Pada 25 hingga 28 Juni 2015, Ivan Efendi dan Ekki Arief Cahyadi dari Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, dan Raden Komaralana dan Ari Setiawan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang melakukan Studi Teknis Arkeologi di Rumah Bersejarah Rengasdengklok. Studi Teknis ini dilakukan untuk mendukung kegiatan revitalisasi yang segera dilakukan pada tahun ini.
Ada empat hal yang menjadi perhatian dalam studi teknis ini, yaitu mengenai identifikasi kerusakan pada bangunan inti, penataan halaman, pemindahan warung dan signage. Dari keempat hal itu identifikasi pada bangunan inti yang sedikit rumit. Pertama mengenai bahan yang digunakan; kedua mengenai desain saat peristiwa 16 Agustus 1945 terjadi, dan ketiga rekomendasi untuk pelaksanaan revitalisasi.
Bahan asli yang terdapat di rumah ini adalah tiang-tiang, kusen pintu beserta daun pintu, dan kusen jendela beserta daun jendela. Selain itu ubin yang berada di teras dan di ruang utama, serta kamar sebelah barat diduga masih asli, sedangkan keramik yang berwarna hijau yang berada di kamar sisi timur dapat dipastikan baru.
Untuk desain dan denah rumah dapat dipastikan sudah berubah. Hal ini didukung dengan foto lama dan data dari hasil wawancara dengan beberapa orang yang pernah menyaksikan rumah ini saat masih berada di dataran banjir Citarum. Di antaranya Bapak Kisan, Bapak Andi, Ibu Iin, dan Bapak Yanto. Keempat informan ini tinggal di Desa Rengasdengklok. Satu informan, yaitu Bapak Ade tinggal di Desa Pacing Lio. Dari kelima informan ini diperolah data bahwa denah rumah yang sesungguhnya lebih besar. Di bagian depan terdapat Blandongan, yang dalam bahasa Jawa mungkin sama dengan Pendopo. Luas pendopo ini hampir sama dengan bangunan inti, tetapi dengan atap yang lebih landai. Blandongan ini ditopang dengan 8 tiang. Namun Bapak Yanto mengatakan ditopang dengan 12 tiang, sehingga diperoleh denah yang lebih luas.
Di bagian depan pendopo terdapat tiga trap tangga yang memanjang di sisi selatan. Di kiri dan kanan bangunan terdapat bangunan lagi dengan atap menopang pada bagian dinding bangunan. Bangunan kanan difungsikan sebagai gudang, sedangkan bangunan kiri yang berbentuk panggung digunakan untuk menyimpan kursi-kursi yang disewakan untuk keperluan hajatan.
Bangunan inti seharusnya memiliki empat kamar. Dua kamar di bagian timur dan dua kamar di bagian barat. Kamar yang berada di bagian depan berukuran lebih besar dari yang di belakang. Pada bagian depan bangunan ini seharusnya ada empat jendela, tetapi dua jendela yang berada di sisi terluar ditutup dengan papan dinding yang dipasang vertikal. Mengenai hal ini dapat dipastikan oleh Bapak Ade dan Bapak Andi. Selain itu, pada kayu yang berada di bagian depan (sisi dalam) terdapat lubang-lubang bekas jendela. Jendela lain ada dua, yaitu jendela di sisi timur (kamar sisi timur bagian depan) dan jendela barat (kamar sisi barat bagian depan).
Di bagian belakang bangunan ini masih ada tiga ruang lagi. Ruang yang percis di belakang bangunan ini adalah ruang yang berfungsi untuk menampung air. Menurut Ibu Iin di ruang ini terdapat bak yang tidak beratap, dan deretan tempayan. Air hujan dapat langsung masuk ke dalam bak. Di sebelah utaranya(atau bagian belakangnya) adalah ruang tempat istirahat. Di ruang ini terdapat bale-bale atau bangku besar untuk duduk atau tidur-tiduran. Ruang terakhir di bagia paling belakang adalah dapur. Dapur ini memiliki atap terpisah dari bangunan utama dan berukuran cukup besar. Di dalamnya terdapat hawu, atau tempat memasang dari tanah liat, yang bahan bakarnya adalah kayu kering. (Ivan Efendi)