Potensi Sumber Daya Arkeologi Maritim di Pesisir Pantai Tejakula

0
4279
Gerabah yang ditemukan di bawah air dengan hiasan rolet
Gerabah yang ditemukan di bawah air dengan hiasan rolet

Oleh: Wayan Sumerata, Gendro Keling, Ati Rati Hidayah

Balai Arkeologi Bali

Potensi Sumber Daya Arkeologi Maritim di Pesisir Pantai Tejakula Buleleng, Bali

Wilayah pantai Bali Utara, telah menjadi perhatian para peneliti sejak lama. Bermula dari penelitian pada 1987 di Sembiran dan Pacung oleh I Wayan Ardika. Dalam penelitian ini ditemukan artefak di antaranya fragmen gerabah yang berasal dari India. Latar belakang diadakan penelitian itu adalah adanya penyebutan aktifitas terkait pasar dan aktifitas pelabuhan. Terkait juga dengan hukum tawan karang di Julah, seperti yang disebutkan dalam Prasasti Sembiran yang berangka tahun 922–1181 M (Ardika, 2008:149–150).

Menurut Ardika, Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil ekskavasi, Sembiran dan Pacung secara geografis kemungkinan bagian dari wilayah Julah kuno seperti yang disebutkan dalam prasasti. Lebih lanjut disebutkan bahwa pelabuhan kuno tersebut kemungkinan berada di Desa Sembiran dan Pacung saat ini. Aktivitas pelabuhan ini diduga sudah berlangsung sejak awal masehi hingga abad ke-12 masehi. Pada masa selanjutnya berkurangnya fungsi pelabuhan tersebut tidak diketahui secara pasti penyebabnya. Beberapa kemungkinan seperti faktor sosial dan akibat adanya proses erosi serta sedimentasi yang sangat cepat terjadi di wilayah ini (Ardika, 2008:155).

Buhun Dalm

Hasil penelitian di Sembiran mendorong para peneliti untuk melakukan penelitian di wilayah sekitarnya, salah satunya adalah di Desa Bondalem. Penelitian dilakukan karena adanya penyebutan buhun dalm dalam prasasti 703 Kintamani E yang dikeluarkan oleh Raja Ekajaya Lancana dengan ibunya Arjaya Deng Jaya Ketana pada 1122 Saka atau 1200 Masehi (Suantika, 1993:2). Secara etimologi, kata buhun dalm berarti sumur raja (Warsito dalam Suantika, 1993:3). Jika kata ini diartikan secara harfiah, maka dapat diduga bahwa pada masa lampau di lokasi di desa tersebut ada satu sumur yang penggunaannya khusus bagi raja atau keluarga raja (kerajaan). Namun jika diartikan secara kias, maka dapat berarti bahwa di desa tersebut tinggal keluarga raja atau pejabat kerajaan. Jika dikaitkan dengan dugaan bahwa Desa Julah merupakan lokasi pelabuhan kuna, maka dapat diduga bahwa Bondalem atau buhun dalm adalah merupakan lokasi tempat tinggal dari raja atau keluarga kerajaan yang mengurusi masalah pelabuhan (Suantika, 1993:3).

Hasil penelitian pada 1993 ini berupa fragmen gerabah, logam, dan juga rangka manusia hasil ekskavasi dekat Pura Sasahan (Suantika, 1993:4). Temuan serupa juga ditemukan di tepi pantai yang terkena abrasi ketika laut surut. Selanjutnya karena abrasi yang terjadi di Desa Bondalem sangat parah, kurang lebih mencapai 1 meter pertahun, penelitian dilakukan oleh Jurusan Arkeologi Universitas Udayana, oleh Balai Arkeologi dan juga Puslit arkenas (Ardika, 2000:81). Berdasarkan dari hasil ekskavasi yang dilakukan di Desa Bondalem, terlihat kesamaan tinggalan dan lapisan stratigrafi antara situs di Desa Bondalem dengan di Sembiran dan Gilimanuk, yang diduga berasal dari masa logam awal. Fragmen gerabah yang ditemukan serupa dengan gerabah di Sembiran dari fase awal (Ardika, 2000:83).

