Kenduri Sko: Pemajuan Kebudayaan Tanah Kerinci

0
5101

Direktorat Pelindungan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, menghadiri perhelatan adat Kenduri Sko di Desa Tanjung Tanah, Kecamatan Danau Kerinci, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, pada Sabtu (14/05) lalu. Ritual ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia (WBTbI) pada 2018, dan merupakan rangkaian acara adat yang hanya digelar lima  tahun sekali. Tradisi yang telah berlangsung secara turun temurun sejak abad ke-7 Masehi ini terdiri dari dua acara utama, yaitu penyucian benda pusaka dan pengukuhan gelar adat.

Prosesi ini diawali dengan penyembelihan kerbau, yang dilanjutkan dengan penurunan pusaka dari tempat penyimpanannya untuk dimandikan. Masyarakat budaya Kerinci memiliki pusaka yang disimpan oleh tiga pimpinan adat yang disebut sebagai Depati Tigo Luhah, yaitu Pucuk Depati Talam Tuo, Depati Bumi, dan Depati Sekumbang. Ritual penyucian pusaka dilakukan secara berurutan di masing-masing rumah gadang Depati.

Penyebutan “sko” berasal dari kata “saka” yang berarti keluarga atau leluhur dari pihak Ibu. Masyarakat Kerinci menganut sistem kekerabatan matrilineal, yaitu garis keturunan ditarik dari pihak Ibu. Tak hanya itu, sko atau pusaka yang berbentuk gelar dalam tradisi Kerinci juga diturunkan dari kaum perempuan. Begitu juga harta pusaka tinggi berupa rumah dan sawah yang dikendalikan oleh pemimpin adat perempuan.

Penyucian berupa pemandian pusaka rupanya tidak bermakna literal dengan menyiram pusaka dengan air. Prosesi ritual ini dilakukan oleh Depati pemegang pusaka masing-masing dengan membasahi tangan dengan air jeruk limau kemudian diusapkan ke permukaan pusaka. Tahapan ini disebut sebagai palimauan. Pusaka yang telah dimandikan kemudian dikembalikan ke dalam kotak penyimpanannya. Benda-benda pusaka ini hanya boleh dikeluarkan dari kotaknya melalui Kenduri Sko. Melalui cara itu, secara tidak langsung benda pusaka ini terlindungi dengan baik dari potensi kerusakan, baik oleh alam maupun kontak langsung manusia.

Pada hari ketiga Kenduri Sko digelar acara pengukuhan gelar kebesaran adat Depati atau Ninik Mamak. Dalam acara ini Direktur Jenderal Kebudayaan, yang diwakili oleh Direktur Perfilman, Musik, dan Media, dinobatkan sebagai salah satu pemangku adat dengan gelar Depati Talam Rajo Batuah. Setelah acara penobatan dilakukan pembagian lemang sebagai makanan khas Kenduri Sko kepada seluruh masyarakat. Lemang adalah masakan berbahan beras ketan dimasak dengan santan dan dimasukkan ke dalam bambu lalu dibakar.

Para penerima gelar kebesaran adat duduk bersama para Depati dan Ninik Mamak

Rangkaian prosesi diakhiri dengan makan bersama sebagai bentuk syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menu yang disajikan berupa randang kabau atau rendang daging kerbau yang disembelih pada hari pertama Kenduri Sko, dan bermacam-macam gulai berwarna merah dan kuning keemasan.

Sajian makan bersama sebagai penutup rangkaian Kenduri Sko

Keseluruhan rangkaian tradisi Kenduri Sko ini menunjukkan bahwa masyarakat Kerinci mengedepankan adat istiadat sebagai cara kehidupan bermasyarakat. Kenduri Sko adalah jati diri masyarakat Kerinci. Sebagai tradisi luhur yang terus dijaga selama ratusan tahun, nilai-nilai edukasi dalam pehelatan akbar ini sangat penting dalam menjaga identitas kolektif dan menjaga warisan leluhur masyarakat Kerinci.

Mengutip pernyataan Judi Wahjudin, Plh Direktur Pelindungan Kebudayaan, Kenduri Sko ada baiknya dimaknai bukan sekadar sebagai ritual berkala yang diwariskan oleh para leluhur untuk menjaga identitas dan melestarikan nilai-nilai toleransi, gotong-royong, kerja sama, dan nilai-nilai luhur lainnya. Lebih dari itu, Kenduri Sko memiliki makna adiluhung sebagai kearifan lokal masyarakat adat dalam menjaga kedaulatan budaya, konservasi dan revitalisasi warisan budaya baik benda maupun takbenda, bentuk implementasi amanat leluhur, serta menjaga ruh identitas lokal sebagai pengikat ekosistem komunitasnya.

Plh Direktur Pelindungan Kebudayaan bersama Wakil Bupati Kerinci dan Prof. Wardiman Djojonegoro

Dalam konteks pelindungan kebudayaan, tentunya kehadiran pemerintah dalam upaya menjaga kelangsungan budaya merupakan sebuah keniscayaan. Untuk itu, Direktorat Pelindungan Kebudayaan memberikan fasilitasi berupa pendampingan dalam proses penetapan Cagar Budaya dan Warisan Budaya Takbenda.

Kontributor : Shalihah S Prabarani
Direktorat Pelindungan Keebudayaan