangkunegaran VII masyarakat di sekitar Kali Pepe banyak melakukan aktivitas keseharian untuk mandi, cuci dan kakus di sepanjang sungai. Ide Mangkunegara VII untuk membuat sebuah pemandian di tepi Kali Pepe merupakan upaya menjaga kebersihan lingkungan sekaligus media pembelajaran bagi masyarakat untuk pola hidup bersih. Bermula dari konsep dan pemahaman inilah nilai penting dari ponten Kestalan menjadi sebuah obyek cagar budaya yang layak dilindungi. Meski saat ini luasan dari ponten hanya seluas 834 m2, diduga bahwa sebagai sebuah bangunan teknis, ponten memiliki sarana penunjang yakni sumur serta sistem jaringan pipa air yang menurut narasumber berada di sekitar Stasiun Balapan.

KGPAA Mangkunegoro VII merancang air yang dialirkan ke dalam ponten adalah air bersih. Sedangkan buangan limbah MCK dibuang ke Kali Pepe yang setiap harinya akan dibersihkan dengan cara digelontor sehari dua kali dalam sehari, air dari kolam penampungan itu digelontorkan ke kanal-kanal drainase, sehingga limbah yang tersalur ke sana langsung terbuang ke Kali Pepe dan akhirnya sampai Bengawan Solo. Mangkunegaran dengan dukungan kemampuan teknis dari Belanda telah membuat kanal-kanal drainase dan waduk penampungan air.  Ada dua waduk penampung air di wilayah Mangkunegaran yakni di hutan kota Balekambang yang masih lestari sampai kini. Terobosan baru coba dijalankan oleh Mangkunegara VII untuk mengubah kebiasaan sanitasi masyarakat. Mangkunegara VII mengeluarkan kebijakan untuk membangun sarana mck umum di kampung-kampung. Menurut Muhammad Apriyanto dari Komunitas Soerakarta Walking Tour yang penulis temui pada 2018 lalu, pembangunan sarana mck umum sejalan dengan tujuan Mangkunegara VII yang ingin pembangunan di wilayah Mangkunegaran dapat mensejahterakan penduduknya serta mengenalkan budaya hidup bersih dan sehat.

Hingga tahun 1932, di wilayah Domain Mangkunegaran telah dibangun 50 mck tunggal dan 55 mck dengan lebih dari satu jamban (Wasino,2008:319). Tahun 1936 pembangunan ponten dimulai sebagaimana tercatat di dalam prasasti pembangunannya. Bangunan ponten ini dirancang oleh arsitek Belanda. Ir Thomas Karsten atas perintah KGPAA Mangkunegara VII. Fasad bangunan ponten ini mempunyai langgam khas Mangkunegaran (mirip detail bangunan-bangunan Mangkunegaran lainnya seperti Monumen Pers, Jembatan Pasar legi, dan Candi Pesing di Wonogiri) memperlihatkan bentuk gubahan modern atas suatu bentuk petirtaan masa Jawa Kuna. 

Potret Ponten Mangkunegaran Tampak Depan
(Sumber: Dinas Tata Ruang Kota Surakarta, 2014)
Potret Ponten Mangkunegaran Tampak Depan
(Sumber: Dinas Tata Ruang Kota Surakarta, 2014)

Saat ini kondisi bangunan dan lingkungan sekitar ponten Kestalan sudah selaesai dilakukan revitalisasi. Pada tahun 2014 Pemerintah Kota Surakarta melaksanakan pekerjaan revitalisasi ponten dengan dana bantuan dari dana CSR PT. Bank Jateng. Bangunan ponten Kestalan saat ini telah menjadi bangunan cagar budaya sebagai landmark bagi Kali Pepe yakni melalui Surat Keputusan Walikota Surakarta No. 646/32-C/1/2013. Pada waktu sebelum dilakukan revitalisasi bangunan dan lingkungan di sekitar ponten merupakan kawasan yang kumuh dengan sejumlah hunian liar dan sebagai tempat pembuangan sampah. Hal tersebut lebih disebabkan sejak tahun 1970-an ketersediaan air di ponten sudah tidak berfungsi sehingga menjadikannya sebagai ruang terbuka yang tidak bermanfaat.