Beranjak dari hasil-hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa wilayah Bali merupakan salah satu bagian dari sistem perdagangan dari Asia daratan dan India pada awal abad masehi. Calo dalam artikelnya menyebut Sembiran dan Pacung merupakan bagian dari jaringan trans asiatic pada akhir masa prasejarah. Hasil penelitiannya berupa fragmen gerabah arikamedu dan juga berdasarkan dari hasil analisis komparasi kaca, perunggu, emas, dan artefak dari karnelian dengan situs-situs lain di Asia (Calo et al., 2015:379). Hasil penelitian yang telah dilakukan di wilayah Tejakula menunjukkan bahwa wilayah Tejakula memiliki potensi yang besar sebagai salah satu wilayah yang mengandung tinggalan arkeologi dari awal abad masehi.

Seiring dengan besarnya potensi sebagai sumber data untuk mengungkap sejarah masa lalu, wilayah ini juga terancam oleh kondisi alam seperti terjadinya abrasi. Situs arkeologi yang sebagian besar berada di wilayah pantai, saat ini telah tergerus dan hilang atau terendam di dasar laut. Hal inilah yang menjadi salah satu pertimbangan dilakukannya penelitian dengan metode survei bawah air dengan melakukan penyelaman (SCUBA diving).

Selain itu, penelitian dilakukan untuk menjajaki adanya kemungkinan lain lokasi pelabuhan atau aktifitas terkait pelabuhan yang disebut dalam prasasti. Para ahli sementara menyebutkan bahwa lokasi yang dimaksud berada di Desa Sembiran dan Pacung. Survei kali ini dilakukan dengan melihat kontur laut dan juga muara sungai yang berpotensi sebagai lokasi pelabuhan bagian dari wilayah Julah pada masa lalu.

Topik rumusan awal penelitian ini adalah banyaknya tinggalan arkeologi baik berupa prasasti maupun situs yang telah diteliti sejak lama di wilayah Bali Utara, khususnya Tejakula. Potensi wilayah Tejakula sebagai pusat aktivitas kemaritiman pada masa lalu sangat besar, sehingga penting untuk melakukan penelitian dan kajian lebih jauh mengenai potensi sumberdaya budaya maritim di wilayah pesisir Tejakula. Lebih spesifik beberapa permasalahan penelitian yang dibahas dalam penelitian ini adalah apa saja sumberdaya arkeologi maritim di pesisir pantai Tejakula. Bagaimana potensi sumberdaya arkeologi maritim di pesisir Pantai Tejakula untuk perkembangan ilmu arkeologi khususnya arkeologi maritim.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat potensi wilayah Tejakula sebagai pusat aktifitas kemaritiman pada masa lalu. Melalui situs yang telah diteliti sebelumnya maupun hasil dari survei yang dilakukan. Manfaat penelitian ini diharapkan bisa menambah data baru untuk dapat memberikan sudut pandang baru dalam penyusunan proses sejarah budaya yang terjadi pada masa lalu di wilayah Bali, khususnya pesisir Bali Utara.

Metode

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di pesisir Pantai Tejakula (Sumber Google Earth).

Lokasi penelitian ini terletak di beberapa desa di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng (gambar 1). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksplorasi, survei, wawancara, dan studi pustaka. Eksplorasi dilakukan terhadap data arkeologi primer dan data lingkungan, yaitu artefak-artefak di dasar laut dan kawasan sekitarnya. Pada penelitian ini dilaksanakan dua jenis survei yaitu survei darat dan survei bawah air. Survei darat dilakukan untuk mengobservasi tinggalan arkeologi yang berkaitan dengan aktifitas pelayaran dan segala bentuk tinggalan pendukungnya yang terdapat di darat, sedangkan survei bawah air dilakukan dengan teknik selam dengan menggunakan alat SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparatus).

