Mamasa, kabupaten baru di Sulawesi Barat
Udara yang sejuk, dan sejauh mata memandang hanya hijau pepohonan. Rimbunnya menyelimuti bukit-bukit, yang terbelah oleh sungai yang melintang dari timurlaut ke tenggara. Seolah membelah Kota menjadi dua. Kota kecil itu adalah Ibu Kota Kabupaten Mamasa. Kabupaten baru, satu dari lima Kabupaten di Sulawesi Barat hasil pemekaran Kabupaten Polewali.
Dari pusat kota Mamasa ke arah timur laut, melewati jalan bergelombang tak beraspal. Berjarak 3 kilometer dan berada pada ketinggian 1.025 m di atas permukaan laut, terdapat satu desa yang menyimpan peninggalan budaya yang luar biasa. Desa itu bernama Rambusaratu. Peninggalan budaya, yang tepatnya berada di Kampung Rantebuda itu, konon berusia hampir mendekati 400 tahun.
Meriam kecil dari kaleng dan botol bekas
Sesampainya di gerbang kampung terdengar letusan yang memekakan telinga. Seolah sedang menyambut tamu desa. Seperti meriam bambu yang dimainkan anak-anak. Ukurannya lebih kecil dan ringan, tetapi suaranya sangat keras. Meriam bambu dibuat dari bambu, dan letusannya dihasilkan dari ledakan karbit. Meriam kecil ini dibuat dari susunan kaleng susu atau makanan kaleng. Lima atau enam susun. Dua susun kaleng dibuat lubang-lubang kecil pada dua sisinya sehingga membentuk saringan. Pada bagian ujung susunan kaleng diberi potongan botol air mineral dengan menyisakan bagian yang ada tutupnya. Pada bagian tutup diberi pemicu api yang diperoleh dari korek api gas.
Tutup botol minuman dibuka, kemudian disemprotkan spiritus. Untuk memudahkan menyemprotkan, spiritus dimasukan kedalam sprayer atau botol bekas deodorant terlebih dahulu. Kemudian botol minuman mineral ditutup dan laras diputar-putar seperti menggiling dengan posisi tegak. Lalu tombol pemicu ditekan, dan ledakan pun terjadi dengan suara yang sangat keras.
Banua Layuk
Letusan yang memecah keheningan, seolah menghalau desir angin di antara pohon pinang dan enau, hampir mengalihkan perhatian pada satu bangunan yang tidak akan dapat dijumpai di tempat lain. Bangunan itu adalah rumah adat terbesar dan tertua yang berada di Kabupaten Mamasa. Disebut dengan Banua Layuk. Banua berarti rumah, dan Layuk berarti tinggi. Bagian depannya dipenuhi ukiran dan tanduk kerbau yang berukuran besar. Salah satunya terdapat pada tiang utama yang merupakan kayu tunggal berukuran besar dan panjang sebagai penyangga atap. Tiang yang dinamakan panulak ini bahkan lebih besar jika dibandingan dengan rumah-rumah di Toraja. Mungkin akan sangat sulit mendapatkan kayu sejenis saat ini.
Bentuk dan ragam hias rumah Banua Layuk mirip dengan Tongkonan di Toraja. Dua panulak bagian depan dan panulak pada di belakang untuk menopang longa. Longa lebih rendah daripada atap yang menjorok di bagian depan. Rumah ini juga ditopang 107 tiang dengan bentuk sederhana. Di bagian depan terdapat pintu tado atau pintu masuk. Di sampingnya terdapat pintu lombon atau pintu dapur.
Kondisi bangunan saat ini tidak terlalu baik. Pada 2014 lalu telah dilakukan kajian oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Makassar. Rekomendasinya adalah harus segera mencegah kerusakan yang diakibatkan pelapukan. Selain itu, juga disarankan untuk menanam kembali tanaman endemik yang dapat berfungsi sebagai pelindung.
Dekripsi lengkapnya bisa baca di sini.