Pengembangan Model Edukasi Museum Bahari

0
4605

Museum Bahari-Dian TrihayatiBerdasarkan penelitian pada Museum Bahari Jakarta terlihat bahwa museum belum berperan secara optimal dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga edukasi non-formal, yakni sebagai media pembelajaran bagi masyarakat. Kajian new museum yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa dalam menyelenggarakan pamerannya Museum Bahari Jakarta masih berorientasi terhadap koleksi dengan penataan pameran yang pasif. Sebagian besar koleksinya cukup ditampilkan dengan menggantungkannya di tembok, meletakkannya di lantai atau memasukkannya dalam vitrin.  Prinsip yang digunakan oleh Museum Bahari Jakarta sama dengan prinsip yang diusung oleh museum tradisional pada umumnya, yaitu lebih menitikberatkan pada fungsi pelestarian koleksi, sehingga fungsi lainnya, yakni penelitian dan komunikasi, menjadi cenderung terabaikan. Untuk mengoptimalkan fungsi museum dalam bidang penelitian dan komunikasi serta mengoptimalkan fungsi edukasi, Museum Bahari Jakarta harus mengubah cara pandang yang menggunakan prinsip tradisional museum dan beralih pada pandangan new museum, yakni berorientasi kepada pengunjung dan masyarakat.

Pelaksanaan edukasi di Museum Bahari Jakarta dapat dilakukan dengan mengoptimalkan pameran dan program publik. Pandangan new museum pada prinsipnya membawa perubahan dalam hal pengembangan model edukasi yang sesuai dengan  kaidah museologi. Berdasarkan analisis new museum, maka model edukasi yang tepat untuk digunakan dalam pameran dan program publik di Museum Bahari Jakarta yaitu menggunakan teori konstruktivis dengan model active-learning yaitu melibatkan seluruh indera serta pengalaman pengunjung dalam proses belajar mengajar dengan pendekatan interaktif dan edutainment ya
itu menggabungkan edukasi dan hiburan. Model edukasi tersebut kemudian diterapkan melalui pameran dan program publik.

Pameran yang diselenggarakan oleh Museum Bahari Jakarta saat ini belum sesuai dengan visi museum yaitu ‘meningkatkan pemahaman masyarakat akan eksistensi Indonesia sebagai negara bahari’. Oleh karena itu, perlu dibuat penyesuaian kembali antara visi museum dengan tujuan pameran. Tidak adanya kesesuaian antara visi museum dan pameran yang diselenggarakan disebabkan karena museum belum memiliki storyline yang mendukung gagasan informasi mengenai eksistensi Indonesia sebagai negara bahari.

Sebaiknya Museum Bahari Jakarta memiliki pameran yang mengonstruksikan pengetahuan mengenai ‘Indonesia Negara Bahari’. Pameran yang diusulkan tersebut meliputi dua fase, yaitu fase konseptual dan fase pengembangan. Fase konseptual meliputi pengumpulan gagasan dan fase pengembangan meliputi tahap perencanaan. Pada fase konseptual, gagasan dan tema-tema yang dihasilkan untuk dapat mendukung pemahaman masyarakat  akan ‘eksitensi Indonesia sebagai negara bahari’ yaitu: (1). Asal-usul Bangsa Bahari; (2). Sarana Transportasi Laut; (3). Kerajaan Bercorak Bahari; (4). Negeri Penghasil Rempah; (5). Pelayaran dan Perdagangan di Nusantara; (6). Suku Bangsa Bahari; (7). Bencana di Laut; (8). Kekayaan Laut Indonesia; (9). Indonesia Negara Bahari.

Gagasan tersebut kemudian pada fase perencanaan dikembangkan dengan membuat tema-tema yang terkait dengan ‘knowledge’ yang ingin disampaikan.  Tema-tema tersebut adalah: (1). Nenek Moyangku Orang Pelaut; (2). Laut, Penghubung Dunia; (3). Awal Gagasan Menyatukan Nusantara; (4). Surga yang tersembunyi; (5). Berlayar, berdagang dan berdakwah; (6). Laut, sumber kehidupan; (7). Musibah tak dapat dicegah; (8). Menjaga Warisan Budaya dan Keindahan Alam Bawah Laut; (9). Bangkitlah bangsa bahari! Selanjutnya tema-tema tersebut dipresentasikan dengan menggunakan referensi tata pamer dari berbagai museum sebagai ilustrasi display pameran.