Survei bawah air dilakukan untuk mengetahui tinggalan-tinggalan dibawah permukaan air. Selain itu juga untuk mengeksplorasi kondisi bawah laut dan kontur laut daerah penelitian. Penelusuran data bawah air dengan cara pembuatan garis baseline atau garis acuan dan titik acuan. Acuan itu mengetahui luas situs dan memudahkan dalam pengukuran dan pembuatan denah situs. Teknik baseline adalah teknik pengukuran pada objek bawah air berdasarkan garis acuan dengan menggunakan meteran. Garis tersebut dibentangkan dari kedua titik acuan yang telah ditentukan. Analisis dan intepretasi data dilakukan dengan mengolah data yang diperoleh dan juga dikolaborasikan dengan hasil penelitian lain yang telah ada sebelumnya di wilayah ini.

Pembahasan

Pembahasan mengenai aktifitas yang terkait dengan laut dalam ilmu arkeologi disebut dengan istilah arkeologi maritim. Arkeologi Maritim memiliki pengertian yang lebih luas, dibandingkan dengan arkeologi bawah air. Arkeologi bawah air memusatkan perhatian pada benda-benda masa lalu yang berada di bawah air, sedangkan arkeologi maritim memelajari interaksi manusia dengan laut, danau dan sungai. Interaksi ini dipelajari dengan kajian arkeologis atas benda materi dari kebudayaan maritim, yang mencakup objek kapal, muatan kapal, fasilitas yang ada dipantai dan bahkan rangka manusia (Mundarjito, 2007:10).

Menurut Keith Muckelroy, kajian arkeologi maritim antara lain, memelajari proses tenggelamnya kapal dan proses pembentukan situs bawah air, memelajari kapal sebagai alat dan memelajari kebudayaan maritim masa lalu (Keith Muckelroy dalam Cleere, Henry, 1980:496). Definisi ini berkembang seiring perkembangan keilmuan arkeologi. Definisi Arkeologi Maritim saat ini tidak hanya terbatas pada tinggalam kapal tenggelam dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan maritim, tetapi pada seluruh tinggalan yang berada di bawah air atau tenggelamnya suatu daratan yang mengandung tinggalan arkeologi, masuk ke dalam wilayah objek kajian arkeologi maritim (https://en.wikipedia.org/wiki/Maritime_archaeology). Secara umum, sumber data arkeologi maritim adalah kombinasi dari situs bawah laut dan daratan, yang tidak hanya terdiri atas bangkai kapal, tetapi juga pelabuhan, galangan kapal, dermaga, mercusuar, dan segala hal yang berkaitan dengan dunia pelayaran.

Wilayah pantai Bali Utara, memiliki situs yang sebagian besar berada di wilayah pantai, sangat rentan terjadi kerusakan atau hilang karena abrasi seperti yang telah terjadi di wilayah Bondalem. Hal ini menjadi kajian yang menarik, karena berdasarkan hasil survei bawah air yang dilakukan pada penelitian ini, sebagian situs di Desa Bondalem saat ini telah berada di bawah laut dengan kedalaman yang bervariasi.

Temuan Struktur di Pantai Bangsal Desa Sambirenteng

Nama bangsal berkaitan dengan penamaan pantai yang terletak tidak jauh dari temuan struktur, sehingga selanjutnya dilakukan survei di tempat tersebut. Selain pantai Bangsal, pantai ini dikenal juga dengan nama Pantai Pegonjongan, karena di tempat ini merupakan muara sungai Tukad Seme dan terdapat pura yang bernama Pura Pegonjongan. Di depan Pura ini terdapat dua mata air yang saat ini dijadikan sebagai petirthaan. Berdasarkan informasi dari tokoh masyarakat, pada 60–70 an pantai ini merupakan pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh kapal pedagang dari Madura dan Sulawesi.

Pedagang yang berlabuh di pantai ini bertujuan untuk memasarkan barang dagangan yang dibawa sekaligus membeli barang-barang komoditi yang terdapat di tempat ini yaitu gula aren. Sumber air tawar di pantai ini juga menjadi salah satu faktor Pantai Bangsal dijadikan sebagai pelabuhan kapal. Informan Jero Penyarikan memerkuat keterangan bahwa pada masa lalu, pedagang Cina berlabuh di Pegonjongan. Kata Pegonjongan berasal dari kata Pengojogan, yang lama kelamaan berubah menjadi pegonjongan, yang berarti tempat yang dituju.

