Pada 1680 kesultanan baru ini didirikan oleh Sultan Senggauk. Kemudian Ia digantikan oleh Opu Daeng Menambon, kerabat Kerajaan Luwuk di Sulawesi Tengah. Sultan kedua ini merupakan pelaut ulung dan ahli siasat perang.
Keraton Amantubillah, yang kini menjadi salah satu wisata sejarah andalan provinsi Kalimantan Barat, berjarak hanya sekitar 2 kilometer dari kota Mempawah, Ibukota Kabupaten Pontianak. Nama “amantubillah” berasal dari bahasa Arab yang bermakna “dengan perlindungan Allah SWT”. Keraton ini menjadi saksi bisu sejarah bahwa di tempat itu pernah berdiri tegak salah satu Kesultanan Islam yang tersohor di Nusantara. Kisah lain menuturkan bahwa nama “mempawah” berasal dari nama “mempauh ” yang merupakan nama pohon yang tumbuh di hulu sungai, yang kemudian dijuga dikenal dengan nama Sungai Mempawah. Dalam perkembangannya, Mempawah menjadi lekat sebagai nama salah satu kesultanan yang berkembang di wilayah Kalimantan Barat.
Sultan Mempawah pertama wafat pada 1740, dan Opu Daeng, yang berdarah Bugis, mangkat pada 1766. Kemudian digantikan oleh puteranya yang bernama Gusti Jamril danbergelar Panembahan Adiwijaya Kesuma, yang memerintah Kesultanan Mempawah hingga 1840 M. Pada masa pemerintahan sultan ke-3 inilah Keraton Amantubillah dibangun. Pada 1880 M, bangunan keraton terbakar pada suatu insiden di masa pemerintahan Panembahan Ibrahim Muhammad Syafiudin (1864–1892) dan dibangun kembali pada 2 November 1922 oleh sultan ke-11, yaitu Sultan Panembahan Muhammad Taufik Akamuddin (1902–1943), sebagaimana yang bisa dilihat saat ini. Tampuk kesultanan Mempawah pada saat ini dipegang oleh Sultan Mardan yang dinobatkan pada 12 Agustus 2002 dengan gelar Pangeran Ratu Mardan Adijaya Kesuma Ibrahim.
Kompleks bangunan Keraton Amantubillah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bangunan utama, bangunan sayap kanan, dan bangunan sayap kiri. Pada zaman dahulu bangunan utama merupakan tempat singgasana raja, permaisuri, dan tempat tinggal keluarga raja. Bangunan sayap kanan merupakan tempat untuk mempersiapkan keperluan jamuan makan keluarga kerajaan, sementara bangunan sayap kiri merupakan aula dan tempat untuk mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan administrasi pemerintahan.
Pada masa sekarang, bangunan utama berfungsi sebagai museum Kerajaan Mempawah. Di tempat ini tersimpan berbagai peninggalan kerajaan Mempawah, yaitu singgasana raja, foto-foto raja beserta keluarganya, keris, busana kebesaran, payung kebesaran kerajaan, dan lain-lain. Bangunan sayap kanan berfungsi sebagai pendopo istana, sedangkan bangunan sayap kiri sebagai tempat tinggal para kerabat kerajaan Mempawah.
Sepanjang riwayat sejarahnya, baik ketika masih berwujud kerajaan Suku Dayak maupun kesultanan bercorak Islam, pusat pemerintahan Kesultanan Mempawah telah mengalami beberapa kali perpindahan tempat. Daerah yang pernah menjadi pusat pemerintahannya tersebut berada di wilayah Mempawah Hulu atau Mempawah Hilir yang kini termasuk ke dalam wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Beberapa tempat yang pernah menjadi wilayah kekuasaan Kesultan an Mempawah tersebut antara lain Bahan, Sidiniang (Sangking), Pekana (Karangan), Senggaok, Sebukit Rama, Kuala Mempawah (Galah Herang), Sunga, dan Pulau Pedalaman. (Shali)