Museum Mansinam, Museum Tematik Pertama di Papua Barat

0
3566

Mansinam adalah pulau tempat pekabaran injil pertama di Papua. Selain budayanya yang kaya, di tempat ini juga terjalin keharmonisan hidup antaragama. Di pulau ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman (Dit. PCBM), Direktorat Jenderal Kebudayaan mendirikan satu museum dengan nama Museum Mansinam. Museum akan berperan sebagai tempat mengajarkan dan melestarikan kerukunan hidup antarumat beragama.

Bangunan museum ini selesai dikerjakan pada 2013. Pada 2014 dilakukan kajian tata pamer museum dan desain interiornya, yang terdiri atas pembuatan alur cerita, koleksi yang akan dipamerkan, rencana dan desain sarana tata pamer, desain vitrin, tata cahaya, tata warna, tata letak dan tata suara. Sementera pelaksanaan pekerjaan tata pamer museum diselesaikan pada 2015.

Lantai dasar museum terdapat informasi secara umum, yaitu dari masa pendahuluan sebelum agama Kristen masuk, kemudian masa perubahan ketika Otto dan Geisler datang, dan masa pembaruan setelah dilakukan pekabaran injil menyebar, dan area partisipatori.

Di lantai kedua terdapat ruang audio visual yang berisi informasi mengenai masa pembaruan. Juga akan ditampilkan beberapa replika benda yang dapat disentuh. Penjelasan mengenai zending dan tokoh-tokohnya, peranan masyarakat lokal dalam menyebarkan agama Kristen. Pada lantai atas akan ditampilkan masa sebelum kemerdekaan, masa sesudah kemerdekaan, dan tentang peringatan 5 Februari.

Pada 5 Februari 1855 C.W.Ottow dan rekannya J.G.Gaissler tiba di Mansinan yang letaknya berhadapan dengan Dore (Manokwari). Sebagai tempat tinggal sementara mereka memakai gubuk gudang penumpang batu bara peninggalan para pelaut di tepi pantai. Situasi yang dihadapi mereka sangatlah sulit. Kapal yang menghantar mereka sudah kembali. Tidak ada orang kecuali Frits yang dapat diajak berbicara. Mereka tidak bisa berkomunikasi dengan penduduk setempat dan bahasanya, mereka mengurusi diri mereka sendiri. Penduduk setempat tidak memahami maksud dan tujuan kedua orang asing ini untuk menetap di Mansinam.

Dalam surat pengantar dikatakan Sultan Tidore mengirim mereka sebagi orang yang baik dan dengan maksud dan tujuan yang baik, tetapi hal itu tidak dapat mereka percayai, karena Sultan belum pernah melakukan kebaikan terhadap mereka (penduduk-masyarakat Pulau Mansinam- tetapi juga Papua umumnya). Terlebih penduduk terbiasa harus menanggung ketidak adilan dari Sultan Tidore.

Dengan alasan pajak setiap tahun mereka dijarah dan anggota keluarga mereka dijadikan budak, sebab itu tidaklah mengherankan kalu mereka tidak mempercayai isi surat dari Sutan Tidore dengan segala penjelasannya. Dalam hidup sehari-hari nampak kecurigaan penduduk setempat terhadap Ottow dan Geissler, kendatipun mereka tidak berani untuk menyerang kedua orang asing itu, tetapi dimata mereka, sehingga menurut mereka cepat atau lambat kedua orang asing ini akan disingkirkan, oleh sebab itu Ottow dan Geissler bersikap selalu waspada (mansinam.com).

Pada saat kunjungannya ke museum ini, Kepala Subdirektorat Permuseuman, Dit. PCBM, Sri Patmiarsi, atau biasa dipanggil Ibu Aning, menyampaikan bahwa museum ini dibangun dari dana Pemerintah Pusat, namun pelaksanaannya dilakukan oleh Disbudpar Provinsi. Ibu Aning mengatakan bahwa untuk kajian tata pamer dan pelaksanaannya dilakukan langsung dari pusat. Setelah itu akan diserahkan kepada Disbudpar Provinsi Papua Barat. Maka dariitu Pemerintah Daerah harus menyiapkan suatu organisasi museum yang minimal terdiri atas Kepala, Kurator, dan Pemandu. Mengenai peningkatan SDM museum dapat diikutkan pada Workshop permuseuman yang diadakan oleh Pemerintah Pusat untuk mengembangkan kemampuan SDM pengelola museum.

Sri Patmiarsi juga menjelaskan bahwa ciri khas museum ini adalah museum khusus (museum tematik) yang bertema Pekabaran Injil. Informasi yang disajikan sangat banyak, namun karena keterbatasan tempat, harus dibatasi. Sementara mengenai informasi lain bisa dilakukan oleh Pemandu yang diperoleh dari masyarakat.