Gambar 2. Jalur Penyelaman di Pantai Bangsal (Sumber Balai Arkeologi Bali).

Untuk membuktikan keterangan dari jero penyarikan yang merupakan informan dari desa setempat maka dilakukan survei bawah air dengan penyelaman. Penyelaman dilakukan dari muara sungai Tukad Seme dimana terletak Pura Pegonjongan, menyisir ke arah timur dan barat, sekitar sejauh 200 meter (gambar 2). Hal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi kontur dasar laut dan untuk mengetahui ada tidaknya indikasi sisa aktifitas maritim di masa lalu. Hasil penyelaman kontur laut di muara sungai tersebut merupakan palung yang memiliki kedalaman lebih dari 35 meter. Jarak bibir palung dari muara sungai Tukad Seme sekitar 10 meter. Dasar laut di sekitar tepi palung merupakan lumpur, sedikit terdapat terumbu karang di sebelah timur dan barat muara sungai.

Hasil penyelaman selain menyurvei langsung kondisi dasar laut yang berlumpur, juga melihat kemungkinan adanya tinggalan aktivitas perdagangan di pantai ini. Namun karena lumpur yang cukup tebal, tidak memungkinkan melihat adanya sisa aktifitas berupa artefak yang mungkin ada di dasar laut. Meskipun demikian penyelaman ini dapat membuktikan bahwa kontur pantai ini yang cukup dalam, kurang lebih 5 meter dari bibir pantai sudash mencapai kedalaman 15 meter mengindikasikan bahwa tempat ini berpontensi sebagai tempat bersandarnya kapal, secara morfologi pantai ini sangat potensial sebagai pelabuhan pada masa lalu. Menurut Saefudin salah satu kriteria pantai yang cocok dijadikan sebagai pelabuhan berupa kedalaman yang memadai untuk berlabuhnya kapal, terdapat mata air tawar, gelombang dan arus, sedimentasi, pasang surut air laut dan angin (Saefudin, 2008:116–119).

Gambar 3. Temuan Struktur batu padas si Pantai Bangsal, Dusun Geretek, Desa Sambirenteng (Sumber Balai Arkeologi Bali).

Selain morfologi dan juga mata air yang memerkuat Pantai Bangsal sebagai pelabuhan, juga terdapat temuan struktur batu padas di sebelah timur muara sungai dengan jarak sekitar 200 meter. Susunan batu padas ini sudah tertimbun tanah, dan karena ada abrasi pantai, sehingga tersingkap di dinding tepi pantai. Temuan susunan padas ini memanjang dari barat ke timur, tersusun atas dua lapis balok padas dengan ukuran masing-masing bervariasi (gambar 3). Rata-rata ukuran balok penyusun 50x20x20 cm. Secara keseluruhan panjang struktur ini adalah 31,5 meter, diduga struktur ini masih berlanjut ke arah barat akan tetapi sudah mengalami kerusakan karena abrasi.

Dugaan sementara lokasi struktur ini memiliki kesamaan dengan struktur yang ditemukan di Julah, meskipun menggunakan bahan baku yang berbeda. Struktur yang ditemukan di Julah menggunakan bahan batu andesit dengan ukuran yang bervariasi dengan pemasangan yang sangat rapi menyerupai pondasi suatu bangunan. Atas dasar perbandingan ini struktur padas yang ditemukan di Desa Sambirenteng diduga bagian dari bangunan yaitu bangsal. Untuk mengungkap bentuk dan fungsi susunan batu padas ini, perlu tindak lanjut penelitian. Susunan batu padas di Dusun Geretek merupakan salah satu indikasi bahwa pada masa lalu, wilayah ini dijadikan sebagai permukiman dan kemungkinan sebagai sarana penunjang pelabuhan seperti gudang. Selain temuan struktur, menurut informasi dari hasil wawancara, beberapa penduduk di wilayah sekitar situs masih

