Kweekschool Bukittinggi dan Ruang Pendidikan Guru Bumiputera

0
3903
Sekolah Rajo pada 1929.
Sekolah Rajo pada 1929.

Dibangun 160 tahun

Bangunan dengan jendela tinggi berwarna abu serta pintu tinggi berwarna senada menunjukkan gaya khas bangunan kolonial. Bangunan tua ini dibangun 160 tahun lalu di Bukittinggi. Kweekschool Bukittinggi namanya, sekolah pendidikan untuk guru. Sekolah ini berada dekat dengan Fort de Kock yang tersohor itu. Sekolah yang hingga kini masih digunakan telah mengalami evolusi dan beberapa kali berganti nama. Sekolah Rajo, Kweekschool, SMA Birugo, Sekolah Menengah Tinggi, Sekolah Menengah Atas II AC, dan akhirnya kini bernama Sekolah Menengah Atas 2 Bukittinggi. Tentu peralihan fungsi pun terjadi. Dari sekolah pendidikan guru hingga kini menjadi sekolah umum.

Didirikan pada 1858, Kweekschool Bukittinggi memang bukan yang pertama. Namun banyak hal penting terjadi di salah satu sekolah awal untuk guru ini. Pada awal pendiriannya, Sekolah Rajo dipimpin oleh Charles Adriaan van Ophuijsen. Dia adalah seorang Belanda yang gemar mempelajari bahasa berbagai suku di Hindia Belanda. Perubahan Sekolah Rajo menjadi kweekschool terjadi pada 1873, setelah politik etis berubah menjadi kweekschool atau sekolah guru.

Sempat mati dan hidup kembali

Sekolah yang kini terletak di Kabupaten Bukittinggi, Sumatera Barat ini sangat istimewa. Muridnya berasal dari berbagai daerah di Pulau Sumatera. Dari Aceh, Lampung, Tapanuli, Bangka, Belitung hingga Bengkulu. Padahal pada 1873, merantau bukanlah hal lumrah seperti saat ini. Namun perjalanan sekolah ini tidak begitu baik. Pada 1835 sekolah ini sempat ‘mati’. Sekolah yang kini atapnya dihiasi dengan gadang kemudian ‘hidup kembali’ setelah Indonesia merdeka.

Kini menjadi SMA Negeri 2 Bukittinggi.
Kini menjadi SMA Negeri 2 Bukittinggi.

Sekolah dengan berbagai nilai penting nasional di dalamnya ini tentu tidak bisa dilepaskan dari sosok Tan Malaka. Pahlawan nasional yang memiliki nama lengkap Sutan Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka ini masuk Kweekschool Bukttinggi pada 1908. Ia dikenal cerdas dan sopan oleh gurunya G.H. Horensma. Ia pun bertolak ke Haarlem, Belanda untuk melanjutkan pendidikan kweekschool.

Bambang Eryudhawan—salah satu Tim Ahli Cagar Budaya Nasional (TACBN), yang berlatar belakang arsitektur—mengatakan bahwa dulu Ophuijsen mendapatkan tugas kali pertama membakukan ejaan Bahasa Melayu, yang menjadi cikal bakal ejaan Bahasa Indonesia. “Sekolah ini menjadi satu-satunya tempat Tan Malaka pernah belajar di Indonesia sebelum berangkat ke Belanda,” ujar Bambang.

Menguatkan pentingnya sejarah sekolah ini, Junus Satrio Atmodjo, salah satu anggota TACBN, mengatakan bahwa munculnya kelompok terpelajar juga dari sekolah ini. “Sekolah ini menjadi tempat sekolah hampir seluruh anak Sumatera,” kata Junus menegaskan.

Pada sidang TACBN yang dilaksanakan di Ambon pada 8 sampai 11 November 2018 lalu, sekolah ini direkomendasikan sebagai Cagar Budaya peringkat Nasional. Mengingat berbagai peristiwa sejarah penting yang pernah terjadi di dalamnya. (Rucitra Deasy Fadila-Subdit Registrasi Nasional)