Upacara Siraman dan Ngalungsur Geni Di Desa Dangiang Kabupaten Garut

You are currently viewing Upacara Siraman dan Ngalungsur Geni Di Desa Dangiang Kabupaten Garut

Upacara Siraman dan Ngalungsur Geni Di Desa Dangiang Kabupaten Garut

Upacara Siraman dan Ngalungsur Geni
di Desa Dangiang Kabupaten Garut

oleh:
Ani Rostiyati
(BPNB Jabar)

Upacara Siraman dan Ngalungsur Geni yang dilaksanakan masyarakat Desa Dangiang Kabupaten Garut merupakan tradisi yang sudah turun temurun dilakukan tiap tahun sekali pada bulan Maulud, tepatnya 14 Maulud. Upacara ini bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur pada Tuhan YME dan penghormatan pada leluhur serta tinggalannya yang berupa benda-benda pusaka.

Upacara Siraman dan Ngalungsur Geni memiliki makna siraman artinya mencuci, ngalungsur berarti mewariskan atau meneruskan, dan Geni adalah salah satu nama benda pusaka meriam bernama Guntur Geni. Guntur geni merupakan senjata peninggalan dari Eyang Gusti Batara Turus Bawa, yakni salah satu pendiri Desa Dangiang. Dengan demikian upacara Siraman dan Ngalungsur Geni memiliki arti mencuci dan meneruskan (mewarisi) kesaktian benda-benda pusaka milik leluhur, sekaligus sebagai penghormatan pada leluhur sebagai cikal bakal pendiri desa.


Lokasi penyimpanan benda pusaka
Sumber Foto: Dokumentasi BPNB Jabar

Benda-benda pusaka tersebut disimpan di dalam peti khusus berukuran kurang lebih 1 x 2 meter, yang diletakkan di rumah Joglo yakni sebuah rumah khusus tempat menyimpan benda pusaka. Ngalungsur geni kemudian diartikan menurunkan atau mengeluarkan benda-benda pusaka peninggalan leluhur yang disimpan di rumah Joglo maupun yang disimpan oleh perorangan di rumah-rumah warga, untuk kemudian dicuci atau dimandikan di setiap bulan Maulud.

Ada lima tahapan dalam upacara ngalungsur geni yaitu: ngalirap, membuka sejarah desa, ziarah kubur, mencuci benda-benda pusaka, dan doa bersama. Ngalirap adalah bergotong royong untuk membuat pagar baru di sekitar rumah joglo, membersihkan jalan, masjid, dan makam. Kegiatan ini dilakukan pagi hingga sore hari. Malamnya, dilaksanakan acara membuka sejarah desa yang dipimpin oleh kuncen di Joglo hingga dini hari. Usai menceritakan sejarah desa, dilanjutkan ziarah kubur ke makam leluhur Eyang Batara Turus Bawa.


Lokasi pencucian dan rombongan yang membawa benda
Sumber Foto: Dokumentasi BPNB Jabar

Pagi hari, peziarah berangkat ke makam leluhur. Sekitar pukul 11.00 WIB peserta kembali ke Joglo untuk melaksanakan upacara mencuci benda pusaka. Mencuci benda pusaka dilakukan di Sungai Cidangiang yang berjarak lebih kurang 300 meter dari Joglo. Banyak masyarakat yang datang ke sungai Cidangiang untuk mengambil air bekas cucian benda pusaka yang dipercaya mendatangkan keberkahan, keselamatan, dan rejeki.

Makan bersama
Sumber Foto: Dokumentasi BPNB Jabar

Setelah benda pusaka dicuci, dilakukan pembersihan dan disimpan kembali ke ruang khusus di Joglo. Terakhir, adalah doa dan makan bersama. Upacara ini berlangsung lebih kurang selama 1 jam, diikuti semua warga yang berasal dari 2 desa. Sebanyak kurang lebih 300 tumpeng yang dibuat oleh ibu-ibu sebagai hantaran tuang untuk dimakan bersama keluarga.

Upacara tradisional pada umumnya mempunyai tujuan untuk menghormati, mensyukuri, memuja dan minta keselamatan pada leluhur (karuhun) dan Tuhannya. Demikian pula pada upacara Siraman dan Ngalungsur Geni yang dilakukan masyarakat Desa Dangiang, bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur pada Tuhan YME dan penghormatan pada leluhur serta tinggalannya berupa benda-benda pusaka. Benda-benda pusaka tinggalan leluhur ini dianggap sebagai benda keramat yang berjasa dalam merebut kemerdekaan RI dari tangan penjajah. Benda-benda pusaka ini dicuci dan dibersihkan tiap tahun sekali pada tanggal 14 bulan Maulud. Air bekas cucian ini dipercaya masyarakat dapat memberi berkah keselamatan, kesehatan, dan keberhasilan. Upacara ini juga sebagai penghormatan pada leluhur yang dianggap sebagai cikal bakal pendiri Desa Dangiang.