Buni-Batujaya, Satu Populasi Dua Budaya

0
2711
Kerangka anak-anak yang ditemukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang pada 2013 saat membuat parit di halaman Candi Blandongan di Situs Batujaya.
Kerangka anak-anak yang ditemukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang pada 2013 saat membuat parit di halaman Candi Blandongan di Situs Batujaya.

Dua kebudayaan yang berbeda

Bini-Batujaya, mungkin sekali dua kebudayaan ini berakar pada budaya yang sama. Dapat disimpulkan juga bahwa masyarakat pendukung kebudayaan Batujaya merupakan bagian dari masyarakat pedukung kebudayaan Buni. Kemudian pada abad ke-4 hingga 5 M masyarakat pendukung kebudayaan Hindu datang dan membangun kompleks percandian. Pada kondisi ini, keberlangsungan kedua kebudayaan yang berbeda terebut tidak harus diinterpretasi secara individual namun komunial.

Masyarakat ini sesungguhnya adalah masyarakat prasejarah dan pembawa kebudayaan Buni hingga abad ke-2 hingga 3 Masehi. Kemudian keturuannya, sekitar satu atau dua abad kemudian, mengembangkan kebudayan berbeda, yaitu kompleks percandian Hindu. Kerangka manusia yang ditemukan di situs Batujaya merupakan bagian dari masyarakat yang berbeda, yaitu kebudayaan prasejarah yang terkait dengan kebudayaan Buni, dan kemudian kebudayaan Hindu yang terkait dengan kompleks percandian Batujaya.

Budaya masa Paleometalik

Hampir pasti bahwa inilah kuburan para pendukung budaya Buni itu. Suatu budaya masa paleometalik, yang selain sangat akbrab dengan alat-alat logam, juga mengembangkan teknologi gerabah berslip merah, yang sangat terkenal dari akhir Masa Prasejarah di Jawa Barat. Orientasi rangka secara chtonis ke arah baratlaut-tenggara juga menggarisbawahi karakter prasejarahnya. Di lain pihak, hasil pentarikhan dengan metode C-14 yang mengacu pada abad ke-2 hingga 3 masehi, memberikan indikasi kentalnya periodisasi akhir masa Prasejarah dari rangka-rangka manusia ini.

Masalahnya akan mejadi makin menarik jika kubur mereka ini dihubungkan dengan eksistensi candi-candi di Batujaya. Suatu budaya yang jelas-jelas sudah mengacu pada budaya Hindu-Buddha di Jawa Barat. Ciri budaya dan posisi kubur rangka-rangka Batujaya ini jelas-jelas berada di antara dua budaya. Budaya Buni yang berasal dari akhir Masa Prasejarah, dan budaya Percandian Batujaya yang berasal dari awal Masa Sejarah. Merekalah masyarakat dari Zaman peralihan itu. Merekalah populasi masyarakat yang hidup di antara Karawang dan Bekasi pada sekitar dua ribu tahun silam.

Satu komunitas yang menghasilkan dua budaya

Pada awalnya mereka hidup dengan tatacara Prasejarah seperti yang lazim dilihat pada budaya Buni. Ketika agama Hindu-Buddha masuk Jawa Barat pada sekitar  abad ke-4 hingga 5 masehi, sebagian dari mereka pun kemudian memeluk agama baru dan mendirikan candi-candi di Batujaya. Sebagian lagi, yang kubur-kuburnya ditemukan di Batjujaya saat ini, tetap bertahan pada pola hidup prasejarah. Dalam hal ini, kelangsungan dua budaya yang berbeda tersebut tidak harus ditafsirkan secara individual, tetapi harus dpandang dalam tingkat populasi. Para keturunannya—setelah terpisah masa sekitar 100 hingga 200 tahun—telah mendirikan budaya lain, percandian. Satu komunitas yang menghasilkan dua budaya, ketika zaman Prasejarah harus digantikan oleh zaman Sejarah.

Sumber:

Harry Widianto, 2015, “Sisa Manusia di Batujaya, Siapakah Mereka, dalam Cagar Budaya, Vol. III/2015, hlm. 16-29.

Baca juga: Pendukung kebudayaan Buni merupakan cikal bakal Tarumanagara