Gambar 4. Guci Koleksi warga (Sumber Balai Arkeologi Bali).

menyimpan beberapa barang kuno seperti guci peninggalan leluhur mereka. Salah satunya adalah milik keluarga I Made Sudha (56 tahun). Guci ini diduga berasal dari Cina, berbentuk bulat, berwarna coklat dengan gelasir di bagian tengah ke atas warna coklat tua, bagian tengah ke bawah tanpa glasir (glasir sistem celup). Ukuran tinggi: 22 cm, diameter dasar 13cm, diameter badan 20cm, diameter mulut 8cm. Terdapat 4 hiasan berupa pegangan pada bagian atas, salah satunya pecah/patah (gambar 4). Menurut informasi dari pemilik, jaman dulu sebelum ada mesin pendingin, penduduk masih sering menggunakan guci ini untuk menyimpan sayur atau bahan makanan agar tidak cepat rusak. Beberapa orang menggunakan guci untuk menyimpan tuak.

Survei bawah laut di Desa Bondalem

Gambar 5. Survei bawah air di Situs Bondalem dengan teknik SCUBA diving. (Sumber Balai Arkeologi Bali).

Situs di Desa Bondalem telah diteliti oleh Ardika dengan membuka kotak ekskavasi di lokasi sekitar Pura Sang Bingin. Hasil ekskavasi berupa tempayan, manik-manik kaca, dan artefak logam (Ardika 2000, 81). Pada 1995, Tim dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional melakukan penelitian di Desa Bondalem. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa di kawasan pantai Desa Bondalem, ditemukan rangka manusia, tempayan kubur, fragmen gerabah, gelang perunggu, dan fragmen logam perunggu (Sudiono dan Arfian, 1995:17). Situs arkeologi yang terdapat di kawasan pantai, menjadikan situs ini rawan terkena abrasi, dan menjadi tenggelam atau berada di bawah laut.

Selain rawan karena abrasi yang sangat rentan menimbulkan kerusakan situs, pengaruh pasang surut air laut juga dapat berpengaruh terhadap kerusakan situs. Wilayah Desa Bondalem terdapat istilah ngeduk dan ngurug yaitu naik dan turunnya pasir di pantai pada bulan-bulan tertentu. Pada musim barat sekitar bulan Februari, pasir dari pantai naik kedaratan, dan menutupi sebagian pantai, sehingga pantai nampak lebih landai. Sedangkan pada musim angin timur, sekitar bulan Juni-Juli pasir di pantai masuk ke laut, sehingga bibir pantai nampak lebih terjal. Batas pantai dengan tegalan juga lebih terjal, sehingga nampak singkapan pada dinding tepian tegalan. Pada saat penelitian berlangsung, pasir masih naik ke daratan, sehingga dasar laut di tepi pantai tidak tertutup pasir. Hal ini menyebabkan tinggalan arkeologi yang terdapat di dasar laut tampak dengan jelas.

Survei bawah laut di Desa Bondalem, dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya situs yang terkena abrasi dan saat ini berada di bawah laut serta melihat kontur laut secara langsung (gambar 5). Penyelaman dilakukan di lokasi kawasan Tirta Penembak, yaitu di Pantai Lawahan, Dusun Jero Kuta, Banjar Kelod Kauh. Hasil survei pada kedalaman 3 sampai dengan 15 meter banyak terdapat terumbu karang. Kedalaman 15 s/d 30 meter terumbu berkurang, dasar laut berupa lumpur. Pada jarak 25 meter dari tepi pantai, pada kedalaman 1–2 meter, terdapat sebaran temuan fragmen gerabah dengan ukuran yang beragam, diameter dan ketebalannya.