Selain penyelenggaraan pameran, museum ini juga harus memiliki program publik yang mengacu pada usulan storyline dan tema pameran. Berikut adalah program publik yang diusulkan dalam rangka pengembangan edukasi di Museum Bahari Jakarta:

  1. Pasar Ikan Fair, (program eksisting Museum Bahari Jakarta);
  2. Lautku Rumahku;
  3. Lumba-Lumba Sahabat Manusia;
  4. Menyelamatkan Terumbu Karang;
  5. Konservasi Benda Muatan kapal Karam;
  6. Expedisi Sejarah Bahari; serta
  7. Lomba Foto Kebaharian Nusantara.

Prospek Penelitian Museum

Pameran dengan tema ‘Indonesia Negara Bahari’ yang diusulkan dibatasi pada dua tahapan, yakni tahap konseptual dan tahap pengembangan. Sementara itu, penyelenggaraan pameran secara menyeluruh dari awal hingga akhir sebagaimana yang dikemukakan oleh David Dean dilaksanakan melalui empat tahapan yaitu tahap konseptual, tahap pengembangan, tahap fungsional dan tahap penilaian (Dean, 2002:9). Oleh karenanya hasil penelitian ini harus dilanjutkan pada tahap fungsional dan tahap penilaian. Hal ini merupakan prospek bagi penelitian selanjutnya dalam upaya untuk mengoptimalkan peran Museum Bahari di masyarakat.

Pengembangan Museum

Potensi terbesar yang ada pada Museum Bahari Jakarta terletak pada lingkungan sekitarnya.  Museum Bahari Jakarta terletak di kawasan yang erat kaitannya dengan sejarah kemaritiman.  Di dalam kompleks museum, terdapat beberapa bangunan yang pada masa lalu terkait dengan aktivitas pelayaran dan perdagangan, seperti Menara Syahbandar, kantor Ujitera, kantor Navigasi dan kantor Administrasi Umum. Sementara di luar kompleks museum terdapat Pelabuhan Sunda Kalapa, Galangan Kapal VOC, kawasan Pasar Ikan serta gudang-gudang yang dibangun pada abad 18 dan 19 M. Keberadaan bangunan-bangunan ini menjadikan kawasan Museum Bahari memiliki nilai  historis yang kuat dan dapat menjadikan daya tarik tersendiri bagi pengunjung museum.

Dalam hal melakukan pengembangan potensi kawasan Museum Bahari tersebut, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan oleh museum, antara lain:

  1. Mengintegrasikan bangunan-bangunan yang terkait dengan sejarah kemaritiman di kawasan tersebut agar dapat dipelajari sebagai bagian dari edukasi yang dilakukan museum dalam menginformasikan konteks sejarah kebaharian di kawasan Museum Bahari Jakarta. Caranya dengan mengadakan fasilitas sarana transportasi gratis bagi pengunjung untuk berkeliling kawasan museum.
  2. Terkait dengan peran museum terhadap masyarakat, museum dapat menumbuhkan ekonomi kreatif bagi masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut dengan memfasilitasi mereka untuk membuat kerajinan (souvenir) yang berbasis budaya maritim seperti pembuatan aneka jenis kerajinan kerang dan pembuatan aneka jenis makanan laut olahan yang dapat dijual kepada pengunjung museum sehingga dapat menambah penghasilan masyarakat setempat.

Pemegang Kebijakan

Berdasarkan dokumentasi  foto-foto lama  diketahui bahwa area di depan Museum Bahari dahulu merupakan Sungai Ciliwung dimana terdapat aktivitas hilir mudik perahu yang mengangkut komoditas perdagangan untuk kemudian disimpan di gudang-gudang milik kolonial VOC, yaitu yang saat ini menjadi Museum Bahari  Jakarta. Dalam rangka membuat rekonstruksi aktivitas yang terkait dengan kebaharian di masa lalu itu, diperlukan kebijakan pemerintah DKI Jakarta untuk dapat menyelaraskan antara kebijakan yang terkait dengan Rencana Tata Ruang di wilayah tersebut dengan pelestarian berwawasan budaya yang sesuai Undang-undang Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010 dengan cara menetapkan sistem zonasi dalam kawasan ini, yang terdiri atas: (a). zona inti; (b). zona penyangga; (c). zona pengembangan; dan/atau (d). zona penunjang. (Dian Trihayati)

Sumber: Dian Trihayati, 2014, Pengembangan Model Edukasi Museum Bahari Jakarta, Tesis, Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Program Magister Arkeologi, Universitas Indonesia. Program Beasiswa Museologi, Direktorat Jenderal Kebudayaan.