Melahirkan Kembali Kemegahan Istana Raden Saleh

0
3955

Bangunan yang berada di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat ini dahulu adalah rumah Raden Saleh, seorang pelukis yang sangat terkenal pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Bangunan ini berlanggam eklektik yang dipengaruhi campuran berbagai gaya seperti neo-klasik, neo-gotik, vernakular dan ornament Tionghoa. Bangunan yang megah seperti istana itu memiliki nilai penting, tidak hanya arsitektural, namun juga sejarah, sosial dan budaya, sehingga ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya. Melalui program Revitalisasi Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah seolah telah melahirkan kembali kemegahan istana kecil itu.

Statusnya sebagai Bangunan Cagar Budaya Peringkat Nasional diperoleh melalui keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: PM.13/PW.007/MKP/05-25 April 2005, dan sebagai Bangunan Cagar Budaya Peringkat Provinsi melalui SK Gubernur DKI Nomor 475 tahun 1995 dengan klasifikasi A.

Bangunan ini memiliki nilai sejarah dan arsitektur yang sangat istimewa, tidak hanya karena Raden Saleh turut merencanakan desain bangunan serta menempatinya, tetapi juga pernah dikunjungi beberapa orang ternama, di antaranya Albert S. Bickmore pada 1868 dan Franz Ferdinand pada 1893 saat mengunjungi Batavia Tentoonstelling (Pameran Batavia). Pameran ini merupakan pameran berskala internasional, yang diselenggarakan di bangunan ini.

Albert S. Bickmore adalah salah satu pendiri American Museum of Natural History, dan Franz Ferdinand adalah seorang Archduke Austria-Este Austro-Hungarian dan Royal Prince Hungary dan Bohemia yang dibunuh dan menjadi penyebab terjadinya Perang Dunia I.

Pada 2015 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan bantuan pendanaan untuk kajian pemugaran melalui Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman (Dit. PCBM), Direktorat Jenderal Kebudayaan. Kajian pemugaran pada bangunan ini berupa ekskavasi fondasi yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Serang, serta 3D laser scan dan kajian material bangunan oleh Balai Konservasi Borobudur. Sementara kegiatan pemugaran dilakukan oleh Pusat Dokumentasi Arsitektur Indonesia (PDAI).

Dalam pemugaran Rumah Eks Raden Saleh, yang dimulai pada Juni 2015 dan selesai pada April 2016, tetap memperhatikan prinsip autentisitas, yaitu autentisitas material, desain, teknologi pengerjaan, dan setting (lingkungan). Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Nasional itu didokumentasikan dalam bentuk buku yang berjudul “Menyelamatkan ‘Istana’ Sang Maestro, Raden Saleh”, dan diterbitkan oleh Dit. PCBM.

Saat Raden Saleh kembali ke Batavia pada 1852, ia tinggal di rumah istri pertamanya di Gunung Sahari. Kemudian Raden Saleh mendirikan rumah di atas sebidang tanah milik istrinya di kawasan Cikini sekitar 1862.

Rumah ini ditempati Raden Saleh hingga 1869, kemudian diambill alih kepemilikannya oleh seorang tuan tanah, Sayid Abdullah bin Alwi Alatas. Ia adalah pemilik gedung yang kini menjadi Gedung Museum Tekstil di Jatipetamburan, Jakarta Pusat.

Lalu pada Juni 1897 rumah ini dijual kepada Dominee Cornelis de Graaf, suami dari Ny. Adriana J. de Graaf Kooman dengan bantuan dari Ratu Emma. Kemudian bangunan ini difungsikan sebagai tempat pelayanan kesehatan, sehingga Rumah Sakit baru itu diberi nama Koningen Emma Ziekenhuis (Queen Emma Hospital-Rumah Sakit Ratu Emma).

Pada masa pendudukan Jepang, bangunan ini menjadi Rumah Sakit khusus Kaidun (Angkatan Laut Jepang). Setelah Indonesia Merdeka, pengelolaan bangunan ini dikembalikan kepada yayasan lama. Yayasan ini kemudian memberikannya kepada Dewan Gereja Indonesia, yang kemudian berubah menjadi Persatuan Gereja Indonesia (PGI).