Tertutup terumbu

Fragmen gerabah sebagian besar tertutup terumbu atau menempel pada karang dan hampir tidak dapat dilihat. Bila dilihat dari kedalaman temuan sebaran gerabah ini, nampaknya lapisan yang berada di bawah laut saat ini merupakan lapisan asli yang terkena abrasi. Bila dilihat dari kedalaman temuan sebaran gerabah ini, tampaknya lapisan yang berada di bawah laut saat ini merupakan lapisan asli yang terkena abrasi. Di salah satu gerabah yang menempel di karang ini, memiliki hiasan tumpal (gambar 6). Bisa jadi temuan ini merupakan salah satu dari sedikit jenis temuan arkeologi prasejarah bawah air di Indonesia.

Gambar 6. Temuan gerabah di bawah air dengan hiasan rolet, foto sebelah kanan dengan hiasan tumpal00 yg diperjelas. (Sumber Balai Arkeologi Bali).

Sebaran temuan fragmen gerabah diduga kuat merupakan akibat dari adanya abrasi yang terjadi dipantai Bondalem yang terjadi cukup parah tiap tahunnya. Bahkan Ardika menyebut abrasi di Bondalem terjadi setiap tahun hingga mencapai satu meter (Ardika, 2000:82). Wilayah Bondalem merupakan kawasan situs yang telah diteliti oleh Balai Arkeologi Denpasar (Suantika, 1993). Sepanjang pantai Bondalem merupakan kawasan yang potensial sebagai situs prasejarah, yang diduga sejaman dengan Situs Sembiran dan Pacung, apalagi jarak antara Desa Bondalem dengan Desa Sembiran sangat dekat yaitu hanya 3 km.

Seperti yang telah disebutkan pada pendahuluan, kedalaman tinggalan arkeologi khususnya berupa rangka di Situs Bondalem berkisar antara 210 cm sd 335 cm (Ardika, 2000:82). Fragmen gerabah yang ditemukan di Situs Bondalem sangat mirip dengan gerabah dari Sembiran pada masa awal (Ardika, 2008:82). Lapisan tinggalan budaya yang terdeposit di Bondalem dan sembiran sangat mirip, juga stratigrafinya (Ardika, 2000:83). Bahkan Ardika menyamakan lapisan budaya di Bondalem sangat mirip dengan Sembiran, Gilimanuk dan situs di Pantai di Pulau Jawa seperti di Buni, jawa barat dan Plawangan jawa timur. Menurut Ardika berasal dari masa logam awal (Ardika, 2008:83).

Adanya gerabah India di Situs Pacung yang pertanggalannya sama dengan pertanggalan di Situs Batu Jaya (Calo et al., 2015:379). Di Situs Sembiran ditemukan fragmen gerabah yang berasal dari dinasti Han. Fragmen gerabah ini serupa dengan fragmen yang ditemukan di Vietnam utara dan selatan, yang pada akhir abad kedua dan abad pertama SM, telah menunjukkan adanya pengaruh dari Dinasti Han (Calo, 2015:385). Sejak ekskavasi kali pertama yang dilakukan oleh Ardika pada 1987 dan beberapa ekskavasi yang dilakukan oleh lembaga arkeologi setelahnya, didapatkan gerabah india dalam jumlah yang besar, hingga 600 fragmen. Selain itu bukti adanya cetakan perunggu menunjukkan adanya pelabuhan yang secara berkelanjutan berhubungan dengan India dan pembuatan perunggu di Asia Tenggara daratan (Calo, 2014:379).

Gerabah hias rolet

Situs Sembiran menghasilkan temuan berupa fragmen gerabah dengan hias rolet, yang dijadikan sebagai bukti adanya kontak dengan India. Para ahli menyatakan bahwa Sembiran merupakan bagian dari sistem perdagangan internasional yang mencakup wilayah Mediterania, India Asia Tenggara daratan hingga Tiongkok, yang terjadi pada abad pertama masehi (Ardika, 1991; 2008:150; Ardika and Bellwood, 1991; Manguin, 2004:289; Glover and Bellina, 2004:150; Calo et al., 2015:394).

