Peletakan batu pertama di Desa Semedo, Kecamatan Kedungbanteng oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Prof. Dr. Kacung Marijan, dan Bupati Tegal, Enthus Susmono, pada Kamis (30/4/2015), menjadi awal pembangunan Museum Situs Semedo. Dalam kesempatan ini Prof. Dr. Kacung Marijan mengatakan bahwa museum Semedo yang berdiri di atas tanah seluas 10.582 meter persegi itu, tidak hanya berfungsi sebagai museum saja, tetapi menjadi pusat penelitian dan informasi tentang manusia purba, serta tempat rekresi. Sementara Bupati Tegal Enthus Susmono mengungkapkan harapannya bahwa dengan dibangunnya museum ini akan menjadi titik awal pembangunan di daerah Semedeo. Museum Semedo diharapkan menjadi pemicu tumbuhnya sarana dan prasarana yang baik yang diperlukan masyarakat sekitar, yang kedepannya dapat meningkatkan kesejahteraannya.
Situs Semedo adalah situs manusia purba yang ditemukan pada 2005. Hasil penelitian di Situs Semedo yang pernah dilakukan oleh BPSMP Sangiran dan Balai Arkeologi Yogyakarta antara lain himpunan artefak litik berupa alat batu massif dan non-massif. Alat batu massif terdiri atas kapak penetak (chopping), kapak perimbas (chopper), kapak genggam (hand axe), batu berfaset (polyhedral), batu inti (core), dan batu pukul (percutor). Alat batu non-massif berupa alat serpih, serpih, serut, gurdi, serpihan non-intensional. Bahan koral kersikan ini hanya ditemukan di Situs Semedo dan menjadi ciri utama situs ini, karena di situs-situs paleolitik yang lain belum pernah ditemukan bahan alat dari koral kersikan.
Selain itu juga ada jenis fauna yang telah teridentifikasi meliputi Elephantidae (gajah purba), Bovidae (kerbau, sapi, banteng), Cervidae (sejenis rusa), Rhinoceros sp. (badak), Suidae (babi), Hippopotamus sp. (kuda nil), Canidae, Felidae, Hyaenidae, Chelonidae (penyu), Crocodilidae (buaya), dan Lamnidae (ikan hiu). Fosil avertebrata yang berhasil ditemukan adalan phylum Ceolenterata, Echinodermata, dan molusca. Salah satu temuan lain dari situs Semedo adalah gajah kerdil purba atau Stegodon (pygmy) Semedoensis. Jenis stegodon tersebut diyakini endemik Semedo, tak bisa dijumpai di wilayah lain.
Balai Arkeologi Yogyakarta juga berhasil mengidentifikasi dengan analisis morfometris dua gigi yang diduga kuat adalah fosil kera besar atau kera raksasa (Gigantopithecus blacki). Penemuan fenomenal ini mematahkan konsep para ahli paleontologi yang menyimpulkan bahwa habitat Gigantopithecus hanya berada di sekitar Tiongkok, Vietnam, dan India. Kera ini disebut raksasa karena tingginya mencapai lebih dari 3 meter atau 9–12 kaki. Dilihat dari konteksnya, fosil kera raksasa ini ditemukan pada lapisan tanah berumur sekitar satu juta tahun lalu.
Fosil dari Situs Semedo sebelumnya diselamatkan di rumah Bapak Dakri, warga Desa Semedo yang berada di RT. 05 RW 02. Di rumah yang sederhana, berlantai tanah dan berdinding anyaman bambu itu, tersimpan lebih dari 3.000 koleksi yang terdiri atas artefak, fosil tumbuhan dan hewan, serta fragmen tengkorak Homo Erectus. Pemerintah Daerah membangun pendopo kecil di samping rumah Bapak Dakri agar pengunjung dapat menikmati temuan purbakalan dari situs Semedo. (Ivan Efendi)