Jakarta, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman — Kegiatan pemetaan cagar budaya bertujuan untuk mengumpulkan data geospasial satuan ruang geografis yang akan direkomendasikan sebagai cagar budaya peringkat nasional.
Di tahun 2019 akan ada tiga lokasi yang dijadikan sebagai objek pemetaan, yaitu Situs Perahu Kuno Punjulharjo, Situs Plawangan, dan Pecinan Lasem.
Pemetaan bersama pemerintah setempat itu dilaksanakan 5-9 Agustus lalu.
Situs Perahu Kuno Punjulharjo
Perahu kuno itu ditemukan Juli 2008 lalu oleh seorang penduduk setempat saat menggali tanah di pantai untuk membuat tambak garam.
Analisis radiokarbon sampel tali ijuk kapal di Beta Analytic Laboratory, Florida, USA menunjukkan bahwa perahu kuno itu berasal dari abad ke-7 atau 8 Masehi.
Hasil laboratorium itu sekaligus menasbihkannya sebagai perahu terlengkap dan tertua di wilayah Asia Tenggara.
Asalnya diduga dari Sumatera, Kalimantan, atau Semenanjung Malaysia.
Sebelumnya sudah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Bupati setempat pada tahun 2018, berbarengan dengan Situs Terjan, Eks Stasiun Lasem, dan Bangunan Induk, Pendopo, Regol, Ruang Mengajar Museum RA Kartini.
Situs Plawangan
Terdapat situs prasejarah (±4 M) berupa pemukiman masyarakat masa perundagian yang memiliki kekerabatan genetik dengan masyarakat Jawa modern.
Terdapat tradisi mengunyah sirih pinang, mengupam gigi (Austronesia), dan penguburan dengan wadah nekara dan tanah liat.
Keunikan lain situs Plawangan adalah ditemukannya peninggalan-peninggalan yang asalnya dari luar Plawangan.
Penemuan tersebut menjadi bukti kuat bahwa sejak ribuan tahun silam masyarakat Plawangan sudah berinteraksi dengan kebudayaan luar.
Kawasan Pecinan Lasem
Tinggalan-tinggalan yang di Lasem sangatlah beragam: dari masa prasejarah hingga masa kolonial. Namun, pemetaan akan difokuskan pada kawasan Pecinan.
Lasem berkali-kali menjadi pusat kota.
Menurut kitab Negarakrtagama, Lasem dulunya adalah wilayah utama kerajaan Majapahit.
Pada masa Islam-Kolonial, Lasem berubah menjadi pusat perlawanan terhadap kolonialisme bersama dengan peranakan Tionghoa.
Di abad ke-18 dan 19 berubah menjadi pecinan, bangunan-bangunannya berciri khas arsitektur Tionghoa yang megah dan unik.
Saat ini jejak pecinan masih dapat disaksikan di beberapa lokasi di kecamatan Lasem.
Ada sekitar ±250 bangunan kuno di wilayah tersebut.
Ketiga wilayah tersebut mempunyai latar belakang yang berbeda, namun ketiganya berpotensi besar untuk dijadikan kawasan cagar budaya berperingkat nasional.
Setelah berhasil ditetapkan menjadi Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional, diharapkan dapat menarik perhatian pemerintah, swasta, dan pemangku kepentingan terhadap wilayah tersebut.
Dengan penetapan, perekonomian masyarakat sekitar hendaknya mengalami peningkatan, terutama dari sektor pariwisata.
Pemeringkatan ini sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Pasal 97.
Dengan ditetapkannya suatu objek menjadi Cagar Budaya Nasional, perlindungannya juga akan semakin kuat dan jelas.
Hal itu tentu perlu untuk menghindari perusakan cagar budaya maupun objek yang berpotensi menjadi cagar budaya.