Gerabah berhias rolet memiliki berbagai macam tipe, awalnya diperoleh dari situs arkeologi di Pantai Coromandel, Tamil Nadu (India). Gerabah ini dikenal dengan gerabah arikamedu, yang merupakan komoditas utama perdagangan dengan wilayah laut mediterania dan kerajaan romawi (Begley, V., 1996 dan Wheeler, 1946). Sejauh ini di Indonesia, Situs Sembiran dan Pacung merupakan situs yang menghasilkan gerabah arikamedu terbanyak di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara (Ardika, 2008:151). Pertanggalan gerabah berhias rolet berkisar antara 150 BC dan 200 AD. Berdasarkan analisis Neutron Activation Analysis (NAA) dan X-ray Diffraction (XRD) berasal dari India.

Keberadaan gerabah rolet di Bali dan Indonesia secara umum pertanggalannya berasal dari abad pertama sampai kedua Masehi (Ardika dan Bellwood, 1991:229). Pertanggalan gerabah Arikamedu yang berasal dari Pacung, berasal dari sampel gabah yang menjadi temper gerabah yang berasal dari lapisan yang sama dengan lapisan ditemukannya gerabah arikamedu dan menghasilkan 2660±100 BP (Ardika dan Bellwood, 1991:223).

Hubungan antara Bali dengan Asia Tenggara dan Tiongkok telah terjadi sejak abad kedua sebelum masehi. Pertanggalan terbaru berasal dari penelitian pada 2015 (Calo et al.) di Situs Sembiran yang berasal dari abad pertama M (25 M), dan pertanggalan di Pacung dengan konteks kubur dari abad ke-2 SM hingga abad ke-12 Masehi. Gerabah yang diduga berasal dari Dinasti Han (Tiongkok), berdasarkan pola hiasnya, ditemukan di Sembiran dan berasal dari lapisan dengan pertanggalan abad ke-2 SM (Calo et al., 2015:385). Ardika dalam artikel terbarunya menyimpulkan bahwa Bali tampaknya telah terlibat dalam sistem perdagangan internasional yang mencakup wilayah Mediterania, India, Asia Tenggara daratan hingga Tiongkok (Ardika et al., 2015:41). Pendapat ini senada dengan Bellina dan Glover, bahwa wilayah Asia Tenggara merupakan bagian dari sistem perdagangan dunia. Sebelumnya telah menjadi bagian dari bagian panjang pada masa prasejarah (Bellina and Glover, 2004:83).

Kesimpulan

Wilayah Tejakula, dengan situs-situs yang berada di dalamnya antara lain Desa Sembiran, Pacung dan Bondalem, yang sebelumya telah dilakukan penelitian merupakan situs prasejarah yang berlanjut hingga masa Bali Kuno. Peneliti hingga saat ini belum dapat menentukan secara pasti titik lokasinya pelabuhan di wilayah Tejakula, meskipun beberapa ahli memberikan pendapat bahwa lokasi pelabuhan kuno terdapat di Desa Julah (Ardika, 2000), dan di Desa Sembiran dan Desa Pacung (Calo, 2015; Ardika, 2008). Penelitian ini membuka kemungkinan adanya lokasi lain yang dijadikan sebagai pelabuhan, yang secara topografi sesuai sebagai pelabuhan, seperti kontur pantai yang dalam, adanya sumber mata air, dan muara sungai sebagai akses ke daerah pedalaman.

Dusun Geretek, Desa Sambirenteng, merupakan salah satu lokasi yang secara lingkungan sangat berpotensi sebagai pelabuhan. Selain itu temuan struktur padas juga menguatkan adanya aktifitas di sekitar pantai yang terkait dengan pelabuhan ataupun permukiman. Toponimi pantai Dusun Geretek yang disebut sebagai Pantai Bangsal yang berarti gudang atau gudang pelabuhan, menambah data bahwa pada masa lalu tempat ini merupakan tempat aktifitas yang cukup ramai. Penelitian lanjutan diperlukan untuk menambah data mengenai aktifitas maritim di wilayah Tejakula, khususnya di Desa Sambirenteng.

