Serat Atmawiyata : Aspek Didaktik Masyarakat Jawa

0
1215
Serat Atmawiyata

 

 

BPNB DIY, Mei 2019 – Serat Atmawiyata merupakan hasil karya Karel Frederik Winter di Surakarta yang juga berisi aspek didaktik Masyaraka Jawa pada masanya. Dalam kolofon depan terdapat keterangan yang menyebutkan bahwa pengarangnya adalah Karel Frederik Winter di Surakarta. Karya ini berbentuk prosa, sudah diterbitkan pada tahun 1870. Pada tahun 1882 karya ini kemudian digubah oleh Ngabehi Darsapradata dalam bentuk Tembang Macapat, yang diberi pertimbangan oleh Ngabehi Wangsalukita dan Mas Ngabehi Jayasupana, kemudian diperiksa dan dikoreksi oleh Mas Ngabehi Reksapraja.

Serat Atmawiyata terdiri dari lima pupuh yaitu:
Pupuh I, Dhandanggula (20 bait); Pupuh II, Maskumambang (47 bait); Pupuh III, Kinanti (25 bait); Pupuh IV, Asmarandana (15 bait); dan Pupuh V, Sinom (9 bait). Banyak terdapat nilai moral dan didaktik (pesan yang mendidik) dalam Serat Atmawiyata, dan hal itu dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa pada khususnya.

Didaktik

Kata Didaktik berasal dari Bahasa Inggris didactic yang berarti bersifat mendidik. Dikatakan mendidik karena penuh dengan pesan-pesan moral dan ajaran-ajaran yang sangat bermanfaat bagi kehidupan masa kini maupun akan datang yang berupa nasihat yang di antaranya adalah, memberikan nasehat agar tidak malas bekerja, menganjurkan untuk dapat membina keharmonisan antar anggota keluarganya, memberikan tuntunan dalam peran sebagai orang tua yang harus menjadi teladan bagi anak, serta sebagai seorang manusia harus selalu berbuat baik dan mampu menyimpan rahasia keluarga. Berikut adalah hal-hal yang menggambarkan didaktiknya Serat Atmawiyata:

  1. Tidak boleh malas bekerja

Dalam pupuh I Dhandanggula bait 7 dijelaskan bahwa dengan bekerja akan mengurangi pikiran yang tidak-tidak dan memperbesar rasa prihatin, sehingga kelak akan dihargai banyak orang.

  1. Harus Membina Keharmonisan Antar Anggota Keluarga

Pada pupuh I Dhandanggula bait 11 diceritakan bahwa kerukunan dalam rumah tangga menciptakan suasana tenang dan bahagia. Anggota keluarga akan merasa bahagia dan betah tinggal di rumah, sehingga anak-anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

  1. Orang Tua Harus Menjadi Contoh Baik Bagi Anak

Dalam pupuh II Maskumambang bait 34 dan 35 dijelaskan bahwa orang tua harus berusaha sebaik-baiknya untuk menjadi contoh dan panutan bagi anak-anaknya. Dengan sifat sabar, waspada, dan penuh pengertian, orang tua akan mampu memberikan suasana batin yang tenang kepada anak-anaknya. Kasih sayang dan perhatian yang diberikan kepada anak dapat menciptakan kondisi harmonis.

  1. Orang harus berbuat dan bersikap baik

Berbuat baik dalam keseharian tidak hanya dilakukan di hadapan orang banyak, tetapi juga di saat orang sedang sendiri di tempat yang sepi. Jika dalam keadaan sepi orang terbiasa berbuat kebaikan, maka sikap dan perbuatan baik itu akan selalu terbawa dalam kehidupan sehari-hari. Sebisa mungkin menghindari melakukan perbuatan buruk meskipun sedang sendirian atau sedang dalam keadaan yang sepi.

  1. Harus Mampu Menyimpan Rahasia Keluarga

Pada pupuh IV Asmaradana bait 1 dijelaskan bahwa suatu rumah tangga tentu ada hal-hal yang dirahasiakan dan tidak boleh diketahui oleh pihak lain. Oleh karna itu baik suami maupun istri harus pandai menyimpan rahasia tersebut. Jika rahasia rumah tangga diketahui oleh orang lain, dikhawatirkan hal tersebut dapat persebar ke pihak-pihak lain. Hal ini dapat mengakibatkan nama baik keluarga menjadi jatuh.

Sebuah karya sastra merupakan hasil dari cipta, rasa dan karsa pembuatnya. Seperti pada Serat Atmawiyata ini, hasil olah tiga hal tersebut mewujudkan sebuah karya yang memiliki makna, anjuran dan tuntunan, yang sejatinya merupakan sarana edukasi yang tak lekang oleh laju zaman.
(bpw)