Kjokkenmoddinger menjadi Situs Cagar Budaya Nasional

Pada Jumat, 25 Mei 2018, Tim Ahli Cagar Budaya Nasional (TACBN) bersidang di Hotel Santika Bintaro, Tangerang Selatan. Dalam sidang itu disepakati untuk menetapkan Bukit Remis Pangkalan sebagai Situs Cagar Budaya Nasional. Bukit Remis Pangkalan terletak di Desa Pangkalan, Kecamatan Kejuruan Muda, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh.

Bukit Remis Pangkalan merupakan salah satu peninggalan dari masa berburu dan mengumpulkan makanan, atau sezaman dengan masa Paleolitik. Peninggalan yang terdapat di bukit tersebut berupa kjokkenmoddienger berjenis kerang atau remis. Dalam bahasa Denmark, kjokken berarti dapur dan modding berarti sampah. Jadi, kjokkenmoddinger adalah sampah dapur berupa kulit-kulit kerang yang telah bertumpuk beribu-ribu tahun, sehingga membentuk bukit kecil.

Menurut anggota TACBN, Harry Truman Simanjuntak, Bukit Remis Pangkalan merupakan salah satu kjokkenmoddinger yang paling lengkap dan utuh. Profesor riset dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional tersebut mengatakan terdapat tiga lapisan budaya prasejarah dalam bukit yang terletak di tengah areal persawahan dan ladang milik warga tersebut. Ketiga lapisan budaya tersebut adalah lapisan bawah yang berasal dari masa Paleotilik. Lapisan tengah berasal dari budaya Mesolitik. Lapisan teratas berasal dari masa Neolitik.

Selain itu, terdapat temuan berupa sumatralith, yaitu alat batu yang dipahat di satu sisi dan dibiarkan alami di sisi yang lain. Alat batu tersebut digunakan untuk mengolah makanan. Termasuk kerang yang kulitnya lantas ditumpuk, sehingga membentuk kjokkenmoddinger.

TACBN-Kjokkenmoddinger
Harry Truman Simanjuntak menjelaskan keistimewaan Bukit Remis, sehingga layak ditetapkan sebagai Cagar Budaya nasional

Kerangka manusia dan bekal kubur

Selain ditemukan sumatralith, di Situs Bukit Kerang Pangkalan ditemukan tiga kerangka manusia dengan bekal kuburnya. Dalam buku Prasejarah Sumatera Utara: Kontribusinya Pada Kebudayaan Kini, Wiradnyana (2011:104–106) disebutkan bahwa temuan tengkorak di Situs Bukit Remis Pangkalan beserta hematite dan bekal kuburnya merepresentasikan adanya aktivitas religi manusia saat itu.

Posisi kerangka yang dilipat diinterpretasikan sebagai posisi bayi dalam kandungan. Dengan kata lain, manusia yang hidup saat itu meyakini bahwa orang yang meninggal akan dilahirkan kembali di alam lain. Melihat aspek-aspek tersebut, tentu saja Bukit Remis Pangkalan bukan merupakan tumpukan sampah dapur belaka.

Urgensi penetapan Situs Bukit Remis Pangkalan juga dilihat dari aspek perlindungannya sebagai cagar budaya. Situs kjokkenmoddinger tersebut terancam oleh adanya aktivitas pertanian di lahan-lahan sekitarnya. Dalam SK Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.90/PW.007/MKP/2011 disebutkan bahwa luas lahan Bukit Remis Pangkalan adalah 8.000 m2.

Akan tetapi, saat Direkorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman melakukan kajian lapangan dan verifikasi pada 2017, luas lahan berkurang menjadi 3.726 m2. Keterancaman tersebut diperparah dengan tidak adanya pagar yang melindungi situs dari aktivitas pertanian di sekitarnya. Oleh sebab itu, penetapan Situs Bukit Remis sebagai Cagar Budaya Nasional merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan. (Indrawan Dwisetya Suhendi-Sub Direktorat Registrasi Nasional)

Baca juga: Kajian Cagar Budaya Nasional Melingkupi Seluruh Indonesia