Saran

Atas dasar hasil penelitian ini diharapkan kepada pihak pemerintah Desa Bondalem dan Sambirenteng untuk menjaga asset budaya ini. Nantinya dapat digunakan untuk menunjang kegiatan wisata yang sedang digalakan pada saat ini. Selanjutnya untuk instansi terkait juga diharapkan untuk melakukan penelitian yang khusus untuk mengungkap tinggalan budaya lain di wilayah ini.

Makalah ini disampaikan pada Seminar dan Kongres Pertemuan Ilmiah Arkeologi (PIA XIV) oleh IAAI Pusat pada 24 s.d 27 Juli 2017 di Bogor.

Daftar Pustaka

Ambra Calo, Bagyo Prasetyo, Peter Bellwood, James W. Lankton, Bernard Gratuze, Thomas Oliver Pryce, Andreas Reinecke, Verena Leusch, Heidrun Schenk, Rachel Wood, Rochtri A. Bawono, I Dewa Kompoang Gede, Ni. L.K. Citha Yuliati, Jack Fenner, Christian Reepmeyer, Cristina Castillo dan Alison K. Carter. 2015. Sembiran and Pacung on the north coast of Bali: a strategic crossroads for early trans-Asiatic exchange. Antiquity Vol. 89. (hlm. 378–396).

Ardika, et al. 1995. Ekskavasi Arkeologi di Situs Sembiran, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng. Laporan Penelitian Arkeologi, No 1. Balai Arkeologi Denpasar.

Ardika, I Wayan, 2000. Archaeological Research at Bondalem, Northeastern Bali. Indo     Pacific Prehistory Association Bulletin 19, Melaka Papers, Vol 3. (hlm. 81-–83).

Ardika, I Wayan. 2008. Archaeological Traces of the Early Harbour Town. dalam B. Hauser-Schaublin and I Wayan Ardika (ed) Burials, Text and Ritual:   Ethnoarchaeological investigations in north Bali, Indonesia (hlm. 149–157). Gottingen: Gottingen University Press.

Ardika, I Wayan and Bellwood, Peter. 1991. Sembiran: The Beginnings of Indian Contact with Bali. Antiquity, vol 65. (hlm. 221–232)

Begley, V.1996. Changing perception on Arikamedu, in V. Begley (ed) the Ancient Port of Arikamedu: new excavation and researches 1989-1992, vol 1; (hlm. 1–40) Paris: Ecole Francaise d’extreme-orient.

Bellina, Berenice dan Ian Glover. 2004. The Archaeology of Early contact with India and Medditeranean World, from the Fourth Century BC to the Fourth Century AD. In Glover, Ian and Peter Bellwood (ed). Southeast Asia from Prehistory to History. London: Routledge Curzon. (hlm. 68–88)

Cleere, Henry, 1980. Maritim Archaeology. Archaeological Journal, 137. (496–497)

Mundardjito, 2007. Paradigma dalam Arkeologi Maritim. Wacana vol.9 No.1, April 2007 (hlm. 1–20)

Saefudin, 2008. Studi Pemilihan Lokasi Alternatif Pelabuhan Trisaksi, Banjarmasin Propinsi Kalimantan Selatan. Jurnal Hidrosfir Indonesia. Vol 3. Jakarta. BPPT. (hlm. 113–122).

Suantika, I Wayan. 1993. Ekskavasi Situs Arkeologi Bondalem Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng. Laporan Penelitian Arkeologi no. 5. Balai Arkeologi Denpasar.

Wheeler, R.E.M., A.Gosh and K.Deva.1946. An Indo Roman trading station on the east coast of India. Ancient India vol 2: (hlm. 17–124)

https://en.wikipedia.org/wiki/Maritime_archaeology

http://www.dictionary.com/browse/marine-archaeology?s=ts

Daftar Informan

  1. Nama: I Nyoman Sudha (56 tahun)

Alamat: Dusun Geretek, Desa Sambirenteng, Kecamatan Tejakula.

Pekerjaan: Swasta

  1. Nama: Drs.I Nyoman Adnyana (69 tahun)

Alamat: Banjar Dinas Kawanan, Desa Penuktukan, Kecamatan Tejakula.

Pekerjaan: Pensiunan.