Sabtu, 2 Oktober 2021, Museum Batik Indonesia menggelar Bincang Batik sebagai peringatan Hari Batik Nasional yang diperingati setiap 2 Oktober. Dalam kesempatan ini menampilkan narasumber yang pakar batik, antara lain Ibu Tumbu Ramelan, Ibu Irini Dewi Wanti, dan Bapak Didiet Maulana. Acara ini dilaksanakan secara daring ini diikuti oleh masyarakat umum dan kaum muda tersebut berlangsung di ruang virtual zoom.

Upaya Pelestarian Lewat Yayasan Batik Indonesia (YBI)

Pemaparan pertama oleh Ibu Tumbu Ramelan dari Yayasan Batik Indonesia (YBI). Yayasan Batik Indonesia merupakan Yayasan yang didirikan oleh Ibu Jultin Ginandjar Kartasasmita, Ir. Firdaus Ali dan Dr. Dipo Alam MEM pada tahun 1994. Pendirian YBI adalah bentuk usaha pelestarian, perlindungan, pengembangan dan sosialisasi batik kepada masyarakat secara luas. Berbagai usaha telah dilakukan dalam lingkup tiga usaha kegiatan YBI. Kegiatan tersebut dapat dikategorikan ke dalam tiga sasaran masyarakat, yakni masyarakat umum, perajin batik, dan generasi muda.

Upaya pengenalan batik kepada masyarakat umum dilakukan YBI dengan mengadakan “Bincang-Bincang Batik”, penerbitan buku tentang batik (Batik the Spirit of Indonesia dan Batik Indonesia), pendirian galeri batik dan pameran ke mancanegara, penggunaan media digital, dan penganugerahan Award Kriya Pusaka kepada pada masyarakat yang berjasa terhadap kelangsungan pelestarian batik di Indonesia.

Pendirian galeri batik yang didirikan pada tahun 1996 dengan bekerja sama dengan Museum Tekstil. Sebagai respon atas hadirnya galeri batik, pada tahun 2010 diadakan kegiatan pameran Gelar Batik Nusantara.

Selain usaha-usaha tersebut, YBI juga memberikan berbagai kegiatan pendukung untuk kelangsungan hidup para perajin batik di Nusantara, antara lain, bantuan modal kepada komunitas, Penghargaan Penjaga Tradisi kepada para pembatik, Penghargaan Pembatik Muda Berprestasi, Lomba Desain Batik, Pelatihan batik kepada instansi, serta Kunjungan kerja ke daerah-daerah sentra penghasil batik.

Pelestarian batik sekarang ini mendapat tantangan luar biasa sejak pandemi Covid-19 tahun 2020. Data terbaru menunjukkan adanya penurunan jumlah perajin dari 151.565 menjadi hanya 32.895 perajin. Selain itu dari segi penjualan, terjadi penurunan dari 1.532 helai per bulannya  menjadi hanya 383 helai per bulannya.

Respon YBI terhadap dampak pandemi ke para perajin batik di Indonesia adalah memberikan beberapa masukan terkait kesejahteraan perajin. Beberapa program antara lain memberikan kemudahan modal kepada para perajin batik, pemasaran produk batik tulis dan cap, meningkatkan kontribusi pemerintah pusat dan daerah dalam perkembangan batik, serta membudayakan pemakaian batik untuk kegiatan sehari-hari.

Peran Museum Dalam Pelestarian Batik

Sebagai salah satu langkah nyata setelah penetapan batik sebagai Warisan Budaya Takbenda, pemerintah turut memberikan sumbangsih dengan mengeluarkan beberapa dasar hukum pelestarian benda-benda yang masuk ke dalam Warisan Budaya Takbenda UNESCO. Selain dengan penyusunan peraturan-peraturan tersebut, pemerintah secara fisik juga menghadirkan museum sebagai media pelestarian dan edukasi budaya batik, yakni dengan kehadiran Museum Batik Indonesia. Selain Museum Batik Indonesia yang berada di bawah Direktorat Jendral Kebudayaan, di Indonesia sudah banyak museum-museum bertema batik lainnya seperti Museum Batik Keraton Yogyakarta, Museum Batik Pekalongan, Museum Batik Danar Hadi, Museum Batik Yogyakarta, dan Museum Tekstil.

Museum Batik Indonesia yang dibangun sebagai tindak lanjut dari penetapan batik sebagai Warisan Budaya Non Benda memiliki tujuan untuk menyajikan dan mengintepretasikan koleksi batik kepada masyarakat Indonesia dan dunia, mendidik masyarakat lewat koleksi batiknya, mengadakan komunikasi antar masyarakat lokal dan internasional mengenai batik sebagai Warisan Budaya Non Benda, melakukan kajian terkait batik, dan mensosialisasikan produk batik ramah lingkungan dengan produk hijau kepada masyarakat.

Regenerasi Batik Masa Kini

Regenerasi batik di masa kini bukan mengarah kepada modernisasi kebudayaan batik secara menyeluruh. Namun, regenerasi batik kini lebih memanfaatkan platform untuk dapat mencapai konsumen secara global. Selain itu, masyarakat Indonesia bisa memanfaatkan rasa “guyub” untuk saling membantu, terutama dalam mensosialisasikan batik kepada masyarakat. Mas Didiet memberikan contoh tentang rasa “guyab” masyarakat Indonesia dengan contoh seorang influencer yang ingin menggalang dana dan disambut positif oleh masyarakat dengan ikut ambil bagian dalam memberikan dana. Rasa saling memiliki atau “guyub” ini yang dapat dimanfaatkan diera digital sekarang untuk membantu mengangkat perekonomian perajin batik.

Bentuk regenerasi juga dapat diwujudkan dalam penggunaan batik sebagai busana sehari-hari. Penyesuaian fashion modern dengan kain batik juga merupakan bentuk regenerasi batik di era modern ini. Target market yang sudah berubah dari masa ke masa juga sebaiknya dapat diikuti oleh para pecinta batik dengan melakukan berbagai inovasi. Beberapa contoh inovasi fashion dengan batik antara lain, cardigan batik t-shirt batik.

Giat regenerasi batik juga dapat dilakukan sejak dini dengan mengenalkan kepada anak-anak lewat kurikulum sekolah. Praktik memasukkan batik ke dalam kurikulum sekolah sendiri sudah dilakukan di sekolah-sekolah di Pulau Jawa. Praktik seperti ini sekiranya dapat terus dilaksanakan agar pemahaman tentang batik bisa terus lestari.

Pendidikan mengenai batik juga dapat digelorakan kembali, terlebih setelah hadirnya Museum Batik Indonesia. Museum dapat menjadi sumber informasi kepada anak muda dan anak-anak lainnya agar informasi tentang batik tidak hanya didapat lewat internet, seperti film atau Youtube, melainkan mereka juga mengerti mengenai sejarah dan ekosistem batik secara menyeluruh.