Biaro di hulu Barumun

Kelompok Biaro Si Sangkilon letaknya cukup jauh di hulu Sungai Barumun. Lokasinya dapat dicapai dengan kendaraan darat. Kemudian dilanjutkan berjalan kaki sejauh dua kilometer dengan menyeberangi Sungai Barumun yang dangkal. Lokasi kompleks biaro itu terletak sembilan kilometer dari ibukota kecamatan Sibuhuan. Tepatnya di Desa Sangkilon, Kecamatan Barumun, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara.

Reruntuhan bangunan biaro berada di tengah kebun kelapa sawit. Di dataran rendah yang ditumbuhi ilalang. Tanahnya datar dengan beberapa gundukan reruntuhan bangunan. Di sebelah utara mengalir Sungai Sangkilon.  Sungai ini adalah anak Sungai Barumun di hulu. Sungai Sangkilon mengalir ke arah barat-baratlaut. Di sekeliling kompleks biaro terbentang persawahan yang menyejukan mata. Di dalam halaman kompleks, yang dikelilingi pagar bata, ada empat reruntuhan bangunan.

Sungai Barumun

Hulu Sungai Barumun berada di daerah Siraisan di Kecamatan Ulu Barumun. Berada di daerah bukit yang memisahkan Kabupaten Padanglawas dan Kabupaten Mandailing Natal. Jika mengikuti garis Sungai Barumun melalui anak sungai Aek Sihapas, yang hulunya berada di Gunung Sibual Buali, DAS Sungai Barumun menjadi sungai terpanjang di Sumatra Utara. Sungai Barumun dan anak-anak sungainya di hulu mencakup semua kabupaten di wilayah Tapanuli Bagian Selatan. Di hilir, Sungai Barumun melewati Kabupaten Labuhan Batu Selatan.

Dahulu di hilir Sungai Barumun terdapat pelabuhan terkenal, yaitu Pelabuhan Panai. Nama Panai dikaitkan dengan nama anak Sungai Barumun, yaitu Sungai Batang Pane. Di hulu Sungai Barumun ini terdapat sejumlah candi peninggalan Hindu-Buddha. Terutama di DAS Barumun dan anak-anak sungainya, yaitu DAS Batang Pane, DAS Aek Sirumambe, dan DAS Aek Sangkilon.

Bangunan-bangunan candi di sepanjang sungai-sungai tersebut tampaknya sengaja dibangun. Mengikuti jalur transportasi penting. Sangat mungkin saat itu Sungai Barumun menjadi jalur perdagangan lokal yang cukup ramai. Menghubungkan daerah pesisir timur Sumatra Utara dengan daerah pedalaman di wilayah Tapanuli Bagian Selatan.

Di dataran yang panas dan kering, yang hanya ditumbuhi ilalang dan beberapa pohon, di sekitar Batang Pane, Sungai Sirumambe, dan Sungai Barumun yang membelah dataran Padang Lawas, tampak pemandangan runtuhan berbagai biaro yang menjulang tinggi. Daerah luas yang sunyi dengan runtuhan biaronya, dahulu kala pernah menjadi pusat agama dalam Kerajaan Panai. Kerajaan yang kurang dikenal dalam percaturan sejarah kuno Indonesia (Sumber: akhirmh.blogspot.co.id)

Tiga gundukan reruntuhan

Di halaman kompleks biaro ini ada tiga gundukan. Kemungkinan merupakan reruntuhan bangunan. Gundukan-gundukan ini terletak di sebelah barat, utara, dan baratlaut Biaro Induk. Gundukan pertama  berada di sebelah barat biaro induk. Berukuran 6 x 9 meter, dan tinggi 6 meter. Gundukan kedua berada di sebelah utara Biaro Induk. Berukuran 6 x 9 meter, dan tinggi 4 meter. Gundukan ketiga berada di sebelah baratlaut biaro induk. Berukuran 5 x 6 meter, dan tinggi 1 meter.

Reruntuhan gerbang kompleks biaro induk berada di sisi utara. Gerbang itu menghadap ke Sungai Sangkilon. Kini bangunan Biaro Induk tidak utuh lagi. Hanya tersisa bagian kaki dan tubuh, sedangkan atapnya sudah hilang. Kaki bangunan tertimbun reruntuhan bercampur tanah. Bagian ini berukuran 11 x 11 meter, dan tinggi 3,1 meter. Tubuh bangunan hanya tersisa dua sisi, yaitu sisi utara dan sisi barat.

Di ujung tangga biaro induk terdapat sepasang hiasan makara. Kondisinya sudah rusak. Bagian atas belalainya sudah patah. Sebagian badannya terbenam di tanah. Hiasan yang terdapat pada makara berupa sulur-sulur daun. Di bagian mulut makara terdapat hiasan makhluk raksasa. Temuan lain yang terdapat di halaman biaro adalah dua arca singa, fragmen bangunan, dan lapik. Seluruhnya dibuat dari batu andesit. Arca singa yang ditemukan bagian kepalanya sudah hilang.

Prasasti Emas

Pada Juli 1935, Schnitger menemukan satu lempeng prasasti emas berukuran 5 x 14 cm. Prasasti emas itu ditemukan di bilik Biaro Induk. Bagian kiri atas lempengan telah rusak. Di tengahnya ada lukisan wiswawajra yang ditumpangi lukisan segi empat ganda. Segi empat ganda itu mengelilingi tulisan “hum”. Di atas dan di bawah segi empat, masing-masing ada empat baris tulisan aksara Nāgāri dan bahasa Sansekerta. Menurut Stutterheim prasasti ini berisi mengenai pentahbisan arca Yamāri (1937:159). Tulisannya mirip tulisan di prasasti dari Muaratakus dari abad ke-14 Masehi (Suleiman 1985:25). Benda tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional dengan nomor inventaris 6146.

Berikut ini adalah isi prasasti

…… rasyapari

….. rānwanwayawanwa

….. sakapālamānika

//om (um) asţana”

hūm

“darānandasyadīpamkarasyadara

ramyaramyaśrīkaruņālayawi

mārayamārayakārayakāra

caturwimsatinetrāyatahanaz

Baca juga: Reruntuhan Biaro Tanjungbangun di Bangunpurba

Daftar pustaka

https://warnainfo.blogspot.co.id/2012/06/candi-sangkilon-padang-lawas-sumatera.html

https://akhirmh.blogspot.co.id/2011/04/sungai-barumun-jalan-sutra-via-daerah.html 

Stutterheim, W.F. 1937. “Note on a Newly Found Fragment of a Four Armed Figure from Kota Kapur (Bangka)”. Indian Art and Letters Vol. XI No.2, 105-111.

Suleiman, Satyawati. 1983. “Artinya Penemuan Baru Arca-Arca Klasik di Sumatera untuk Penelitian Arkeologi Klasik”. Rapat Evaluasi Hasil Penelitian.

Wurjantoro, Edhie dan Utomo, Bambang Budi, 2014, “Kompleks Biaro Si Sangkilonn ” dalam Wiwin Djuwita Sudjana Ramelan (ed.), Candi  Indonesia Seri Sumatera, Kalimantan, Bali, Sumbawa, Jakarta: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hlm. 78–79.