Bangunan ponten secara garis besar terdiri dari tiga bagian. Ada pemisahan antara bagian kamar mandi untuk laki-laki dan perempuan. Bangunan Ponten ini dibangun menghadap kearah selatan, bangunan dibangun dengan menggunakan batu bata plesteran dengan menggunakan hidrolik mortar. Bangunan memiliki ukuran 8 x 12 m dengan tangga masuk disisi kanan/timur dan kiri/barat bangunan. Bangunan tersebut secara keruangan terbagi menjadi 3 ruang. Pintu masuk sisi barat menghubungkan dengan 2 ruang yaitu ruang mencuci yang terletak di depan dan ruang mandi serta kakus yang terletak di sisi barat bangunan untuk MCK perempuan, sedangkan sisi timur merupakan MCK pria.

Ruang depan berukuran 4,5 x 2,5 m terdapat pipa-pipa pancuran air yang mengalirkan air dari bak penampungan di atas untuk keperluan mencuci. Ruangan ini pada bagian depan dibatasi dengan pagar setinggi 1-1,5 meter. Pada ruangan ini terdapat selasar panjang sebagai tempat mencuci komunal dengan beberapa pancuran di atasnya. Pada dinding bagian atas terdapat 2 pancuran air limpasan dari bak dan sebuah jaringan penerangan (lampu), sehingga kegiatan mencuci juga dapat dilakukan pada malam hari.

Ruang mandi perempuan terletak disisi barat bangunan. Di dalam ruang ini, pada sisi barat terdapat dudukan memanjang dengan beberapa pipa diatasnya, sedangkan pada sisi timur terdapat 3 buah dudukan (tempat duduk) yang diatasnya juga terdapat pipa pancuran. Terdapat 2 buah pipa limpasan air bak jika penuh dan sebuah jaringan penerangan. Di ujung utara ruang terdapat pintu masuk ke bilik jamban.

Ruang MCK pria secara keruangan tidak berbeda dengan kamar mandi perempuan. Di dalam ruang ini, pada sisi timur terdapat dudukan memanjang dengan beberapa pipa diatasnya, sedangkan pada sisi barat terdapat 3 dudukan dengan pipa pancuran di bagian atasnya. Di ujung ruang terdapat pintu masuk ke bilik jamban. Air yang dipergunakan di bangunan ini dialirkan melalui sebuah pipa besi yang berada di depan bilik jamban yang menurut beberapa sumber tidak menggunakan air sumur melainkan dari mata air dari daerah Cakra Tulung (Klaten) yang dialirkan oleh perusahaan air, NV Hoodgruk Water Laiding Hoodplaast Surakarta En Omstreken.

Potret Bekas Pancuran di Ponten Mangkunegara VII Kestalan
(Sumber: DIrektorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, 2018)
Potret Kakus di Potret Mangkunegara VII Kestalan
(Sumber: Direktorat Pelestarian cagar Budaya dan Permuseuman, 2018)

Pembangunan sarana umum berupa mck memperoleh hasil yang baik dengan menyadarkan akan kebersihan lingkungan dan tentu adab kesopanan yang lekat dengan budaya Timur. Beberapa penyakit yang sebelumnya banyak diderita oleh masyarakat seperti cacingan menjadi berkurang, seperti yang telah dijelaskan Wasino dalam Kapitalisme Bumi Putra: Perubahan Masyarakat Mangkunegaran. Ponten Mangkunegara VII Kestalan merupakan bukti perubahan budaya yang berdampak bagi masyarakat luas.

ditulis oleh Omar Mohtar