Ancaman dari lingkungan yang dapat menimbulkan kerusakan pada objek arkeologis di Situs Liyangan berupa ancaman yang bersifat makro dan mikro. Ancaman mikro berupa debu yang berasal dari lantai halaman pada musim kemarau, rumput dan lumut yang muncul pada musim hujan, erosi dan longsoran dari dinding tebing di dekat objek yang sedang di tambang, dan perbedaan suhu udara yang sangat ekstrim antara malam dan siang hari. Sedangkan ancaman makro berupa tebing yang juga merupakan dinding Sungai Langit pada musim hujan terkikis oleh air sungai, dan ancaman erupsi dari Gunung Sindoro.
Faktor Internal terkait dengan sifat bawaan yang merupakan kelemahan dari benda itu sendiri, dapat berupa sifat bahan, teknologi, desain, tanah dasar, tata letak, dan geotopografis atau keletakan/posisi benda. Faktor ini ditentukan oleh proses awal dari penciptaan dan rekayasa benda pada masanya yang kemudian bertahan hingga masa kini atau pada saat ditemukannya. Dalam proses rentang masa itu benda mengalami proses-proses alam yang menyebabkan menurunnya kualitas bahan, dan juga dipengaruhi oleh kelemahan desain, tata letak, dan teknologi yang digunakan. Selain itu, kondisi tanah dasar, geotopografis dan pemilihan tempat pendirian atau penempatan benda juga memiliki potensi kelemahan dalam beradaptasi secara terus menerus dengan lingkungan sekitar yang terus mengalami perubahan.
Faktor Eksternal, adalah pengaruh dari luar benda atau lingkungan di sekitarnya yang juga mengalami perubahan atau fluktuasi secara terus menerus mempengaruhi benda sejak awal. Hal ini berhubungan dengan setting lingkungannya, yaitu mahluk hidup (biotik) dan benda-benda non hayati di sekitarnya (abiotik). Faktor-faktor luar ini dapat digambarkan secara ringkas pada diagram di bawah ini:
Diagram 1. Potensi Ancaman
Dalam konteks kekinian, secara mikro tinggalan arkeologi pada Situs Liyangan telah mengalami keterancaman pada artefak, ekofak, dan lansekap situs. Kondisi Situs yang telah terekspose terhadap pengaruh manusia dan alam yang mengakibatkan munculnya kerentanan pada ketiga bagian situs tersebut. Pada bagian artefak yang berupa talud boulder, talud susunan balok batu, batur, candi, pagar, temuan lepas, dan petirtaan sangat rentan terhadap kerusakan berupa ancaman kondisi melesak, runtuh/rubuh, pelapukan, terendam banjir dan hilangnya beberapa bagian material pembentukan struktur baik karna faktor manusia maupun faktor alam.
Aktivitas penambangan pasir menjadikan situs Liyangan menjadi lebih “dramatis”. Hal ini terjadi karena keberadaan tebing-tebing tinggi hasil dari aktivitas penambangan yang memunculkan lapisan-lapisan tanah yang telah menimbun Situs Liyangan. Seperti yang telah diketahui bahwa Situs Liyangan tertimbun oleh endapan lahar hasil erupsi Gunung Sindoro. Endapan lahar ini terjadi karena adanya aliran air yang membawa material lepas berukuran lempung sampai bongkah hasil erupsi Gunung Sindoro. Aliran lahar dingin yang menuruni lereng memiliki kecepatan dan densitas yang tinggi sehingga mampu membawa bongkah-bongkah batu yang berukuran besar. Aliran lahar dingin inilah yang menerjang Situs Liyangan dan kemudian menimbunnya sampai kedalaman lebih dari 10 meter. Dari kondisi stratigrafi tanah yang menimbun situs Liyangan terlihat bahwa aliran lahar tidak hanya terjadi dalam satu periode melainkan dalam beberapa periode. Dari pengamatan stratigrafi tanah pada tebing terdapat delapan lapisan tanah yang tujuh di antaranya merupakan endapan lahar yang ditandai dengan banyaknya massa mengambang (floating mass) berupa bongkah-bongkah batu pada tiap-tiap lapisan tanah.
Endapan lahar ini belum terkonsolidasi sehingga sangat rawan terhadap ancaman longsor. Selain aktivitas penambangan, faktor lain yang memicu terjadinya longsor adalah keberadaan air. Jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi tentunya akan semakin menambah ancaman terjadinya longsor. Hal ini dikarenakan terjadinya hujan dengan intensitas tinggi akan dapat menggerus lapisan tanah. Selain itu beban tanah yang belum terkonsolidasi akan menjadi lebih besar dengan penambahan air. Bagian paling rawan terhadap ancaman longsor adalah bagian tebing vertikal yang sampai saat ini masih terus dilakukan penambangan pasir terutama pada bagian tebung yang menjorok kedepan membentuk seperti hutuf “U”.
Pengaruh aktifitas manusia berupa penambangan pasir pada beberapa bagian lansekap Situs Liyangan mengalami peningkatan yang cukup signifikan, data yang diperolah Tim pada saat melakukan Kajian Deliniasi, menunjukan bahwa pada 2014 sampai dengan 2015 luasan penambangan semakin melebar dengan cepat bertambah 1,5 Ha dari 2014 ke 2015, hal ini dapat menyebabkan berubahnya topografi bentang lahan situs sehingga ancaman tanah longsor dan banjir menjadi momok yang membahayakan keberadaan Situs Liyangan. Data penting berupa ekofak juga akan hilang apabila Situs tersebut digenangi air. Begitu halnya dengan kondisi situs yang terbuka dengan beberapa bagian artefak yang merupakan temuan lepas yang mudah untuk dipindahkan sangat rentan terhadap ancaman pencurian.
Perilaku manusia dalam lingkungan situs juga memberi kontribusi ancaman terhadap keberadaan Situs Liyangan. Mereka dapat diidentifikasikan ke dalam proses sebagai pengunjung, penduduk lokal, dan penambang. Peran pengunjung dapat dilihat dengan munculnya perilaku ancaman vandalisme berupa coretan dan tulisan pada bagian-bagian artefak dalam Situs Liyangan. Dinamika penduduk yang bermukim di Desa Liyangan juga memberikan tekanan yang cukup berarti terhadap kelestarian situs. Untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat sekitar penduduk memanfaatkan lingkungan di sekitar situs sebagai lahan perkebunan yang sesungguhnya adalah ruang okupasi dalam konteks historis yang dapat mengakibatnya lingkungan situs akan menjadi rusak. Ancaman laten yang diprediksikan dapat menimpa tinggalan arkeologis Situs Liyangan adalah perluasan dan perkembangan penambangan material bekas erupsi Gunung Sindoro. Gejala ini terlihat dilintasan-lintasan jalan baru untuk aktifitas penambangan dan pengerukan yang semakin melebar untuk mengambil bahan baku tambang. (Albert&Tim)