Cagar Budaya

0
9001

Seperti diketahui bahwa Indonesia kaya akan Cagar Budaya baik berupa Benda Cagar Budaya (BCB), Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya baik yang terletak di darat maupun di air. Atas dasar jenisnya Cagar Budaya dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu Cagar Budaya Bergerak dan Cagar Budaya Tidak Bergerak. Cagar Budaya Bergerak adalah Cagar Budaya yang dapat dipindah-pindahkan dari tempat satu ke tempat yang lainnya yang umumnya merupakan benda-benda koleksi yang disimpan di Museum seperti arca batu, mahkota raja, musik tradisional Gamelan Jawa, Keris kuno, mangkuk keramik, dan lain-lain.  Sedangkan Cagar Budaya tidak bergerak adalah Cagar Budaya yang tidak dapat dipindah-pindahkan dan lebih bersifat monumental seperti Bangunan Masjid Kuno, Bangunan Candi, Struktur Candi, Situs Petirtaan, Kawasan Kota Kuno, dan lain-lain.

Cagar Budaya baik yang bergerak maupun tidak bergerak merupakan warisan budaya nasional yang memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, kebudayaan, dan berguna dalam rangka menelusuri kehidupan nenek moyang kita masa lalu, serta untuk memupuk serta meningkatkan kepribadian bangsa. Selain itu, sesuai Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, Cagar Budaya dapat dimanfaatkan oleh setiap orang untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan dan pariwisata. Ditinjau dari aspek sosial ekonomi, Cagar Budaya merupakan salah satu aset bangsa yang dapat dijadikan sebagai destinasi pariwisata unggulan yang dapat meningkatkan devisa Negara yang pada gilirannya dapat mensejahterakan rakyat. Oleh karena itu, Cagar Budaya tersebut wajib dilestarikan dengan sebaik-baiknya agar dapat dimanfaatkan kepada generasi yang akan datang dalam keadaan sebaik-baiknya.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Tahun 2013, dapat diketahui bahwa jumlah cagar budaya di Indonesia mencapai angka  66.513 Cagar Budaya,  yang terdiri atas 54.398 Cagar Budaya Bergerak dan 12.115 Cagar Budaya Tidak Bergerak yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Dari jumlah tersebut, sudah dipelihara sebanyak 1895 Cagar Budaya, dengan 2.988 juru pelihara. Yang telah dipugar sebanyak 643 Cagar Budaya, 146 Cagar Budaya telah dikonservasi, dan 983 Cagar Budaya telah ditetapkan oleh Menteri .

Sistem pengelolaan Cagar Budaya saat ini sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang lebih memposisikan peran pemerintah sebagai pelaku utama dalam pelestarian Cagar Budaya. Akan tetapi dewasa ini pelestarian Cagar Budaya mengalami perubahan paradigma yaitu dilaksanakan secara terpadu, terintegrasi dan berkelanjutan (continuity integrated system) antar seluruh pemangku kepentingan yakni pemerintah pusat, pemerintah provinsi/pemerintah kabupaten/pemerintah kota, kalangan swasta, unsur perguruan tinggi, dan masyarakat umum. Sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, masyarakat dilibatkan dalam hal pendanaan dan pengawasan kegiatan pelestarian Cagar Budaya.

Untuk melaksanakan upaya pelestarian Cagar Budaya, landasan operasional yang dipakai Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman adalah berpedoman pada uraian tugas pokok dan fungsi Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, dan tata cara teknis upaya pelestarian Cagar Budaya harus sesuai Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Peraturan Daerah baik Pemprop/Pemkab/Pemkot. Selain itu, kegiatan pelestarian Cagar Budaya harus dikoordinasikan dengan Tenaga Ahli Pelestarian dengan tetap memperhatikan etika pelestarian. Sedangkan Cagar Budaya yang sudah dikategorikan sebagai Warisan Budaya Dunia (World Cultural Heritage) upaya pelestariannya selain mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya juga harus mengacu pada konvensi internasional UNESCO yaitu Convention on Protection of The World Cultural and Natural Heritage 1972, dan peraturan perundangan terkait lainnya.

Mengingat pekerjaan pelestarian Cagar Budaya ini sangat bersifat teknis– arkeologis, yang harus dapat dipertanggungjawabkan baik secara teknis dan ilmiah, maka dalam pelaksanaannya harus ditangani oleh tenaga-tenaga teknis arkeologis yang ahli di bidangnya. Tenaga-tenaga tersebut adalah tenaga di bidang pendaftaran, pengkajian, penetapan, pencatatan, pemeringkatan, penghapusan, penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, pemugaran, penelitian, revitalisasi, adaptasi dan pemanfaatan. Secara berkala tenaga-tenaga teknis pelestarian tersebut dibina melalui program Pendidikan dan Pelatihan Pelestarian Cagar Budaya baik di Pusat maupun di daerah-daerah.

Untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam pelestarian Cagar Budaya, Pemerintah Indonesia secara berkala telah mengirim teknisi-teknisi muda untuk mengikuti Training Course, workshop, seminar di bidang penyelamatan, konservasi, pemugaran, pengukuran, penggambaran di beberapa Negara seperti India, Perancis, Belgia, Italia, Jepang, Thailand, Filipina, dll.

Anggaran untuk kegiatan pelestarian Cagar Budaya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pihak swasta, masyarakat/donatur, kalangan perguruan tinggi, bantuan luar negeri seperti UNESCO, atau organisasi masyarakat internasional yang peduli dengan warisan dunia.

Sementara itu sarana dan prasarana yang diperlukan untuk kegiatan pelestarian Cagar Budaya disesuaikan dengan kebutuhan kerja yang memenuhi persyaratan teknis pelestarian yakni murah, mudah didapat dan tidak merusak Cagar Budaya.